G-317

187 39 2
                                    

Bumi dan Mentari

.

.

.

[Bumi dan Mama Pelangi]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bumi dan Mama Pelangi]

Bumi menatap pigura tersebut sebelum merasa sesak menyerang rongga dadanya. Baru ia sadari, rindunya terasa semenyakitkan ini. Ia mengembuskan napas perlahan. Menatap satu per satu potret dirinya yang terpajang di mana-mana sebelum meremas jari-jemarinya sendiri.

Bumi berjalan lebih dalam, memasuki satu ruangan yang tak terkunci dan sedikit terbuka. Ia memasukinya. Menatap dengan jelas bagaimana wanita itu terbaring lemah diatas ranjang, tengah tertidur pulas dengan kerutan samar yang menimbulkan keriput halus.

Spontan, sesak itu menyerbunya tanpa ampun. Bumi mendekati wanita itu. Memanggilnya dengan segenap asa yang membuat rahangnya terasa ngilu. "Ma, ini Bumi."

Bulu matanya bergetar, mungkin terusik tidurnya kala suara familiar yang sudah jarang ia dengar sedang mampir hari ini. Pelangi membuka mata, mendapati anak laki-lakinya tepat di depan muka setelah sekian tahun memilih mengasingkan diri tanpa bertatap mata.

Wajahnya mengeras, ketika air mata luruh begitu saja kala jemari rentanya dibawa ke dalam genggaman hangat dan dikecup berulang kali.

"Bumi, pulang, nak?" tanya Pelangi terbata. Ia menatap anaknya lekat-lekat, menyentuh wajahnya untuk memastikan sebelum isakannya pecah detik itu.

Bumi merengkuhnya erat—erat sekali—seolah takut apabila ia melonggarkannya barang sedetik, angin akan membawanya pergi.

Bumi menangis, mengangguk berulang kali dan membiarkan wajahnya terbenam diantara ceruk leher Pelangi. Terisak bersamanya ketika segala rindu menyerang rongga dada.

"Mama rindu. Mama rindu Bumi ada di rumah. Mama rindu sekali. Untuk itu Mama selalu menunggu. Mama selalu bicara pada Tuhan. Mama selalu berharap Bumi pulang. Mama selalu meyakini kalau Bumi akan kembali. Sampai Mama lupa kalau selama itu kamu pergi." Pelangi menahan napasnya, sebelum lanjut terisak lagi. "Tapi hari ini... Hari ini benar-benar datang, Bumi. Kamu pulang. Bumi memeluk Mama disini. Jadi Mama nggak perlu menakutkan apapun lagi."

"Anak Mama pulang, dan rasanya menangis nggak pernah semembahagiakan ini, Bumi."

"Maaf, Ma." Bumi mengusap punggungnya berulang kali. Ketika perlahan tubuh itu terasa melemah. "Maaf membuat Mama merasa kesepian selama ini. Maaf membuat Mama merasa sakit sendiri. Maaf karena Bumi yang jahat ini ikut menyiksa Mama yang sama sakitnya dengan Bumi."

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang