Milly menatap Badai, lelaki itu tengah tersenyum kepadanya. Malu, Milly sangat malu di lihat oleh Badai. Membuat perempuan itu menundukkan wajahnya. Badai memegang kedua bahu Milly. "Kenapa?" tanya Badai.
"Malu,"
Badai tersenyum, lalu memeluk tubuh Milly. "Hari ini, aku bahagia... " kata Badai masih dengan posisi yang sama.
"Aku, lebih bahagia... " balas Milly menenggelamkan wajahnya pada dada Badai. Untuk beberapa saat, keduanya saling memeluk. Setelah itu, mereka melepaskan pelukan mereka.
"Maaf Mil, aku cuma bisa kasih rumah sederhana ini. Tapi aku bakal kerja lebih keras lagi, agar kita hidup lebih layak," kata Badai.
Milly menangis melihat betapa Badai yang sangat mencintainya. "Dai, kenapa kamu baik banget?" kata Milly dengan suara tangis yang tertahan.
"Harusnya, harusnya kamu gak perlu ngelakuin semua ini... " sambung Milly, kini tangisnya benar-benar pecah.
"Hiks... Hiks.... Aku cuma, beban buat kamu..."
"Mill, kamu jangan ngomong kek gitu. Kamu itu berlian, berlian buat aku, berharga buat aku, dan kamu segalanya buat aku."
"Dai aku--"
"Sttt, aku gak perduli, karena semua itu bukan salah kamu..." potong Badai lalu memeluk kembali tubuh Milly.
"Satu kalimat, yang mungkin gak akan berubah sampai kapan pun," kata Badai.
"Aku Cinta kamu," sambung Badai lalu mengecup kening Milly.
"Aku lebih Cinta kamu Dai," balas Milly.
"Kita bahagia bersama 'ya," kata Badai Milly menganggukkan kepalanya.
"Yuk masuk," ajak Badai, mereka masuk kedalam rumah mereka. Milly tersenyum ketika tangan Badai menggenggam tangannya. Rumah mereka hanya berisikan satu kamar, dengan dua ruangan lainnya yaitu dapur dan ruang tamu.
"Kita sholat isya dulu 'ya. Nanti aku ajarin baca al-qur'an..." kata Badai, mata Milly berbinar ia ingin sekali belajar membaca Al-qur'an.
"Aku mau," kata Milly cepat.
"Ya udah ayo kita ambil wudhu," ajak Badai.
"Eh tapi sebelum itu, aku mau ganti baju dulu ya," kata Milly berjalan kearah pintu lemari.
"Ya udah, aku tunggu di luar... " kata Badai lalu keluar dari kamar mereka. Milly menganti bajunya dengan piyama tidur. Wanita itu juga menggunakan jilbab instan yang di berikan oleh ibu Ida tadi. Katanya itu sebagai hadiah untuknya.
Milly keluar kamar, melihat ada Badai yang sudah berganti pakaian menjadi baju koko. Entah sejak kapan lelaki itu berganti baju. "Sudah?" tanya Badai. Milly mengangguk, mereka pun berjalan ke belakang rumah untuk mengambil air wudhu. Badai menimba air di sumur, lalu memasukkannya pada guci besar, di bawah guci itu ada sebuah lubang kecil.
"Kamu dulu," ucap Badai. Milly mulai berwudhu, sebelumnya ia sudah pernah belajar wudhu dari Badai. Dia juga sering melihat orang berwudhu dan memperhatikannya.
"Udah bener belum tadi?" tanya Milly seraya tersenyum. Badai membalas senyuman Milly.
"Udah, sayang... " balas Badai membuat wajah Milly bersemu merah.
"Doanya sudah hafal?" tanya Badai.
"Doa apa? Niat wudhu? Tadi aku udah baca," kata Milly.
"Bukan, doa setelah wudhu... " balas Badai.
"Ha? Emang ada?" tanya Milly.
"Ada dong, nanti aku ajarin... " ucap Badai, Milly mengangguk. Lalu berjalan lebih dulu untuk masuk kedalam rumah.
Milly masuk kedalam kamar, ia memakai mukena yang tadi sebagai mas kawinnya. Milly menatap kearah kaca, menatap wajah putih bersih, dengan balutan mukenah. Seketika, Milly ingat. Ingat dengan masa kecilnya dulu bersama Ayumi, Hirosi, serta kedua saudaranya.
Air mata Milly tidak mampu di tahan, ia turun begitu saja. Bohong jika Milly tidak merindukan kedua orang tua dan kedua kakaknya. Yah, Milly sangat-sangat merindukan mereka. Kini semua berbeda, Milly sudah berbeda. Ia sudah menentukan jalannya sendiri untuk masuk islam.
"Mil?" panggil Badai membuat Milly segera mengusap air matanya. Lalu tersenyum kepada Badai.
"Kenapa?" tanya Badai.
"Gak, gak pa-pa kok... " jawab Milly seraya tersenyum. Badai tau, Milly berbohong kepadanya. Namun ia lebih memilih untuk diam.
"Ya sudah, ayo mulai sholatnya... " ucap Badai. Milly mengangguk lalu mengelar sajadah di belakang Badai. Mereka pun melaksanakan sholat isya. Setelah selsai sholat, Milly berdoa kepada Allah. Begitu juga dengan Badai.
"Jadi ngajinya?" tanya Badai yang sudah menatap Milly. Milky mengangguk, ia mengambil sebuah al-qur'an. "Lebih baik kamu pahami huruf hijaiyah dulu, pakai ini dulu," kata Badai memberikan Milly iqro.
"Iqro?" tanya Milly.
"Iya, ini salah satu buku panduan belajar membaca al-qur'an," jelas Badai. Milly mengangguk.
"Kita mulai, ini Alif, Ba, Ta, Tsa..."
"Alif, ba, Ta, Tsa... " ucap Milly meniru kata yang di ucapkan oleh Badai. Mereka belajar, huruf hijaiyah malah itu.
"Dai, huruf yang ini Dzal? Apa Dal?" tanya Milly menunjuk kedua huruf yang sama.
"Yang polos ini Dal, terus yang kek ada titik satu ini Dzal," jelas Badai. Milly mengangguk paham.
Milly sudah menguap, membuat Badai menatap kearahnya. "Udah ngantuk?" tanya Badai.
Milly menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, besok lagi belajarnya. Sekarang tidur." Milly hanya mengangguk. Saat Milly akan membuka jilbabnya, Badai melarangnya.
"Mil, jangan buka jilbab kamu," ucap Badai. Membuat Milly terdiam.
"Loh kenapa? Kamu kan suami aku," kata Milly.
"Sudah tidak pa-pa di pakai saja," kata Milly membuat Milly menganggukkan kepalanya.
Milly naik keatas kasur, yang sama sekali tidak empuk itu. Lalu di susul oleh Badai. "Sini," kata Badai ketika lelaki itu merebahkan tubuhnya.
Badai menyuruh Milly untuk bantalan dadanya. Milly menurut ia tertidur dalam pelukan Badai. Badai mengecup Puncak kepalanya Milly yang di lapisi oleh jilbab miliknya.
"Good night," bisikan lembut itu terdengar.
Milly tersenyum bahagia, karena ia sudah merasakan bahagia bersama Badai.
***
"Gimana Mas? Mas belum dapat info mengenai Badai?" tanya Tyas panik.
"Belum Ay, kamu tenang dulu 'ya," ucap Damar menenangkan Tyas.
"Gimana aku bisa tenang, aku gak tau dimana anak aku..." kata Tyas seraya menangis.
"Nanti aku cari lagi dia," balas Tyas mengusap lembut bahu Tyas.
"Apa aku minta Samudra buat cari dia?" tanya Tyas kepada Damar.
"Jangan Yas, Samudra lagi tugas. Jangan kamu bebankan ke dia... " ucap Damar.
"Aku tau Mas, mas ingat sama anaknya Nadera?" tanya Tyas kepada Damar.
"Yang kuliah bareng Badai itu?" tanya Damar. Tyas menganggukkan kepalanya.
"Iya Ainun, dia lumayan dekat dengan Badai. Kan waktu itu dia yang kasih tau kita, kalau Badai masuk rumah sakit... " ucap Tyas.
"Nomornya aku masih ada," ucap Tyas mengecek ponselnya.
"Aku telpon sekarang... "
****
Vote + comment
Semakin banyak comment
Semakin cepat update.Maafkuen typo!
Follow IG aku @mya.ng04
Follow akun wattpad ku juga.
Mayang 😎
24 April 2020
❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT ✔
Krótkie OpowiadaniaSeperti Hal nya Laut Mediterania, dan Laut Atlantik dua air Laut di Teluk Alska yang tak pernah bisa menyatu. Layak nya Katerdal dan Istiqal, hanya mampu bersebrangan tanpa bisa bersatu. Lalu bagaaimana dengan kita? Kita yang berbeda? WARNING!!⚠⚠ C...