Catatan Bulan Di Hari Minggu

206 45 2
                                    

Seandainya Bumi tidak bersamaku (3)

.

Tuhan memang tidak merestui hambanya yang serakah.

Namun sepertinya, aku hanya gadis pengecut yang menyalahgunakan alasan itu untuk melindungi diri.

Untuk menjaga zona nyaman ini. Ya, diam-diam menatap Bumi adalah zona nyamanku selama ini. Berharap tak dikenali, dan mencintai dalam diam tanpa membuatnya menyadari eksistensiku di bumi.

Untuk mencari perkara dengan Hati. Yang seringkali memberikan energi untuk mendorong maju, paling tidak memberanikan untuk memperkenalkan diri.

Saat aku melihat Bumi bersama gadis perpustakaan itu di atas panggung sekarang, dengan baju pernikahan dan melempar bunga bersama, menyaksikan kerumunan orang itu berebut bunga, aku menyadari seberapa terlukanya hati.

Karena keegoisanku, jiwa pencundangku.

Aku menyadari sebanyak apa jejak luka yang aku torehkan selama ini.

"Sekarang, bagaimana?"

Itu pertama kalinya, hati berbicara setelah meninggalkan aku selama puluhan purnama. Berbisik parau seolah tak kuasa mendapati kenyataan di depan mata.

Bahwa Bumi telah memilih penumpang di hatinya, untuk mengarungi rasa dan semesta bersama.

Dan penumpang itu bukan aku.

"Nggak tahu."

Pada akhirnya aku balas berbisik sembari tertawa getir. Menyesap es sirup itu untuk meredakan pahit empedu.

"Kamu menyesal?"

Menyesalkah kamu Bulan Arotasi?

Karena Revolusi Bumi tidak bersamaku?

Bisakah?

Bolehkah?

"Sakitmu tak akan sia-sia, Hati."

Aku menyalami Bumi. Menatap sepasang mata indahnya yang selama ini aku pandang dari jauh. Menghirup aromanya yang hanya dapat kuhirup setiap kali dia melewatiku. Merasakan sentuhannya untuk pertama kali.

Menyesalkah aku?

Tidak.

Melihat Revolusi Bumi bahagia sudah cukup.

Bahagiaku terpenuhi.

Setelahnya, aku akan mengobati luka Hati.

"Aku doakan kebahagianmu, Bumi. Cukupkah?"

"Terima kasih."

Tertanda,

Bulan Arotasi

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang