[4]. We broke up

2.1K 215 27
                                    

Pintu utama rumah Rosie sudah terbuka lebar, memperlihatkan tubuh kekar milik Richan yang tengah bersandar ditepinya, Rosie yang panik kala itu langsung berlari menuju kamarnya, mengunci pintu rapat-rapat dan berdiri dibelakangnya, mencoba menahan pintu itu agar tidak mudah terbuka.

Rosie tahu betul bahwa sekeras apapun dia menghindar, Richan tidak akan menyerah begitu saja, Richan akan membawanya kembali kedalam kurungan yang begitu menyesakkan itu.

Dan benar, seperkian detik kemudian, Richan sudah berdiri didepan pintu kamar Rosie, tangannya terus memukul serta mengoyang-goyangkan kenop pintu secara brutal.

Rosie yang ada didalamnya pun menunduk, kedua tangannya sebisa mungkin menahan walaupun dia tahu tenaganya tidak akan bisa mengalahkan tenaga Richan.

"Pergi!" Isak Rosie ditengah-tengah tangisannya. Dia tidak ingin menangis tapi suasana yang begitu menakutkan seakan memaksanya untuk mengeluarkan bulir bening itu dari ujung matanya.

Tubuh gadis itu melongsor kebawah, dia menunduk, menutup kedua telinganya dengan kedua tangan, dia sangat tidak ingin mendengar ucapan apapun yang keluar dari mulut Richan.

Hati serta tubuhnya masih terlalu lemah untuk melawan, pertahannya tidak akan bisa menahan keegoisan Richan sedikitpun.

Pukulan dipintu itu melemah, tidak ada lagi dentuman keras yang berasal dari kepalan tangan Richan disana. "Rosie. Buka pintunya, aku—" Richan merendahkan volume suaranya. "Aku— aku mau minta maaf ke kamu. Aku mohon"

Didalam sana, Rosie menyeka air matanya, sesegukan namun tidak ingin menjawab ucapan yang dilontarkan oleh Richan.

Dia terlalu lemah.

"Aku mohon. Aku benar-benar mau minta maaf ke kamu— aku janji nggak bakal ngelakuin hal yang bisa nyakitin kamu, aku janji— aku mohon" Suara itu terdengar begitu lirih, Richan mencoba meyakinkan Rosie sampai akhirnya ucapan itu dapat meluluhkan hati Rosie.

Mudah sekali.

Terserah jika ingin menganggap Rosie sebagai seorang wanita yang bodoh, Rosie memang sebodoh itu mempercayai ucapan Richan dengan mudah tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun.

Mungkin keputusan ini akan mendatangkan bencana yang lebih besar, tapi Rosie benar-benar tidak ingin membalas orang jahat dengan kejahatan. Karena mau bagaimanapun kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidak akan pernah selesai.

"Aku mohon, Rosie"

Rosie berdiri, tubuh lemahnya membuka pintu kamarnya secara perlahan, sosok yang pertama kali dilihatnya disana terlihat sangat berantakan, baju kaus berwarna abu yang dipakainya sudah terlihat begitu lusuh, kedua matanya juga tampak memerah seperti orang yang kurang tidur.

Rosie tertegun menatap wajah Richan dengan tatapan miris hingga yang ditatap juga kembali menatap, memperhatikan setiap inci lekukan wajah Rosie tanpa terlewat, Richan tersenyum, merengkuh gadis yang ada dihadapannya itu tanpa permisi.

Gadis bersurai blonde itu ingin memberontak, bersikeras melepaskan pelukan itu dari tubuhnya, entah dia yang terlalu lemah atau mungkin Richan yang memeluknya terlalu erat. Richan seakan tidak memberi ruang sedikit pun untuk Rosie melepaskan pelukan itu.

Pelukan itu semakin erat, Richan menunduk, membenamkan wajahnya diceruk leher Rosie.

"Aku merindukanmu—"

"Chan—" Tangan Rosie bergerak, hendak menjauhkan kepala Richan dari bahunya namun Richan malah mengecup pipi kanan Rosie tiba-tiba, iris coklat gelap milik Rosie membulat seketika.

"Aku beneran cinta sama kamu. Aku serius—"

"Nggak. Ini nggak bener, kita sudah putus—" Rosie mengucapkan serentetan kalimat itu penuh dengan penekanan namun tetap hati-hati.

Intricate✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang