Papa

8 2 0
                                    

Tasya melangkah cepat saat melihat sebuah mobil sedan keluaran terbaru nongkrong cantik di depan rumahnya.

Dengan langkah lebarnya, Tasya sedikit tergopoh memasuki rumah.

"Assalamualaikum. Papa!" Tasya menghampiri seorang pria paruh baya yang kini sedang berdiri di depan tangga ruang tengah bersama Andin, dan meninggalkan kresek yang sedari tadi ia jinjing di sofa.

"MasyaAllah, anak kebanggaan Papa sudah besar." Adrian mendekap putri sulungnya dengan perasaan campur aduk.

"Papa apa kabar?"

"Alhamdulillah, selalu baik saat melihat kalian. Tasya apa kabar?" Adrian balik bertanya dengan senyuman manis tersungging di wajahnya.

Tasya terkekeh lalu menjawab,  "Alhamdulillah baik, Pa."

"Cukup pelukannya? Kamu gak kasihan sama Papa, baru saja sampai sudah diserbu." Adelina menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Ih, Mama suka tebar pesona gitu deh kalau ada Papa," Tasya mencebik sembari menekuk wajahnya.

"Gapapa dong, kan Papa jarang pulang."

Lalu Adrian beralih menghampiri Adelina, menyentuh bahunya dengan penuh perasaan. "Maafin aku ya, gak bisa selalu ada di sisi kamu." Cukup beberapa kata, dan Tasya bisa merasakan terenyuh juga. Maklum lah, papanya ini seorang chef dalam pasukan TNI, jadi banyaknya nugas dan jarang pulang.

Papa memeluk Mama, membiarkan Adelina memangis di dekapannya.

"Ah suka baper aku." Tasya berlagak, lalu pergi masuk ke kamar.

                              _____ 

Tok! Tok!

"Masuk aja, Tasya gak kunci pintu."

Adrian memasuki kamar putrinya, dan mendapati Tasya yang lebih mirip paus terdampar.

"Tasya, Papa ada hadiah buat kamu." Lalu Adrian duduk di tepi kasur.

"Oh ya? Mana, Pa!?" Dengan antusias, Tasya merangsek mendekati Adrian.

"Ta-daa~"

Kedua mata Tasya bersinar bahagia, pupilnya membesar sembari tangannya sibuk membuka bingkisan itu, sehingga menciptakan suara kresek-kresek.

"Kerudung?" Tanya Tasya dengan wajah yang kebingungan, mengapa papanya memberikannya kerudung?

"Papa ingin kamu selalu memakai itu seperti Mama," kata Adrian sembari tersenyum lembut.

"Maafkan Papa yang belum bisa ada di masa-masa remaja kamu. Papa ingin, hijab ini dapat membantu kamu, menjauhkan kamu dari azab Allah yang pedih, nak," kata Adrian sembari mengusap penuh sayang kepala Tasya.

Sedikit rasa kecewa bagi dirinya sendiri yang tak bisa selalu ada bersama keluarganya, merayakan hari ulang tahun bersama, atau pun merayakan hari-hari besar bersama pun sangat sulit.

"Pa..." Tasya kehilangan kata-kata. Suaranya seakan tertelan waktu. Lidahnya kelu untuk berucap barang satu huruf. Matanya berkaca-kaca, siap menumpahkan lava sejuk nya.

"Jangan menangis, sayang." Adrian mendekap putri pertamanya yang kehadirannya sangat dinantikan dan sukses menjadi pelengkap kehidupan rumah tangganya.

Kini Tasya yang menangis dalam dekapannya. Walaupun Adrian sudah memeringati Tasya supaya tetap nangis, tapi tetap saja.

"Papa selalu inget aku, Mama, Dikta dan Andin. Padahal Papa juga sangat sibuk pasti di sana." Tasya menangis sampai sesenggukan. Sangat kagum dengan sosok Papanya itu.

"Itu sudah kewajiban Papa, sayang. Papa kecewa sama diri papa sendiri karena tidak bisa ada di sisi kalian."

"Papa sudah lebih segalanya. Jangan bilang begitu," bisik Tasya pelan. "Terimakasih Pa, untuk hadiahnya. Aku belum pernah merasa sespesial ini sebelumnya. Terimakasih sudah mau memberikan aku kerudung ini, Pa. Ini hadiah yang paling aku syukuri."

"Sudah nangisnya ya, itu kerudungnya kebasahan air mata kamu lho, padahal Papa beliin yang limited edition buat kamu waktu Papa ada tugas di Kalimantan," guyon Papa sembari tersenyum.

Tasya tertawa, selera humor nya selalu receh saat bertemu dengan Papa.

"Nah gitu dong ketawa, kan jadi lebih cantik nih anak Papa. Pasti sudah punya pacar ya?"

"Ih apaan sih, Pa. Pacar dari Hongkong?" Tasya mengerucutkan bibirnya, lalu terkekeh.

Walaupun hanya kerudung, tapi begitu tepat mengenai hatinya, membuka segala pandangannya tentang Islam. Tasya terharu, karena bahkan di tengah kesibukkannya, Adrian masih peduli dan ingat padanya. Melalui kerudung itu, Tasya tahu Papanya akan selalu ada dan melindunginya.

Dan Tasya.. Akan selalu kagum kepada pria yang satu ini.

"Papa memang ngga bisa selalu ada di tengah aku, mama dan adik-adik. Tapi Papa harus percaya, bahwa Papa selalu ada di sini, di hati kami," ucap Tasya sembari menunjuk dadanya, dan senyuman tulus meluncur begitu saja dari bibirnya.

                                  🐝

Yang lagi tersenyum miris, jangan patah semangat ya! Kalian kuat!

Oh My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang