Mama Dabest!

8 2 0
                                    

Bunyi grasak-grusuk bergema lantang dari arah kamar Tasya. Dia di sana tidak sendiri, tapi berdua bersama Andin. Dua detik setelah suara grasak-grusuk, pekikan Andin si balita yang besok usianya genap 3,5 tahun menggema.

Andin memekik dengan tangan yang berusaha mendorong kresek besar menjauh dari tubuhnya, dan keluar dari kepala. Sementara Tasya yang menyaksikan hal itu tertawa terpingkal-pingkal. Tak ada niatan untuk membantu sama sekali setelah usai mengerjai Andin dengan mengurung tubuh mungilnya menggunakan kresek besar bekas baju-baju bekas miliknya.

"Kakak, bantu..!" Teriak Andin sembari menangis dengan ingus yang meluber ke mana-mana.

"Kak!" Panggil Adelina dari luar kamar. Suara langkah kakinya terdengar berirama.

Sontak saja mata Tasya melotot. "Gawat! Gawat! Aku bisa mati ntar!"  Buru-buru Tasya menarik kresek besar yang masih nyangkut di kepala Andin.

"Kak?" Panggil Adelina lagi seraya membuka pintu kamar. "Eh, adek kenapa?"

"Ng-nggak tahu, Ma. Dari tadi nangis."

"Kak Ta-Tasya ga-galak!" Jawab Andin sembari sesenggukan. Tasya memalingkan wajahnya.

Duh, Andin apa-apaan sih. Cemen, kok bilang-bilang Mama segala..

"Kamu apain!?" Semprot Adelina langsung dengan mata melotot.

Tuh kan, baru curiga aja udah keluar jiwa ke-thanos-annya.

"Ih, nggak! Nih liat, Tasya lagi ciluk-ba-ciluk-baan," ucap Tasya sembari mengangkat kresek bekas Andin ke atas kepalanya, lalu menurunkannya sampai memakan semua kepalanya dan berseru 'ciluk!'. Setelah itu, ia kembali mengangkat kreseknya sembari berseru lagi, 'ba!'.

"Wajah kamu tuh kesereman kali," komentar Adelina sembari membawa Andin ke dalam pangkuannya.

"Ih Mama!"

"Udah, udah. Kamu cepetan siap-siap, gih. Kita ke pengajian tetangga sebelah. Katanya sih semacam syukuran gitu, sekalian juga selametan karena rumah Pak Kitri kan sekarang gak kosong lagi," ucap Adelina lalu beranjak keluar kamar.

"Waah! Ketemu kak Biru dong! Harus cantik, harus cantik!"

*****

Tasya celingukan di depan mantan rumah Pak Kitri. Acara pengajian sudah dimulai, dan dia baru datang. Jika tadi mandinya tidak lama, pasti dia bisa datang dengan sang mama. Mau bagaimana lagi coba? Nasi sudah jadi bubur.

"Ngapain?" Tasya tersentak kaget, buru-buru ia mengusap pelan dadanya saat Biru kini berdiri di hadapannya.

"Eh, ah iya. Itu...ditinggal Mama," jawab Tasya sembari tersenyum kikuk. Intinya dia bingung mau jawab apa.

"Terus, kenapa tidak masuk?"

"Ehm..itu...anu..maksudnya.." Tasya tidak bisa berkata-kata. Ketahuan lagi ngintipin rumah orang dan pas baget ke gep tuh benar-benar memalukan.

"Kalau begitu ikut saya saja," kata Biru lempeng. Ia berjalan masuk yang dibuntuti Tasya.

"Eh maluu."

Tasya tadinya mau pulang aja, tapi pas tahu Biru mengajaknya ke dapur, Tasya jadi tenang-tenang aja.

"Tunggu di sini saja," titah Biru menunjuk kursi meja makan dengan dagunya. "saya ke atas dulu." Tasya mengangguk dan mematuhi titah darinya.

