DIFFERENT' 24

2.4K 238 13
                                    

Matahari mulai menampakkan wujudnya. Membuat perempuan berbadan dia itu tersenyum. Perempuan dengan baju gamis serta jilbabnya yang lumayan besar itu berjalan seraya membawa rantang berisikan makanan untuk suaminya.

Emilly Jevlyn, perempuan berdarah Jepang itu sudah mulai bisa dengan kehidupan barunya. Mulai dari perut yang sudah membuncit, pakaian yang ia kenakan, sampai dengan kegiatannya sebagai ibu rumah tangga. Milly sudah biasa menggoreng ikan walau minyak panas mengenai kulit putih mulusnya. Ia juga sudah biasa mencuci pakaian menggunakan kedua tangannya.

Tidak. Tidak ada lagi seorang Milly yang manja dan tidak mengerti pekerjaan rumah. Milly sudah bisa melakukan semuanya. Kandungan Milly sudah 9 bulan, dan perempuan itu memerlukan jalan kaki yang banyak. Agar ketika ia melahirkan dengan lancar.

Dari ujung jalan, ia melihat sosok sang suami yang tengah mencangkul tanah. Badai, mau berkerja apa saja, agar bisa menghidupi Milly. Belum lagi beberapa minggu lagi Milly akan melahirkan. "Assalamualaikum Mas. Makan dulu yuk, aku udah masak makanan kesukaan kamu... " ucap Milly kepada Badai.

"Taro sana aja yang. Bentar lagi 'ya," balas Badai lelaki itu masih melakukan pekerjaannya.

Milly berjalan kearah gubuk kecil. Lalu membuka satu persatu rantang yang ia bawa tadi. Lalu pandangan matanya beralih kepada Badai. Lelaki itu sekarang nampak jauh lebih hitam, karena sering tertapapar sinar matahari.

Milly terdiam. Demi dirinya, Badai menjadi seperti itu. Harusnya ia menjadi seorang dokter sekarang. Lelaki dengan pakaian jas putih, berada di ruangan AC dan tentunya lebih dari apa yang sekarang ia kerjakan. Karena asyik melamun, Milly tidak sadar kalau Badai sudah ada di depannya.

"Hey? Kenapa? Melamun?" tanya Badai mengatur nafasnya. Bahkan lelaki itu juga duduk di sebelah Milly. Milly tersenyum tangannya terangkat itu menyeka keringat demi keringat yang ada di wajah Badai. Tanpa rasa jijik tentunya.

"Sayang? Kenapa?" ucap Badai begitu lembut.

"Capek banget 'ya? Nanti seusai makan, aku pijitin." Milly masih menyeka keringat di wajah Badai.

"Kamu gak perlu ngelakuin itu,"

"Kan kewajiban aku." Milly menatap Badai. Badai tersenyum, lalu mengusap perut buncitnya Milly.

"Masih suka nendang-nendang?" tanya Badai.

"Masih. Dia aktif banget," ucap Milly tersenyum karena usapan halus di perutnya.

"Mas, sarapan dulu 'yuk. Kan mas udah kerja dari tadi," ajak Milly. Badai hanya mengangguk, lelaki itu pergi untuk cuci tangan di aliran air yang tidak jauh dari gubuk mereka. Sementara Milly menyiapkan makanan.

"Kamu udah makan yang?" tanya Badai yang baru selesai mencuci tangan.

"Udah. Kok mas," jawab Milly. "Sekarang Mas makan yang banyak," ucap Milly memberikan makanan yang sudah ia siapkan.

"Hm, ikan bakar sama sambel terasi. Ala Bunda Milly." Milly terkekeh mendengar penuturan Badai. Badai makan dengan lahap. Milly mengamati semua tentang Badai. Hidup Milly bahagia, sangat bahagia dengan Badai. Walaupun mereka hidup di bawah garis ke miskinan. Tetapi bagi Milly itu semua tidak penting. Yang terpenting adalah, hidup bahagia bersama orang yang ia cinta.

****

"Sialan! Kerja kalian ini apa?! Sudah 6 bulan tapi sama sekali tidak membuahkan hasil!" ucap Hirosi kepada anak buahnya. Mereka semua menunduk tidak ada yang berani untuk menatap Hirosi.

"Apa yang kalian lakukan ketika saya memberi tugas?!" Lagi terdengar suara yang sangat mengerikan dari Hirosi.

