Guyuran shower membasahi tubuh Milly. Perempuan itu benar-benar jijik dengan tubuhnya sendiri. Milly menangis di bawah guyuran air tersebut. Perempuan itu duduk dengan memeluk lututnya. Hancur sudah hidupnya, kesucian yang ia jaga selama ini. Direngut begitu saja oleh orang yang bukan suaminya.
Bajingan itu, yang telah mengambil semuanya. Demi apa pun, Milly benci. Benci dengan Nathan. Sangat-sangat benci bahkan. Bahkan serakang Milly sadar, bahwa dirinya benar-benar tidak cocok untuk Badai. Mungkin benar, takdir tuhan menemukan Milliy dan Badai hanya untuk sekedar teman bukan hubungan lebih.
Milly melihat sebuah silet, berada di sebuah rak yang berisikan peralatan mandi. Milly tersenyum, perempuan itu bangkit, dan mengambil silet tersebut. Tidak, Milly tidak akan memotong urat nadinya tidak.
Silet itu tampak tajam, Milly terduduk kembali di bawah guyuran shower. Perempuan itu, mengesekan Silet tajam itu pada lengan tangannya. Milly tersenyum melihat bercak darah di lengannya. Rasanya sakit, tapi sepertinya Milly sudah biasa dengan rasa sakit itu.
Milly terus mengesekan silet itu pada lengannya, air matanya mengalir. Meski begiti ia tidak berhenti mengesekan benda tajam tersebut.
***
Prang..
Ainun melirik Badai yang sedang memunguti pecahan gelasnya. "Kamu kenapa?" tanya Ainun, Badai melirik Ainun.
"Eum, nggk pa-pa kok. Cuma tadi ke senggol aja." jawab Badai, tak berapa lama Pelayang cafe datang. Badai membayar gelas yang ia pecahkan.
Badai melihat Ainun, yang kembali fokus pada laptopnya. Mereka sedang menyusun skripsi di cafe terdekat.
Perasaan Badai tidak enak, lelaki itu menutup laptopnya. "Dai? Mau kemana?" tanya Ainun yang memperhatikan gerak-gerik Badai."Aku mau pulang," jawab Badai lalu pergi dari hadapan Ainun. Ainun terdiam melihat Badai yang pergi jauh darinya.
Badai mengendarai motornya, pikirannya tidak tenang. Kenapa? Entahlah, Badai juga tidak tahu. 15 menit, kemudian. Badai sampai di kost-annya. Lelaki itu melepaskan sepatu. Lalu masuk kedalam kamar kostnya.
Badai merebahkan tubuhnya di kasur. Lelaki itu memandang langit-langit kamar. Ada apa dengan perasaannya? Badai mengambil ponsel miliknya.
"Apa aku hubungi dia?" tanya Badai pada dirinya sendiri.
Setelah menimang cukup lama, Badai pun memutuskan untuk menghubungi Milly. Nomornya aktif namun tidak ada jawaban. "Milly, aku cuma pingin denger suara kamu. Kamu baik-baik aja kan." Badai berdialog sendiri.
Sementara itu, Milly duduk di samping jendela kamarnya. Ia melirik layar ponselnya. Ada nama Badai di situ, Milly masih memeluk lututnya. Ingin sekali Milly mengangakat telepon dari Badai tapi? Milly merasa tidak pantas.
Milly hanya mampu menangis, wajahnya pucat, hidungnya merah, dan tentu saja lingkaran hitam di bawah matanya. Persis seperti mayat hidup, yah itulah sekarang Emilly Jevelyn.
****
"Hahaha, jadi benar. Kamu udah 'ngelakuin' hal itu ke dia?" tanya Jessi kepada Nathan.
"Udah sayang, malam itu aku ambil kesucian dia. Kamu nggk marahkan?" tanya Nathan kepada Jessi seraya memainkan rambut Jessi.
"Enggk dong, aku seneng banget. Akhirnya dia 'Hancur'." balas Jessi di iringi dengan senyuman jahatnya.
"Tapi kamu keluarin di luarkan? Ingat Nath, jangan buat dia hamil nanti kamu disuruh buat tanggung jawab lagi." kata Jessi.
"Justru itu yang ku mau sayang, aku akan buat dia Hamil dan? Dia akan menderita." ucap Nathan tak kalah jahatnya dengan Jessi.
