Perempuan itu sudah siap dengan seragam susternya. Mulutnya tertutup masker, agar tidak seorang pun tau bahwa itu dirinya. Suster itu berjalan menyusuri koridor rumah sakit.
Hingga ia sampai di ruangan Melati nomor 27. Suster itu sedikit mengintip. Untuk memastikan hanya ada pasien. Tanpa ada orang lain. Ia menggerutu kesal. Ketika di dalam ruangan itu ada orang lain selain pasiennya.
"Sial! Badai di sana lagi," gumamnya. Otaknya berpikir keras. Perempuan itu menyandarkan kepalanya pada dinding.
Mengintip pasangan suami istri tersebut. Beberapa menit menunggu, Badai beranjak dari duduknya. Lalu mengecup kening Milly.
"Nanti, aku kesini lagi. Jangan kemana-mana sendiri kalau gak sama dokter atau suster," ucap Badai. Mengusap rambut Milly.
Milly hanya tersenyum, dengan bibir yang terlihat pucat. Badai melangkah, namun langkahnya terhenti. Lelaki itu berbalik, lalu memeluk Milly lagi.
"Kenapa Dai?" ucap Milly membalas rengkuhan tubuh Badai.
"Aku gak bisa tinggalin kamu Mill," ucap Badai yang masih dalam dekapan Milly.
"Ya ampun, Dai. Kan kamu cuma pulang nengok Audy," ucap Milly terkekeh geli.
"Tapi aku takut," ucapnya menggenggam tangan Milly.
"Apa yang kamu takut, kan?" ucap Milly yang kini mengusap kepala Badai dengan penuh kasih sayang.
"Gak tau, feeling aku gak enak."
"Dai, aku gak akan kenapa-napa. Kan aku di sini di jaga sama suster, dokter, pasti mereka jagain aku." Milly mengusap memainkan rambut Badai. "Kamu gak perlu khawatir, Allah juga pasti jagain aku," sambung Milly.
Badai mengangguk, "Maafkan aku kalau aku seperti anak kecil. Aku cuma takut kehilangan kamu lagi."
"Aku ngerti kok, sekarang kamu pulang, temuin Audy dulu. Nanti ba'da maghrib kamu kesini. Jangan lupa bawa Audy. Aku kangen banget sama Audy," ucap Milly tersenyum.
Badai berdiri dari tempatnya. Lalu mengecup kening Milly dan pergi meninggalkan ruangan Milly. Milly menghembuskan nafasnya, menatap sosok lelaki yang sudah hampir dua tahun menjadi suaminya.
"Terimakasih untuk semuanya, Badai," gumam Milly lirih.
Sementara itu, Jessi yang mengetahui Badai sudah pergi dari ruangan Milly seketika bersembunyi. Guna menghindari Badai. Jessi mengintip di sela-sela dinding yang, tempat persembunyiannya.
Senyum iblisnya terbit di balik masker. Perempuan itu kembali memastikan semuanya. Dan benar, Badai telah pergi.
"Saatnya beraksi," gumam Jessi lalu masuk keruangan Milly.
Milly terkejut melihat seorang suster berjalan menghampirinya. Suster itu mengunakan kursi roda. "Selamat sore bu, hari ini jadwal ibu untuk jalan-jalan sore," ucapnya ramah.
Milly mengerutkan keningnya bingung. "Loh sus, emang ada jadwal jalan-jalan sore, ya?" cetus Milly.
"Ada bu, ini baik untuk kesehatan ibu," jawabnya dengan suara yang di samar-samar kan.
"Tapi sus, saya lagi gak mood buat jalan-jalan. Kapan-kapan aja deh," ucap Milly.
"Emang ibu tidak bosan? Di sini ibu hanya sendiri loh." Jessi mengeluarkan bujuk rayunya.
Hati dan otak Milly berdebat. Manakah yang harus ia turuti?
"Ayo bu, saya juga akan membawa ibu ke suatu tempat yang sangat indah," ucap Jessi lagi.
"Ya sudah, saya ikut suster," ucap Milly tersenyum kepada suster tersebut.
Dibalik maskernya, Jessi tersenyum senang. Akhirnya impiannya untuk membunuh Milly bisa di laksanakan. Dengan hati-hati Milly naik ke kursi roda yang di bawa oleh Jessi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT ✔
Short StorySeperti Hal nya Laut Mediterania, dan Laut Atlantik dua air Laut di Teluk Alska yang tak pernah bisa menyatu. Layak nya Katerdal dan Istiqal, hanya mampu bersebrangan tanpa bisa bersatu. Lalu bagaaimana dengan kita? Kita yang berbeda? WARNING!!⚠⚠ C...