"Abang kata Mama--" ucapan itu menggantung saat seorang gadis kecil melihat Tasya yang cengo di kursi makan.

"Lho? Kakak siapa?" Tanyanya tanpa melanjutkan ucapannya tadi.

"Teman abang," jawab Biru yang entah kapan sudah berada di samping Tasya. Ia menuangkan air dari teko ke dalam gelas, lalu meneguknya.

"Kok gak disuruh masuk aja, Bang?" Tanya gadis itu seraya mendekati Tasya. "namaku Seira."

"Eh?" Tasya mengerjap-ngerjapkan matanya lola.

"Ehm, aku Tasya. Tetangga sebelah," jawabnya cepat seraya menyambut uluran tangan Seira.

"Dek, kamu ajak masuk dia. Abang mau ke atas dulu," titah Biru seraya berbalik badan dan melenggang pergi tanpa menunggu jawaban adiknya.

"Ayuk, Kak!"

*****

"Itu deh, Mama masih gak habis pikir kenapa kamu bisa datang lewat dapur," celoteh Adelina dengan Andin yang tertidur di gendongannya.

"Rezeki anak shaleha, Ma."

"Idih. Kamu gak nyelundup ke sana, kan?" Tanya Adelina sembari menyipitkan kedua matanya.

"Engga lah, Ma. Yang bener aja? Apa kata orang kalo anak Ibu Adel yang cantik ini nyelundup masuk ke rumah tetangga baru? Ckck."

"Ya terus, kenawhy?"

Ebuset, ini Mama kok bahasa nya bahasa anak-anak tongkrongan, ya?

"Mama ih." Tasya menatap aneh kepada sang mama.

"Apa sih? Gak usah kaget begitu. Begini-begini juga mama kan mama hits." Tasya menghela napas jengah mendengarnya.

"Ini salah Mama yang udah ninggalin Tasya."

"Eh? Kok mama disalahin sih? Yang mandi nya lama siapa?" Tanya Adelina tak terima jadi tersangka sebagai penyebab datangnya Tasya dari dapur rumah Biru.

"Tasya sih. Tapi kan mama yang ninggalin, jadi Tasya ke sana sendiri. Terus ketemu Kak Biru, diajak masuk dan disuruh tunggu di dapurnya aja karena Tasya malu. Eh, gak lama adiknya datang. Udah deh Tasya disuruh masuk ngikutin adiknya aja. Pokoknya Tasya ngambek ya sama Mama," jelas Tasya sembari mengerucutkan bibirnya.

"Loh? Ngambek-ngambek, mau jadi anak durhaka ya kamu? Makanya kalau disuruh buru-buru tuh langsung gercep, jangan macam siput. Terus juga itu, kamu kan biasanya malu-maluin kok jadi malu-malu kucing?" Tasya semakin cemberut mendengar omelan mamanya.

Baru saja Tasya mau buka suara, Adelina keburu memotong. "Harusnya kamu makasih sama mama karena bisa ketemu cowok ganteng kayak Biru," kata Adelina yang sontak membuat Tasya tak bisa lagi berkata-kata.

Bener sih, segimana juga Tasya harus bilang makasih sama Adelina dalam masalah ini, kalau aja tadi Adelina baik hati dan nungguin dia kan berarti Tasya gak bisa ketemu Biru live kayak tadi.

Pokoknya Mama emang dabest!

                             🐊🐊

Haiiii, so long banget ga buka dunia orange, maklum lah ya orang mau unbk')

Ga ngerti deh ini ntar alurnya mau nyampe ke mana, mau gimana... tapi aku akan tetap biarkan cerita ini mengalir kayak air sungai yang akhirnya bakal masuk ke laut.

Oke deh, jangan lupa vote ya. Buat aku, itu kek gift aja gitu, heuheu:' di share juga boleh banget kok.

Yowes lah, see you next part!

Oh My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang