⚜Chapter 2⚜

2.3K 210 57
                                    

"Dimana?"

Soobin mencoba untuk tetap tenang dan kembali memasak. Ia juga menyalakan speaker pada telfon agar perkataan sekretarisnya dapat terdengar dengan jelas.

"Torino, Italia." jawab Hansol.

"Ah―salah satu pusat bisnis di negara Italia. Apa saja yang sudah ia perbuat di sana?"

"Belum ada informasi tentang itu tuan. Saya akan mengabarkan lagi nanti."

"Begitu mendapatkannya, langsung beri tau padaku." tegas tuannya.

Telfon ditutup. Soobin kembali membuat makanannya sambil memikirkan tentang istrinya. Keberadaannya sudah ditemukan dan sekarang yang harus ia lakukan hanya bertemu dengan Jina di sana lalu membawanya pulang.

Namun besok adalah hari kedua HwaSoo bersekolah, tidak mungkin kan dirinya langsung meninggalkan anaknya begitu saja? Ia tidak mungkin menitipkan kepada Taehyun, karena Daeshim sedang demam.

Terlalu lama larut dalam pikirannya membuatnya tidak sadar kalau makanannya sudah selesai. Ia segera memindahkan nasi gorengnya dari wajan ke piring kemudian keluar dari dapur dengan dua piring yang penuh akan makanan.

"HwaSoo-ya, Hana-ya, ayo makan." panggil nya dari meja makan sedikit berteriak.

Kedua anak yang tadinya sibuk bermain kini berlarian ke arahnya, memeluknya sebentar lalu duduk di meja sambil menunggu yang lebih tua mengambil makanannya sendiri di dapur.

Setelah itu mereka makan bersama. Soobin sesekali merapihkan mulut anaknya yang berantakan karena nasi, juga mulut anak adik iparnya yang memiliki masalah yang sama. Ia tersenyum ketika melihat HwaSoo yang berceloteh tentang hari pertamanya sekolah dengan mulut penuh, sesekali mengingatkan untuk menelannya terlebih dahulu agar tidak tersedak.

"Hahu hahu, Hwahoo hehahar heheohang hang haaaaanga Hwahoo hayang!" seru nya dan dibalas dengan tawa kecil dari sang ayah.

"Ditelan dulu sayang."

Dengan cepat HwaSoo menelan makanannya, kemudian Soobin meminta nya untuk kembali menjelaskan apa yang tadi anaknya katakan.

"Lalu, HwaSoo menggambar seseorang yang saaaaangat HwaSoo sayang!" jelas nya.

"Dan siapa orang itu?" tanya sang ayah sambil merapihkan sudut bibir anak nya yang berantakan.

"Eomma!" seru nya.

Perkataan sederhana tapi sukses membuat hati Soobin sakit. Mata nya panas begitu pula hati nya―bak ditusuk seribu panah tak kasat mata. Sakit tapi tak berdarah.

5 tahun lamanya sang anak tidak bertemu dengan ibu nya sendiri dan ia menjadi single parent dengan waktu selama itu. Anaknya tidak tau apapun tentang ibu nya, karena ia masih kecil jadi ia dengan mudah terkena tipu daya sang ayah.

Soobin mengatakan kalau Jina sedang melakukan tugas yang sangat berat di luar negri dan tidak tau kapan akan kembali. HwaSoo percaya saja dengan perkataan ayahnya, tidak ada rasa curiga sedikitpun. Dan kepercayaan itu tetap kukuh sampai ia berumur 6 tahun.

"Hana juga menggambar eomma!" sahut saudaranya tidak mau kalah, membuat Soobin sadar dari lamunannya.

"Benarkah? Apa kalian menggambarnya dengan baik?" keduanya mengangguk cepat.

Yang lebih tua hanya tersenyum, lalu kembali memakan makanannya. Setelah makan, ia membawa piring kotor ke dapur kemudian membersihkannya. Lalu ia kembali menghampiri dua anak kecil yang sekarang sedang menonton TV di ruang tamu.

Soobin duduk di belakang HwaSoo sambil memangku nya. Sedangkan Hana berada di sebelahnya dengan mata yang fokus dengan tontonan TV.

Tak lama setelahnya mata HwaSoo sedikit menutup, mengantuk karena AC yang menyala juga tontonan TV yang menurutnya membosankan. Menyenderkan kepalanya pada dada sang ayah lalu tertidur pulas―begitu pula dengan Hana yang tertidur dengan kepala di paha sang paman.

ᴀɢᴀᴘᴇ ; sᴏᴏʙɪɴ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang