Sore ketemu sore, siang ketemu siang, malam ketemu malam, waktu terasa begitu cepat berlalu yang diisi dengan hal-hal tak berguna. Seperti pagi ini, Tasya masih mengeluh perihal waktu yang terasa berlalu dengan cepat.
"Terus gimana dong? Tasya gak punya banyak waktu buat ngebujuk Mama supaya bilang enggak tadi pagi, jadi galau banget sekarang," ucap Tasya sembari menelungkupkan kepalanya di balik lipatan tangannya di atas meja kelas.
"Yaudah sih, lo kan katanya akan biarin ini let if flow aja." Gadis yang duduk di samping Tasya menurunkan majalah yang sedari tadi ia pegang.
"Kamu mah enak ngomong kayak gitu, Ki." Tasya mengerucutkan bibirnya.
"Lah, lo sendiri yang awalnya bilang gitu," ujar gadis itu membela diri.
Kiara Ranjani namanya. Teman baru Tasya yang baru ia temukan satu minggu yang lalu. Dia itu kutu buku. Tidak percaya? Lihatlah kacamata tebal berbingkai hitam yang nongkrong dengan santai di wajah cantik Kiara. Ya walaupun tak semua anak kutu buku itu berkacamata. Tapi kalau buat Kiara sih, dia memang akut beneran buat baca buku. Semua genre dia geledah, semuanya.
"Kamu ikut juga dong..." Tasya menatap Kiara dengan mata ikan koki yang diserati pupil mata yang melebar, membuatnya terlihat...emm, semakin konyol?
"G."
"Tapi kenapa? Masa kamu mau nolep selamanya?" Tanya Tasya sembari mengerucutkan bibirnya, lagi.
"Nanti waktu baca gue kekuras, udah nyaman gini ah."
"Keluar dari zona nyaman dong! Payah!" Tasya ngambek. Dia kembali meletakkan kepalanya di atas meja dengan lemas. Sedangkan Kiara memutar kedua bola matanya malas.
"Nggak ah! Jangan maksa deh, Sya," jawab Kiara disertai dengusan. "ikutan aja lo."
"Gak tahu deh, Ki. Pusing aku."
"Terus akhirnya lo mau gimana Anastasya Sirager?" Tanya Kiara malas disertai penekanan saat menyebutkan nama Tasya.
"Siregar ish!" Tasya segera mengangkat kepalanya dan melirik sebal kearah Kiara.
"Itu maksud gue. Jadi?"
"Yaudahlah, Tasya bakal coba. Kalau ternyata nanti pas seleksi kepilih, berarti emang aku udah jodoh kali masuk kepengurusan osis. Kalau enggak ya alhamdulillah."
*****
"Loh, loh? Kok kamu ada di sini?" Tasya menatap heran lelaki di sampingnya yang kini berdiri jaim menatapnya.
"Ngapain?" Tanya Tasya lagi. Memang sih pertanyaan sebelumnya belum dijawab. Tapi gimana lagi, Tasya kepalang kepo.
"Nunggu antrian sembako," jawabnya cuek semacam tak kenal.
"Ih banyak gaya bener sih!" Tasya menabok lengan lelaki itu.
Ooh jual mahal nih ceritanya? Oke! Kamu jual, aku borong!
Lelaki itu meringis. Namun, mimik wajahnya kembali berubah sok cool sebaik mungkin.
Dengan jengkel bin sebal, Tasya pergi meninggalkannya. Bodoamat lah, dia pokoknya bete!
"Tas!" Itu suara Andika yang memanggilnya dari dalam aula dengan tangan yang melambai-lambai nyiur di pantai.
Tasya memutar kedua bola matanya. Intinya dia badmood, ntah karena perilaku lelaki banyak gaya tadi atau memang karena Andika memanggilnya 'tas'.
"Lo jadi ikutan seleksi?" Tanyanya dengan antusias. "kenapa gak hubungin gue?"
"Ngedadak, Kak. Hehe." Tasya menampakkan senyum palsunya. Berharap dirinya menunjukkan rasa tak nyamannya sekarang.
"Dik! Sini-sini!" Itu Jelita, si ketos yang manggil Andika.
"Eh, gue duluan ya." Andika melambaikan tangannya dan berlari menghampiri Jelita di sisi panggung
Tasya mendengus lega. "Untung pergi," begitu gumamnya.
Matanya pergi berkeliling di dalam aula ini. Bangku plastik warna putih yang telah disusun rapi di tengah aula kini ramai terisi oleh peserta seleksi yang lain.
"Ngapain dikumpulin segala sih? Seleksinya emang sekarang?" Tasya menekuk wajahnya. Ia tidak punya teman sekarang, dan...tidak ada semangat.
Dengan sedih, Tasya berbalik dan saat itu juga wajahnya mengembang senang. "KIARA!?" Pekiknya kencang tanpa menghiraukan tatapan bingung dari orang-orang di sekitarnya.
"Berisik! Lo malu-maluin," ketus Kiara lalu beranjak duduk di bangku paling belakang.
Entah sejak kapan, Tasya jadi malu-maluin. Biasanya dia malu-malu.
"Sekarang jelasin, kok kamu bisa ada di sini, sih?" Tasya ambil tempat di sebelah Kiara. Wajahnya yang berseri masih ia pertahankan.
Kiara memutar kedua bola matanya malas. "Gue mau ngemis-ngemis," katanya datar.
"Whoa!" Mulut Tasya spontan terbuka mendengar penuturan temannya. Entah dengan alasan apa melakukannya, tapi Tasya memang tidak jelas.
"Jangan lupa traktir Tasya, ya!" Seru Tasya sembari mengangguk-angguk.
"Heh! Mana ada!? Jelas-jelas gue ada di sini mau ikut seleksi juga. Polos sama bego beda tipis emang ya," ketus Kiara sembari mendelik. Lalu dengan banyak gaya, dia menegakkan punggungnya dengan kaki yang menyilang angkuh.
Hati Tasya semakin menggebu. Dengan semangat, ia bertepuk tangan sendiri dengan meriah, yang sialnya lagi-lagi berhasil mencuri perhatian orang-orang agar menatapnya. Aneh memang, disebut bego malah tepuk tangan.
"Tasya salut sama Kiara! Baik banget sih mau nemenin Tasya."
"Ke-ge-e-ran!" Balas Kiara penuh penekanan. Intinya dia gak mau Tasya jadi besar kepala duluan.
Tasya tidak peduli, pokoknya hari ini ia bahagia! Sebenarnya masalah utamanya enggan ikut seleksi ini ya karena merasa tidak ada teman. Dan membujuk Kiara adalah ide terkonyol yang melintas di benaknya kala itu.
"Cek, cek! Satu, dua! Cek!" Ucap seseorang di atas panggung dengan sebuah mic di tangannya. Sontak Tasya segera membetulkan duduknya dengan rapi dan mengedarkan pandangan, ternyata kursi-kursi sudah hampir full terisi.
"Misi-misi."
"Eh apaan sih?" Orang yang duduk di sisi lain Tasya terdengar kesal karena merasa kenyamanannya terusik, lagi.
"Ini tempat gue," seseorang berbicara tak tahu diri.
"Eh apaan!?" Cowok yang kenyamanannya diusik itu melotot tak terima.
"Di mana ada dia, berarti di situ ada gue," ucapnya sembari menunjuk Tasya yang saat itu juga menoleh.
"Resek lo!"
"Udah noh, itu gebetan lo kan? Sana! Itu tadi bangku gue. Kita tukeran." Mata lelaki yang tadi terganggu bergulir serentak. Selang dua detik, matanya bersinar penuh binar.
"Oke, makasih bro. Semoga lancar sama si dia nya elo." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya, lalu beranjak dengan girang.
"Hai teman," sapa Ezar menatap Tasya.
"Maaf, kamu siapa ya?" Tanya Tasya sarkas sembari mendelik tajam, lalu kembali menatap pembawa acara yang telah bersiap berdiri di atas panggung.
Dasar Ezar memang tidak pernah tahu malu, sayang aja kayaknya ganteng-ganteng urat malunya udah putus.
🐝
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Future
Teen FictionBagaimana jika kehidupanmu dikelilingi oleh orang-orang yang menyebalkan? Yang setiap harinya berhasil membuatmu mencak-mencak bak orang gila? Lebih parahnya, saat kamu menyadari bahwa ternyata kamu lah sumbu menyebalkan itu. Jadi, sebenarnya bukan...