"Maaf tuan, tapi kami sudah mencari keseluruh wilayah bahkan ke kota lain. Namun tetap saja tidak di temukan," ucap salah satu dari mereka. Hirosi berjalan kearah anak buahnya yang bersuara tadi. Lalu mencengkram kuat kerah bajunya.

"Apa kamu kata 'kan? Bukankah saya tidak ingin mendengarkan kalimat 'itu?" ucap Hirosi, urat lehernya hingga terlihat.

Bugh

Pria berbadan kekar itu jatuh tersungkur dj lantai akibat pukulan dari Hirosi. "Saya tidak mau tau! Kalian harus cepat temukan anak saya! Kalau tidak, kalian yang akan saya habisi." Penekanan di setiap kalimat membuat para anak buahnya bergidik ngeri. Satu yang mereka tau, Hirosi tidak pernah main-main.

***

"Harusnya, sekarang usia kandungan lo udah 9 bulan Mill. Dan itu artinya sebentar lagi anak gue bakalan lahir... " ucap lelaki dengan botol bir di tangannya.

Lelaki itu tertawa. Kadar alkohol yang tinggi mempengaruhi kesadarannya. "Gue cinta sama lo Mil, kenapa lo tinggalin gue?" ucap Nathan.

"Hahaha.... Untung saja gue sempet hamilin lo. Jadi kita masih punya peluang untuk bersama." Lagi Nathan masih meracu sendiri. Sementara itu gadis di balik pintu kamar Nathan menatap dengan tetesan air mata di pipinya.

"Lo jahat Nath," lirihnya tetesan air di pipi itu terus menetes.

Clek....

Gadis itu memilih untuk membuka knop pintu kamar Nathan. "Nathan," ucap gadis itu. Nathan menatap gadis cantik di depannya.

"Aku kangen sama kamu," ucap gadis itu lalu memeluk tubuh Nathan. Nathan terdiam, seraya tertawa. Jessi melepaskan pelukannya.

"Nath, ini aku Jessi tunangan kamu," ucap gadis itu. Sementara Nathan masih tertawa kencang.

"Lo tunangan gue? Gak salah? Tunangan gue itu Emilly Jevyn. Bukan lo! Jalang...." ucap Nathan menakan satu kata di akhir kalimat.

Setetes air mata jatuh di pipi Jessi. Hatinya sakit di katai jalang oleh orang yang sangat ia cintai. Orang yang ia harapkan bisa membuatnya bahagia, namun malah sebaliknya. "Nath, aku hamil.... " lirih Jessi menatap Nathan dengan kedua mata  berair.

Tidak menjawab. Nathan hanya tertawa. "Lo tau? Selama ini lo hanya jadi batu loncatan gue. Gue emang dendam sama Milly. Makanya gue rusak dia, gue hancurin dia. Dan dengan cara apa? Dengan cara deketin lo..... Hahahahaha.... Gue gak pernah suka sama lo. Apa lagi lo adalah seorang 'jalang' bisa jadi itu bukan anak gue. Eh tunggu dulu bukannya kemarin lo habis di pake rame-rame sama bodyguard Papi lo ya?"

Di tampar oleh bodyguard Papinya? Bahkan kata-kata dari Nathan jauh lebih menyakitkan. "Apa salah gue?" lirih Jessi yang hanya bisa menangis. "Apa gue gak pantes bahagia?" sementara Nathan hanya acuh. Lelaki itu mengangkat kedua bahunya.

Plakkkk

Jessi melayangkan tamparan keras pada wajahnya Nathan berharap lelaki itu sadar. "Sadar Nath, gue?! Gue orang yang selalu ada buat lo. Gue orang yang bahkan lebih milih lo dari pada adek gue. Gue orangnya Nath!  Bukan Milly!" teriak Jessi bahkan suaranya hampir habis.

"Dan gue? Gak pernah minta lo buat perduli sama gue?!"

Sudah. Sudah hacur hati Jessi. Gadis itu berdiri lalu pergi meninggalkan Nathan.

****

"Gue tau, tenang sama tuhan lebih baik. Gue tau mati lebih baik. Dunia begitu kejam, kejam sama gue. Si anak pelakor yang tidak pernah di perdulikan."

"Mill, hidup lo beruntung. Gak kayak gue...."

*****

Jangan lupa vote dan comment

Semakin banyak comment
Semakin cepat update.

Maaf kuen typo!

Follow IG aku @mya.ng04

Follow akun wattpadku juga.

Mayang 😎
12 Mei 2020
❤️❤️❤️❤️

DIFFERENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang