Catatan Bulan 9 Tahun yang Lalu

188 40 5
                                    


"Apa yang lagi kamu lakukan?"

Aku menatapnya penasaran dengan keryitan aneh ketika mendapatinya tengah mengusap kucing tua itu penuh sayang. Sementara dirinya nggak menggubris keberadaanku sekarang.

"Halo." panggilku sebal. "Aku bertanya, kenapa kamu mengelus kucing tua yang dekil itu dipinggir jalan? Kamu nggak takut bersin-bersin?"

"Kamu mau memberinya makan?" dia justru balik bertanya, mengulurkan sebuah rumput ke arahku. Spontan aku menggeleng cepat. "Mama bilang banyak kuman."

Dia menarik kembali rumput itu. Aku mendekatinya.

"Apa kucing suka makan rumput?"

Pertanyaanku dijawab dengan kenyataan kucing itu memakan rumput pemberiannya. Aku menahan napas tak percaya. "Bu guru bilang kucing itu karnivora! Apa dia bukan kucing sungguhan?!"

Sekarang aku ikut berjongkok bersamanya, mengamatinya bagai detektif sungguhan. Lalu bersiap memarahinya ketika kucing itu tersedak dan muntah.

"Hei! Dia kelihatan nggak benar-benar menyukainya!" ocehku histeris sendiri.

Dia hanya menatapku, kelihatan nggak tersinggung karena aku marahi. "Itu wajar. Kucing makan rumput buat membersihkan perutnya. Mirip manusia yang makan buah. Bedanya kita nggak memuntahkannya."

Aku menjulurkan lidah pura-pura muntah. "Aku nggak suka buah. Hue."

Dia memutar kedua bola mata. Nggak meneruskan.

"Kamu kelihatan keren. Umurku delapan." celetukku ketika kita berdua sama-sama menonton gelagat mau tidur kucing tua itu.

"Aku nggak bertanya."

"Apa aku harus memanggilmu kakak? Karena kamu keren, aku panggil kakak ya? Boleh?" balasku dengan cengiran lebar. Namun dia nggak pernah menjawab pertanyaanku. Karena hari itu, setelah seorang wanita memanggilnya buat pulang, aku nggak pernah menemukan wajahnya lagi disekitar rumahku.

Padahal, aku belum memperkenalkan diri.

Kak Bumi, semoga kita bisa bertemu lagi ya nanti.

Tertanda,

Bulan Arotasi

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang