Ruangan itu penuh dengan senjata api yang tergantung berjajar di tiap-tiap dinding. Besar kecil, segalanya diurutkan sesuai dengan jenisnya. Selongsong peluru berjatuhan ketika tuan besar datang membuang-buang amunisi senjata. Ketika bawahan terpercayanya Lee datang, bawahan lain merasa gemetar. Pria tua berpakaian butler itu selalu datang dengan kabar buruk. Beberapa orang mundur secara tidak sadar, mengamankan diri dari tempramen buruk tuan besar.
"Tuan, Blackwolf menemukan Hamtaro. Apa tindakan selanjutnya?" Suara dingin Lee membuat salah satu bawahan baru di markas bawah tanah itu gemetaran.
Satu tembakan kembali terdengar. "Bunuh." Ucapannya bahkan tidak sekeras itu dibanding pria yang terbaring dengan teriakan memilukan.
"Obati dia, jangan sampai istriku menemukanku melakukan adegan berdarah." Bantingan pintu mengakhiri percakapan mereka.
Lee melirik beberapa orang pucat yang masih terpaku tanpa ada niat membantu seseorang yang membiru kehilangan banyak darah. "Bersihkan dan bawa dia, jika mati cari pengganti lain." Menurut Lee pun luka bagi seorang lelaki adalah hal wajar, jika mati berarti orang itu terlalu lemah.
***
"Jujuchi baik, inyi Taetae."
"Ah putra Tuan Kim, benar?" Taehyung mengernyit, nama ibunya Kim Seokjin, jadi itu akan terdengar seperti nama ibunya, Taehyung mengangguk cepat.
"Mengapa tidak menekan bel? Lihat, ada bel di sini, jika tidak bisa menjangkaunya ketuk beberapa kali." Taehyung mengangguk paham namun tidak segera bangkit. Ahjushi baik terlihat seperti raksasa ketika berdiri, Taehyung terkikik pelan.
"Taetae cedang menundu lampu hijau." Butuh beberapa menit sebelum Ahjushi itu mengucapkan 'ah' panjang memahami apa maksudnya.
"Ini bukan lampu persimpangan jalan, merah berarti ini terkunci. Lupakan, kemana Papamu?" Taehyung sadar segera, meskipun Ahjushi baiknya tidak berusaha menjelaskan dengan rinci.
"Palis." Paris? Lalu dengan siapa bocah ini tinggal? Apa bocah ini diculik? Di tengah rasa paniknya, matanya memicing, sepertinya penculik tidak ada disekitar. Belum sempat menekan tombol panggil di teleponnya, tarikan terasa di celananya. "Jujuchi baik, Taetae need pwiss."
"Hah?" Taehyung yang melihat Paman baiknya mengeryit lebih dalam segera menyerahkan kartu kamarnya. "Taetae need pwiss." Ulangnya sekali lagi.
"Please berarti tolong, tapi jika butuh bantuan seharusnya gunakan kata help." Jelas pria itu.
Taehyung yang mengerti segera mengangguk. Pada dasarnya Taehyung hanya kesulitan menemukan kata yang tepat, pada akhirnya otaknya segera memberi alternatif kata lain. Kartu akses ditangannya diterima, Taehyung melompat-lompat kecil karena tidak sabar. Pria itu tersenyum untuknya, Taehyung segera berterima kasih sebelum masuk.
Sebenarnya ada banyak hal yang harus dikerjakan pria itu. Urusannya terpaksa ditunda karena kartu akses masih ditangannya. "Sudah?" Taehyung menjawab dengan anggukan. Ponsel dengan case kartun merah aneh berbentuk hati membuat pria itu mengerti, anak-anak di masa modern ini kebanyakan kecanduan bermain ponsel. Pria itu berkeinginan untuk memberi nasehat pada Ayah bocah ini, seharusnya sebagai Ayah, pengawasan semacam ini perlu dilakukan secara ketat. Mungkin Tuan Kim terlalu sibuk dan tidak sempat.
"Jujuchi kaltunya?"
"Oh, tidak pergi ke dalam?"
Taehyung menggeleng. "Nu-uh, Taetae mawu Mommy."
Taehyung membungkuk sedikit dalam, berucap dengan sopan, "Ka-amca hamida." Pria itu tertawa, mengangkat Taehyung yang sudah berjalan lebih dulu, bocah itu terkejut segera menyebut-nyebut 'Taetae telbang!', sebanyak 3 kali sebelum sadar jika Pria itu mengangkat kerah dan kain celananya. "Jja---Ahjushi antar." Taehyung terkikik seraya mengangguk-angguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Seokjin
FanfictionApapun agar dirinya bertahan, meskipun semua orang mencoba menjatuhkannya. Demi dirinya sendiri dan seseorang yang berharga. Apakah Namjoon benar peduli atau hanya berpura-pura? Seokjin bukan seseorang yang sempurna, mencoba bersanding di samping se...