KSJ Part 06

1.7K 193 14
                                    

6. Am I Pregnant

'Aku hanya ingin jadi seorang yang beruntung yang bisa dicintai banyak orang.' Seokjin menatap langit-langit yang jauh diatas kepalanya. Tangga berkarat yang memutar hingga lantai atas. Air matanya tak kunjung reda. Di saat seperti ini orang lain bukan hal yang diharapkannya, namun harapannya adalah, tak satupun bisa menemukannya.

'Datang hanya untuk menyakiti.' Bangkit dari tidurnya, dokumen dipegangnya, pertanda dia harus benar-benar pergi. Tubuhnya luar biasa pegal, sakit dan perih menjalar. Tangannya tak berhenti memegangi kepala dan perutnya. Apa mereka tadi menendang perutnya saat dia jatuh tak sadarkan diri?

Meringis sakit saat bangun terduduk, tangannya meraba pegangan berkarat tangga darurat, bangkit berdiri. Bayangan berputar di kepalanya, Seokjin masih waras, menunggu kepalanya berhenti memberikan gambaran buram dan berbayang.

Beberapa kali hampir tergelincir, kakinya seakan kehilangan daya, tapi tidak semudah itu dia pasrah. Sudah cukup baginya menyusahkan dirinya sendiri, tergelincir di tangga darurat yang bahkan tak satupun mau melewatinya hanya akan meninggalkan mayat berbau. Siapa yang akan mengurus mayatnya? Kumpulan tikus dan serangga?

Tangannya meremat dokumen bersampul map biru di tangannya. Menghela napas saat barang-barangnya berserakan di depan pintu rumahnya. Beberapa terbawa hingga ujung lorong, tetangganya yang sialan terlalu kurang kerjaan menendangnya hingga sana, atau itu yang anak buah Tuan Kim sengaja lakukan?

Matanya memburam, bukan karena dia ingin pingsan, hanya saja air matanya terlalu kurang kerjaan mampir keluar. "Tidak apa, kau masih bisa hidup." Setidaknya hari ini. Itu yang bisa Seokjin syukuri, meskipun wajahnya penuh lebam dan darah mengering di sudut bibirnya.

Setidaknya anak buah Tuan Kim sudah mengemasi barangnya rapih, yang berantakan mungkin tidak sengaja tetangganya tendang kesana-kemari. Pantas saja nominal penjualan Apartemen reot itu lumayan besar, barang-barang di dalamnya juga di jual. Seokjin menghela napasnya lelah.

Seokjin tersenyum lemah namun kecut di detik kemudian. Harus kemanakah Seokjin dengan barang-barang Namjoon di tangannya? Ponselnya rusak, saat di rumah besar itu ponselnya berada di kantung celananya, rusak, terbanting dan mungkin ikut terkena beban tubuhnya.

Dengan tertatih Seokjin mengangkat tas berisi pakaian di sebelah kanan, baru sadar pakaiannya tidak sebanyak itu. Antara besyukur dan berpikir betapa dirinya tak punya sebanyak mereka.

"Kim Seokjin-ssi? Barangnya banyak sekali, apa ingin bepergian jauh?" Seorang wanita dan gadis kecil di gendongannya, menatapnya penasaran. Seokjin mengulas senyum, tak pernah menyapa satu sama lain, namun rupanya orang baik ada di sekelilingnya.

"Sepertinya iya." Seokjin menunduk menatap kedua tas besarnya.

"Sepertinya?"

"Aku akan tertinggal jika tidak bergegas, Nyonya Jang aku pamit dulu." Seokjin buru-buru membungkuk dan kembali terpincang berjalan menuju halte.

Pergi menemui Jimin ataupun Yoongi sempat terlintas di benaknya. Mereka orang baik, dan bergantung pada mereka bukanlah hal baik. Seokjin hanya punya sedikit uang dan surat pengunduran dirinya tak menghasilkan uang.

Seokjin terlalu larut dengan pikirannya, Bus sudah terhenti entah di mana. Menatap sebuah tulisan besar berwarna putih, membacanya lamat-lamat dan baru sadar dia berada di Terminal Bus.

"Tuan, anda ingin naik tidak?" Pria paruh baya menepuk bahunya saat Seokjin bingung dengan tujuan.

"Eh-huh ini menuju kemana?"

"Seoul, cepatlah."

Sepertinya Tuhan memberikan jalan baginya.

Menghabiskan waktunya untuk merenung dan berpikir betapa menyedihkan dan beruntung dirinya. Dirinya ingin keluar, dan mungkin ini jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Namjoon, entahlah, sejenak Seokjin ingin berhenti memikirkannya. Seokjin masihlah Seokjin yang membenci kebohongan, dan Namjoon membuat kebohongan besar, Seokjin membenc---rambutnya teracak, harusnya Seokjin berhenti memikirkannya.

Kim SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang