Curcol, eh?

22 3 2
                                    

Tasya menggigit-gigit kuku jarinya. Otaknya berkedut sedari tadi. Ia bulak-balik di samping kasur. Tangannya terangkat, lalu ia mengacak-acak rambutnya gelisah, hingga pada akhirnya ia menghentikan acara bulak-baliknya dengan duduk di tepi kasur.

"Huuaaa! Gimana dong ini? 3 minggu lagi ujian, dan aku masih aja bego begini!" Bibir Tasya monyong-monyong sedih. Kalau nilainya jelek terus, bisa-bisa ia digeret Mamanya buat masuk pesantren.

Sebenarnya sih, Tasya gak bego-bego amat, tapi teman-temannya saja yang pintarnya bukan kepalang, gak nanggung-nanggung gitu lho.

"Sepertinya aku harus pasrah nih sama keputusan Mama buat kasih diri ini les privat," gumam Tasya lemas. "gimana kalau nanti aku disiksa sama guru lesnya karena gak paham-paham sama materinya. Ini kan otak kadang loading nya lama."

Tasya menjatuhkan punggungnya ke atas kasur, matanya menerawang ke langit-langit kamar dengan tangan yang bersidekap di depan dada.

"Keknya harus nyari cara buat kabur besok deh."

*****

Pagi harinya, pukul 09.00 WIB, Tasya sudah rapi dengan pakaiannya. Tujuannya sekarang adalah rumah nenek. Yaa, Tasya kaburnya gak mau terlalu jauh, gak mau juga terlalu lama. Sore dia ada jadwal nonton film box office yang sudah ditunggu-tunggu, jadi harus pulang, soalnya neneknya gak suka film-film begitu, Tasya pasti diomelin habis-habisan kalau itu sampai terjadi.

Tasya sudah siap membuka jendela kamarnya. Pelan, tapi pasti. Jendela itu pun terbuka. Tasya menyembulkan kepalanya ke luar, sedikit mengamati sekitar. Aman. Ia bisa keluar sekarang juga.

Pluk!

Tasya mendarat dengan sempurna, untung-untung kamarnya di lantai satu, jadi tulangnya gak ada tuh yang potong-potong.

Gadis dengan kaos berwarna soft pink itu berjalan sembari mengendap-ngendap. Tubuhnya ia bungkukkan agar tidak ketahuan sang Mama. Pagar rumah sudah ada di depan mata. Selangkah lagi, dan Tasya bisa keluar dari rumah dan duduk ayem di rumah nenek.

"Mau ke mana Anastasya Siregar?" Tasya mematung di tempatnya. Diam-diam ia menepuk jidatnya sendiri.

Mampus!

"Tegak gerak!" Seru Adelina dari tempatnya, yaitu di bawah bingkai pintu.

Mendengar seruan itu, badan Tasya spontan berdiri tegak. "Balik kanan, maju, jalan!" Dan ya, gerakan spontanitas Tasya menggiringnya kembali ke dalam rumah.

Apalah daya kalau sudah begini? Tasya gak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya pasrah jika guru les nya nanti galak dengan kumis baplang yang melekat cantik di atas bibir, gendut, dan jangan lupakan kepalanya yang bersinar terpantulkan cahaya lampu. Tasya bergidik sendiri membayangkan bayangan di kepalanya itu.

Tasya mendengus saat dirinya memasuki rumah, tetapi melalui pintu, bukan jendela seperti tadi. Mama bilang guru lesnya akan datang jam 09.00, huft! Pasti guru itu sudah ada di ruang tamu.

Tasya menye-menye berjalan mendekati sofa ruang tamu, sedih meratapi nasibnya sendiri.

Eh, lho? Tunggu-tunggu!

Yang duduk di sofa ruang tamu itu kelihatannya masih muda kok. Dan lagi, di kepalanya tumbuh rambut, yang artinya dia gak gundul.

"Ayo Tasya! Kemari!" Seru Adelina yang sudah berdiri di sana.

"Nah, ini dia guru les kamu mulai sekarang," ucap Adelina yang berhasil membuat Tasya mendengus pasrah.

Perlahan, ia menoleh. Penasaran juga sih sama rupanya. Soalnya, orang itu tak menoleh ke belakang sama sekali, fyuh.

Oh My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang