[5]. Scariest place

2K 197 9
                                    

Hari ini juga Rosie akan pulang dari apartemen milik Kai, kini ketiganya sudah berada diluar dengan Kai yang langsung mengotak atik ponselnya untuk menghubungi taksi, namun ternyata Kai kalah cepat, ponsel Rosie lebih dulu berdering dan si penelponnya adalah Leon, Leon menawarkan diri untuk menjemput Rosie disana.

Tak butuh waktu lama, kendaraan roda empat berwarna hitam berhenti tepat ditempat ketiganya berdiri. Leon langsung turun dan membukakan pintu untuk Rosie, sebelum keduanya meninggalkan Kai dan Jennie, Leon mengucapkan terima kasih karena keduanya sudah bersedia menenangkan Rosie. Leon bersyukur setidaknya guratan senyum milik gadis itu kini kembali terlihat.

Leon mengendarai kendaraan roda empat miliknya dengan kecepatan standar, bannya menggilas aspal, menyusuri jalan yang sedikit lebih renggang dari biasanya. Tatapannya lurus kedepan, namun sesekali melirik Rosie.

"Kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Leon, suaranya begitu lembut menyapa indra pendengaran Rosie.

Rosie tersenyum tipis lalu mengangguk samar. "Aku nggak apa-apa, kak"

"Kalau gitu, kamu mau jalan-jalan sebentar, nggak?" Ajak Leon, atensinya kini berpusat kepada Rosie, menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh gadis itu.

Masih dengan senyum tipis yang menghiasi wajah manisnya, kali ini Rosie menggeleng. Tubuhnya seakan tidak semangat untuk melakukan apapun, Rosie menunduk, memilin ujung bajunya untuk menyalurkan ketakutan yang masih menyelimuti dirinya.

Ucapan serta bentakan yang dilontarkan oleh Richan sekan terngiang memekakkan telinga, gadis bersurai blonde itu mengusap kedua telinganya lalu melirik Leon.

"Aku mau pulang kerumah orang tua aku aja. Kalau Kak Leon nggak keberatan, kita bisa jalan-jalan dan makan-makan lain kali, aku yang traktir" Rosie melemparkan atensinya keluar jendela, semesta pun seakan ikut merasakan kesedihan yang disimpan oleh Rosie, berjuta-juta air hujan yang baru saja jatuh membasahi permukaan bumi dengan lebatnya diiringi semilir angin yang berhasil menggoyangkan beberapa ranting pohon disepanjang jalan.

Salah satu tangan Leon terulur, mengusap pucuk kepala Rosie. "Ya sudah. Nggak apa-apa. Dimana rumah orang tua kamu? Aku bakal antar kamu kesana, ti-"

"Kak.." Iris coklat gelap itu melayangkan tatapan sendu kearah Leon sehingga yang ditatap pun merasa iba. "Thanks"

Mendengar itu kedua sudut bibir Leon langsung terangkat membentuk sebuah senyuman, senyuman yang bisa membuat Rosie lega. Lega setidaknya masih ada orang yang begitu peduli padanya melebihi kepedulian orang tua pada anaknya.

Ah Rosie benar-benar merindukan keluarganya. Hidup terpisah dari orang tua membuat Rosie tumbuh menjadi seorang wanita yang tangguh -setidaknya- dia bisa menjadi mandiri karena sudah hampir 5 Tahun dia hidup sendirian.

Kesepian yang mendalam sudah pernah Rosie rasakan jauh sebelum pertemuannya dengan Richan hari itu. Dia pikir Richan membawa ketulusan yang akan membebaskan dia dari kesepian, namun nyatanya Richan malah membawa dia masuk kedalam jebakan yang telah dibuat dengan embel-embel cinta yang begitu memuakkan.

Hari-hari setelah berpisah dengan Richan pun Rosie kembali merasakan kesepian itu dan kini setelah Richan pergi, ada yang lebih pantas dan lebih menghargai dirinya sebagai perempuan untuk mengisi ruang sepi itu dan dia adalah Leon.

Semoga Rosie tidak salah. Leon memang tidak seperti Richan yang dapat membuatnya tertawa sepanjang hari, namun setidaknya Leon lebih bisa menjaga tanpa harus menyakiti seperti Richan.

Walaupun begitu, hati memang tidak bisa berbohong, kebencian yang Rosie salurkan seakan kalah telak dengan pikiran yang sudah dipenuhi oleh Richan, berengsek sekali, seakan tidak puas menyakiti raga kini ia kembali menyakiti jiwanya.

Intricate✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang