"Chan?" Rosie langsung berjalan mendekati Richan, memeluk tubuh laki-laki itu dengan erat, meski mendapat penolakan dari Richan, Rosie tidak akan melepaskan pelukan itu.
"Pergi" Lirih Richan, suaranya begitu lembut, kepalanya juga masih menunduk, dia bisa menebak bahwa yang saat ini memeluknya adalah Rosie, tebukti dari bau strawberry yang menyeruak menusuk hidung, bau khas seorang Rosienna Sheakilla.
Richan tahu seharusnya dia tidak seperti ini, seharusnya dia tidak menolak apalagi menghindar dari pelukan yang begitu ia rindukan, harusnya kedua tangannya juga membalas pelukan itu, tapi kini dia sadar, sadar bahwa gadis yang ada dihadapannya kini bukan lagi gadisnya.
Richan menghela napas berat, mencoba menjauhkan kedua tangan milik Rosie itu dari tubuhnya. "Pergi- aku enggak bakal marah tapi aku mohon, pergi. Jangan biarin aku tenggelam lagi dalam harapan yang kamu buat, harapan yang bisa mematahkan semua asumsi bahwa kamu juga cinta sama aku. Aku mohon pergilah, jangan bertingkah seolah-olah kamu peduli, padahal kamu orang pertama yang membiarkan aku mati dalam harapan yang nggak pasti"
Rosie menggeleng samar. "Enggak. Kamu salah paham, semua yang kamu lihat hari itu enggak kayak apa yang kamu pikirin, itu beda"
Richan terdiam, hanya kesunyian yang merajai dan deru napas yang kini tak beraturan yang menjadi saksi.
"Chan-" gadis bersurai hitam itu semakin mempererat pelukannya, membenamkan wajahnya diceruk leher Richan, sekarang mereka sama-sama dalam posisi duduk dilantai. "Do you miss me?" Bisik Rosie tepat ditelinga Richan.
Namun lagi-lagi Richan terdiam, seperkian detik kemudian kepalanya mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rosie.
Kedua sudut bibir Rosie terangkat, melengkungkan sebuah senyuman, ada perasaan lega ketika Richan mengangguk, itu artinya tidak hanya dia yang menyimpan kerinduan, tapi Richan juga. Kali ini Rosie berterima kasih pada semesta karena telah berhasil membantunya kembali kerumah yang sempat dia tinggalkan.
Rosie melepaskan pelukannya, kedua tangannya terulur mengelus kedua pipi Richan. "Lihat aku- please"
Dengan sedikit bantuan dari kedua tangan Rosie, Richan mengangkat wajahnya, namun masih tidak berani menatap wajah Rosie.
"Lihat mata aku"
Perlahan tapi pasti, bola mata yang sedikit bergetar itu berhasil menatap kearah Rosie, lebih tepatnya menatap kedua matanya.
Rosie mendekatkan wajahnya, sedikit menghapus sedikit jarak diatara mereka. "Kamu percaya kan sama aku? Kamu salah paham, dia- dia memang ngajak aku pacaran, tapi aku enggak terima" Jemari Rosie perlahan menelusuri permukaan wajah Richan, diujung mata sebelah kanannya lebam, sudut bibir sebelah kirinya sedikit sobek serta hidung yang sudah mengeluarkan darah yang perlahan mengering.
Rosie memperhatikan semua itu dengan tatapan prihatin. "Kenapa jadi begini?"
Richan tersenyum kecut. "Aku pikir setelah dijodohkan, aku enggak akan kehilangan Arra seperti aku kehilangan kamu, aku juga berpikir kalau sudah dijodohkan artinya dia benar-benar udah jadi milik aku, jadi aku berusaha mempertahankan dia karena dia milik aku, tapi mereka malah memperlakukan aku begini"
"Mereka siapa?"
"Mantan pacar Arra sama teman-temannya, dia bilang bahwa sampai kapanpun Arra cuma milik dia dan enggak akan pernah jadi milik aku sekalipun kami udah dijodohin"
Masih saling menatap, kini salah satu tangan Rosie pindah merapikan beberapa helai rambut Richan yang sudah berantakan. "Terus kenapa kamu enggak lawan?"
"Dia mirip aku, Rosie. Yang enggak mau lihat kamu sama cowok lain, jadi kalau aku lawan itu sama aja aku lawan diri aku sendiri dan- aku juga udah janji kalau aku bakal berubah, aku bakal ngendaliin emosi aku, itu kan yang kamu mau? Jadi aku enggak mau lawan mereka" Suara itu terdengar begitu menyakitkan seolah ada yang menghantam dada Rosie menggunakan batu yang sangat besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intricate✔️
Romance[COMPLETED] Rosie sudah menjalani hubungan bersama Richan selama 3 tahun. Selama itu pula Rosie harus bertahan dengan sikap tempramental dari seorang Richan. Awal yang dibalut dengan kesan hangat itu perlahan berubah seiring berjalannya waktu, Richa...