"Tapi kamu nggk akan tanggung jawabkan?" tanya Jessi. Nathan merangkul bahu Jessi.
"Ya enggk lah sayang, Papi kamu pasti ngiranya Milly hamil sama mantan pacarnya itu, nggk mungkin Papi kamu nuduh aku." kata Nathan, Jessi tersenyum.
"Jujur, aku lebih suka liat dia Gila dari pada mati. Kalau mati nggk seru dong." tamabah Nathan di iringi tawaan oleh Jessi.
***
Milly keluar dari mobil Nathan. Pakaiannya sedikit acak-acakan. Nathan melakukannya 'lagi' Milly tambah jijik dengan tubuhnya sendiri.
Di koridor kampus, pandangan Milly lurus kedepan. Perempuan itu tak menghiraukan perkataan mengenai dirinya. Milly menunduk, satu yang ia pikirkan sanggupkah ia hidup di dunia yang kejam ini?
Langkah Milly terhenti, ketika melihat sepasang sepatu di bawahnya. Sepasang sepatu itu menghalangi langkahnya. Perlahan Milly mengangakt wajahnya. Milly mundur beberapa langkah. Ketika tahu siapa seorang itu.
"Hey, kenapa?" tanya seseorang itu melambaikan tangannya di wajah Milly.
Milly mengeleng lalu pergi dari hadapan Badai. Badai yang merasa heran pun, menyusul Milly.
"Mill." panggil Badai, Milly tak menghiraukan Badai.
Langkah Badai lebih lebar, hingga lelaki itu berdiri di depannya. Badai memengang kedua bahu Milly. "Mill ada apa?" tanya Badai sendu.
"Enggk ada apa-apa." kata Milly enggan menatap Badai.
"Mil aku--"
"Dai, kita udah nggk ada hubungan apa-apa lagi. Urusan aku bukan urusan kamu. Jadi mending sekaranf kamu pergi, nggk usah perduli sama aku." ucap Milly, tanpa melihat Badai.
Badai terdiam, setiap perkataan Milly sangat menampar hatinya. Badai mengamati wajah Milly, ada warna keunguan di tulang pipinya. Badai tahu luka itu bekas tamparan. "Aku akan pergi, kalau sudah mengobati luka kamu." ujar Badai. Milly akan menolak namun, Badai sudah menarik tangannya.
Badai membawa Milly ke ruang kesehatan. Lelaki itu mengambil air hangat dan juga salep. Milly duduk di brankar, perempuan itu menatap Badai. Lelaki itu, selalu ada untuknya..
Badai mengusap lembut pipi Milly yang keunguan dengan air hangat. Milly diam, masih menangamati Badai. Ingin sekali, Milly memeluk Badai dan mencurahkan keluh kesahnya. Menangis di dada Badai.
"Hey ngelamun?" tanya Badai, ketika lelaki itu telah selsai mengobati Milly.
Milly menunduk, "sekarang kamu pergi." lirih Milly, Badai mampu mendengarnya.
"Mill--"
"Pergi Dai!" seru Milly, Badai tak mampu menolak kemauan Milly.
"Ingat Mill, seberapa besar masalah kamu, kamu bisa berbagi sama aku." kata Badai sebelum pergi.
Milly masih menunduk, perempuan itu mendongakan kepalanya ketika Langkah Badai sudah tidak ia dengar. Milly menangis, "aku cuma nggk mau kamu kenapa-napa. Kamu berhak bahagia, kalau aku enggk mungkin bahagia." lirih Milly.
Perempuan itu memilih mengambil silet, dan menyingkap lengan bajunya. Milly tersenyum melihat berapa banyak goresan dengan darah yang keluar.
Tampaknya Milly mempunyai hoby baru, Self- Injury....
●●●●
VOTE + COMMENT
SEMAKIN BANYAK COMMENT SEMAKIN CEPAT UPDATE.FOLLOW IG AKU
@mya.ng04FOLLOW AKUN
WATTPAD KU JUGA.MAAF KUEN TYPO!
MAYANG😎
30 NOVEMBER 2019
❤❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT ✔
Short StorySeperti Hal nya Laut Mediterania, dan Laut Atlantik dua air Laut di Teluk Alska yang tak pernah bisa menyatu. Layak nya Katerdal dan Istiqal, hanya mampu bersebrangan tanpa bisa bersatu. Lalu bagaaimana dengan kita? Kita yang berbeda? WARNING!!⚠⚠ C...