"Ochie. Sudah lah, cowok kayak Richan itu enggak pantas ditangisi" Ucap Jenny mencoba menenangkan Rosie.
Sudah sekitar 1 jam Rosie menangis dikamar Jenny, Jenny yang melihatnya pun merasa tidak tega namun gadis itu juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain menenangkan Rosie.
Gadis bersurai blonde itu mendunduk, sesegukan mencoba menahan tangis, terasa berat dan begitu menyiksa.
"Gue harus gimana Jen, gue takut pulang kerumah, Richan pasti bakal cari gue disana" Lirih Rosie, matanya sudah menyipit karena menangis terlalu lama.
Rosie sudah menceritakan semua yang terjadi pada hubungannya bersama Richan kepada Jenny. Seakan mengerti dengan apa yang sedang dirasakan oleh sahabatnya itu, Jenny pun merasa jengah, ada sengatan kecil dihatinya yang membuatnya meringis.
Jenny juga ingin membantu tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Gadis berpipi tembam itu menghela napas berat lalu mengalihkan atensinya pada kaki yang kini menggantung ditepi tempat tidur, dengan keadaan yang seperti ini Jenny tidak mungkin bisa membantu Rosie. Kalau pun bisa, dia harus menunggu waktu yang tepat.
Gadis itu menggeleng, mengusap punggung Rosie. "Semua masalah pasti bakal ada jalan keluarnya Chie. Mungkin saat ini semesta sedang memihak ke Richan, tapi besok? Bisa aja semesta langsung ninggalin Richan dan beralih ke lo. Kita cuma harus nunggu giliran aja, dan selama itu lo harus benar-benar belajar meyakinkan hati lo buat berhenti mencintai Richan, menurut gue dia sama sekali enggak pantas buat lo"
Gadis bersurai blonde itu mengangkat wajahnya, melirik Jenny dengan tatapan yang sulit diartikan, Jenny mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Lo nggak bisa?" Sambung Jenny lagi.
Buru-buru menggeleng. Rosie menyeka air matanya dan berdiri lalu mengambil tempat duduk disebelah Jenny. "Gue kangen sama dia" Ucapan itu mencelos begitu saja tanpa pemikiran yang matang, Jenny melotot sedangkan Rosie kembali menunduk.
"Are you kidding me?! Buat apa kangen sama orang yang sudah nyakitin lo? Gue yakin diluar sana masih banyak cowok baik yang pantas berada disamping lo" Jenny membantu menyeka air mata Rosie. "Sudah lupain Richan, gue punya banyak kenalan yang lebih oke dari Richan, nanti gue kenalin ke lo. Ya?
Rosie hanya diam, seakan tidak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh Jenny, pikirannya saat ini sudah dipenuhi oleh Richan. Katakan Rosie tidak waras karena itulah kenyataannya.
Rosie merasa sedang diantara ketakutan dan kerinduan.
Disatu sisi Rosie ingin lepas dan disatu sisi lain Rosie merasa tindakannya hari itu terlalu gegabah hingga membawa dirinya ketitik ini.
Namun sekali lagi Rosie ingin mencoba, mencoba untuk mengapuskan rasa cintanya pada Richan dan dia berharap akan berhasil melakukannya.
"Lo nggak usah repot-repot, lagi pula sekarang gue mau menikmati waktu sendiri dulu" Tolak Rosie secara halus.
Jenny mengubah posisinya menghadap Rosie. "Oh ayolah. Sendiri itu nggak enak sama sekali, lo terlalu sempurna untuk disia-siakan. Come on. move on and forget all about Richan. Okay?"
Rosie menghela napas berat, mengerjapkan matanya lalu menghilangkan bekas air mata yang sudah terlihat mengering dikedua pipinya, dia menatap Jenny dengan senyum tipis. "Gue boleh tidur disini nggak? Buat malam ini aja"
Yang diajak bicara langsung mengangguk antusias. "Boleh banget!"
"Chie, hp lo bunyi terus. Kayaknya ini telepon penting banget deh" Jenny sedikit berteriak, memanggil Rosie yang tengah membersihkan diri dikamar mandi.
"Dari siapa?" Teriak Rosie dari dalam kamar mandi.
Yang ditanya pun langsung melirik ponsel yang sedari tadi tergeletak disebelahnya, matanya menyipit kala membaca sederet nama yang tercantum disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intricate✔️
Romance[COMPLETED] Rosie sudah menjalani hubungan bersama Richan selama 3 tahun. Selama itu pula Rosie harus bertahan dengan sikap tempramental dari seorang Richan. Awal yang dibalut dengan kesan hangat itu perlahan berubah seiring berjalannya waktu, Richa...