11. Once after 5
Seokjin masih berkutat dengan alat dapurnya. Jangan menebak bahwa dirinya masih dirumah dengan Kim Taehyung putranya, saat ini Seokjin sedang mendapat hukuman dari Lee Jaehwan.
Kata kebanyakan orang Jaehwan itu baik, tapi entah sepertinya kebaikannya tak berlaku pada Seokjin. Karena terlambat mengumpulkan data yang diminta Jaehwan---jangan salahkan Taehyung, anak itu benar-benar tidak sengaja menginjak laporannya dengan kaki basah---kemarin. Sebagai gantinya dia harus memasak untuk seluruh teman satu direksinya.
"Aku masih pegawai kantoran kan? Bukan seorang pembantu atau office boy, Jaehwan-ssi---"
"Kenapa?"
"Ahaha tidak, aku hanya bingung kau suka ramen pedas atau yang biasa saja." Memasak ramen memang bukan perkara sulit, toh bukan Seokjin yang meracik bumbu instannya.
"Terserah." Pria itu akan berbalik, namun sepertinya tidak sejalan dengan apa yang diinginkan Seokjin yang mengharap pria itu kembali ke bilik kerjanya. "Sepertinya yang tak terlalu pedas rasanya lebih baik." Sekali lagi pria itu tak jadi berbalik arah. "Jangan lupa buat lauk tambahan, aku banyak membelinya di kantung putih itu."
"Jaehwan-ssi anda boleh ke tempat anda, saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan."
"Terdengar bagus, ingat aku seniormu, jaga sikap Seokjin-ssi." Seokjin membungkuk setengah malas, di bungkukannya Seokjin berdecih tanpa suara.
Harusnya pria itu tahu jika masakannya hampir selesai, dirinya jadi tidak repot mengangkat segalanya sendirian. Panci di tangannya 3 kali lipat diameter kepalanya, apalagi panci itu panas.
"Woah siapa yang berulang tahun?"
"Jaehwan-ssi! Aigoo ada kembali menunjukkan kemurahan hati anda." Dan entah jilatan macam apalagi yang akan diucapkan seisi ruangan yang tak lebih dari 12 orang itu. Seokjin sibuk bolak-balik membawa lauk seperti kimchi dan air mineral di wadah air. Tidak ada yang membantunya, mereka sibuk mondar-mandir menghalangi jalan Seokjin hanya untuk mengambil mangkuk, sumpit dan sendok.
"Tidak bergabung? Aku sedang bermurah hati."
"Tidak, Jaehwan-ssi masih terlalu pagi untuk menyantap mie."
"Ah kau ikut budaya kebarat-baratan yang suka makan roti? Kusarankan hentikan kebiasaanmu, roti itu mahal dan sama sekali tidak mengenyangkan." Dari itu Seokjin sadar jika Jaehwan tidaklah bermurah hati, tapi memberi dengan harga minim.
"Pagi tadi aku makan pasta sebagai sarapan, jadi siang ini aku tidak bisa memakannya. Lagipula saya belum terlalu lapar." Seokjin melirik jam dinding, sudah masuk jam makan siang ternyata.
"Woah enak sekali, Seokjin-ssi pandai membuatnya." Komentar seseorang berkemeja abu, disahuti yang lain seakan setuju dengan argumen pria itu.
"Kalian jangan berlebihan, itu hanya bumbu instan." Sepertinya Jaehwan sedikit iritasi mendengar dirinya dipuji.
Seokjin memutuskan keluar dari perayaan kecil-kecilan yang sedang berlangsung karena si murah hati Jaehwan sibuk mendengar pujian. Ini masih siang bolong, seharusnya Bos mereka membakar hidup-hidup si datar Jaehwan itu. Kenapa tidak ada yang marah saat Jaehwan membuat kericuhan di kantor?
Bahkan saat Seokjin menyerahkan laporannya pagi ini, Seokjin mendapat semburan pemanas rohani dari mulut kurang ajar Jaehwan. Toh, semalam yang tidak membaca pesannya juga Jaehwan. Sama seperti semalam, sekarangpun Jaehwan sibuk mendapat ucapan.
"Yang kau lakukan keterlaluan." Kerahnya ditarik paksa oleh lawan bicara. Derai tawa terdengar, tawa menyedihkan, mata memerah dan berair.
"Tidak tidak, aku pasti berhalusinansi. Kau di sini di depanku. Sialan aku terlalu mabuk." Suara cegukan terdengar sekali, sementara Seokjin masih membelalak terkejut. Bagaimana mungkin dia ada di depan Seokjin sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Seokjin
FanfictionApapun agar dirinya bertahan, meskipun semua orang mencoba menjatuhkannya. Demi dirinya sendiri dan seseorang yang berharga. Apakah Namjoon benar peduli atau hanya berpura-pura? Seokjin bukan seseorang yang sempurna, mencoba bersanding di samping se...