DIFFERENT'15

3.7K 227 17
                                    

Milly merasakan pusing yang luar biasa. Perempuan itu masuk kedalam rumahnya. Orang tuanya belum pulang, mungkin satu atau dua bulan lagi. Milly terduduk lesu, di sofa ruang tamu, sepi, dan senyap. Tak ada satu pun suara yang ia dengar.

Milly benci, benci dengan hidupnya yang begini. Ia benci mengapa harus dirinya yang menerima beban seperti ini. Kenapa tuhan begitu jahat dengannya? Kenapa?

Milly bangkit, lalu berjalan menuju kamarnya. Suara langkah kaki beradu dengan lantai. Langkah Milly terhenti,

"Aku sayang banget sama kamu Nath, kamu jangan tinggalin aku ya."

"Aku juga sayang sama kamu Jess, dan aku nggk akan tinggalin kamu."

Air mata Milly meluruh, hancur? 

Milly mengintip dari balik tembok, melihat kakaknya dan Nathan sedang bercumbu. Milly kira, Jessi sudah tidak lagi memiliki hubungan dengan Nathan. Namun, kenyataannya berbeda, mereka masih memiliki hubungan di belakangnya.

Bukan, Milly tidak cemburu hanya saja. Perempuan itu meratapi hidupnya yang begitu miris. Milly menuduk menangis di balik tembok kamar Jessi.

"Huek...."

Milly bangkit lalu belari menuju kamarnya. Perempuan itu masuk kedalam kamar mandi. Milly memuntahkan semua isi perutnya. Setelah itu ia mengusap lembut bibirnya dengan air. Tak lupa juga dengan wajahnya.

Milly menatap wajahnya di cermin, melihat wajah pucat di depannya. "Kenapa kepala ku pusing, dan..."

"Huekkkk...."

Lagi, Milly memuntahkan isi perutnya. Milly kembali membasuh wajahnya. Perempuan itu berjalan dengan lesu kearah ranjang kamar. "Sepertinya aku masuk angin. Lebih baik aku istirahat." ujar Milly lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.

Baru saja akan memejamkan mata, deringan ponsel membuat perempuan itu melirik sekilas benda persegi panjang itu. 'Badai' satu nama yang ada di atas layarnya.

Ingin sekali, Milly mengabaikan panggilan itu. Namun dia juga rindu, rindu dengan Badai. Tanpa pemikiran lebih jauh, Milly mengangkat telpon tersebut.

"Halo?!"

Aku kira nggk kamu angkat lagi.

"Kenapa?"

Aku rindu, bisa kita bertemu?

"Dai, aku takut kalau ada anak buah Papi yang liat kita. Aku takut kalau kamu kenapa-napa."

Hufttt...ya sudah, tidak pa-pa aku ngerti. Biarkan saja rindu ini aku simpan sendiri, aku sayang kamu Mil.

Milly terdiam, tangannya seakan tak kuat untuk mengenggam ponselnya lagi. "Maaf Dai, aku rindu kamu, aku juga sayang kamu."

Kata Milly sebelum mematikan sambungan teleponnya. Milly menatap nanar ponsel di tangannya. "Maafin aku Dai," ujar Milly dengan senyuman tipisnya.

***

Badai menatap ponsel di tangannya, bibirnya sedikit tertarik. Kala mengingat kejadian tadi, dimana Milly mengatakan bahwa Milly merindukan dirinya dan juga menyanyangi dirinya.

"Semoga allah menyatukan kita," kata Badai dengan senyuman tulusnya.

Ponsel Badai berbunyi, satu pesan masuk terlihat di layar ponsel. 'Ainun' Badai segera membuka pesan tersebut.

Ainun

Assalamualaikum Badai,
Lembar skripsi kamu ketinggalan di meja, tadi ada yang menitipakannya kepada ku.

DIFFERENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang