Hari mulai sore dan matahari sedang menuju jalannya untuk terbenam. Setelah menceritakan kejadiannya di sekolah dengan penuh semangat, seorang anak kecil akhirnya tertidur di paha ibu nya di taman belakang rumah mereka.
Sang ibu mengusap kepala anaknya lembut, membuatnya semakin tenang dan larut dalam mimpi dan alam bawah sadarnya.
Tersisa Jina dan Soobin sekarang, ditemani dengan angin yang berhembus sedikit kencang dan air dari kolam renang yang terlihat damai dan tenang. Sang suami menatap istrinya, bersyukur bahwa ia sudah kembali dan berusaha untuk tinggal.
Hanya saja mertua nya belum mengetahui tentang ini dan sesegera mungkin mereka harus memberitahunya. Karena mereka tentu tidak ingin jika orang tua mereka khawatir berlebihan.
"Jika aku kembali, bagaimana nasib company ku nanti?" tanya istrinya dan ia hanya tersenyum.
"Kita buat gedung baru di sebelah gedung ku, lalu satukan dengan jembatan di tengah-tengahnya." jawabnya dengan mudah.
"Memang bisa? Untuk apa disatukan seperti itu?" tanya istrinya lagi.
Soobin lagi-lagi tersenyum kemudian menarik kepala sang istri untuk bersandar di pundaknya, setelahnya mengusapnya halus dan menggenggam tangannya.
"Bukankah company kita sudah bekerja sama, Nyonya Choi?" ucapnya kemudian mencium bibir istrinya―memberinya sedikit lumatan kemudian di lepas.
Jina mengalihkan pandangannya dengan pipi dan telinga yang memerah. Tangannya masih berada di genggaman suaminya lalu ditarik dan dikecup olehnya.
"Aku belum sempat membeli rumah yang waktu itu―"
"Apa aku terlihat menjijikan di matamu?" istrinya memotong ucapannya juga mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa kamu berpikir dan berkata seperti itu?"
"Aku tidak ada selama bertahun-tahun dan saat kamu datang kepadaku di Italia, aku menolak untuk pulang." ujarnya dan sang suami menyimak semua yang keluar dari mulutnya.
"Lalu aku datang dan masuk ke dalam rumah ini dengan mudah―seakan-akan aku tidak punya salah.."
"Tidak, kamu tidak salah sama sekali. Aku yang salah karena membiarkanmu pergi dan tidak bisa menjaga keluargaku dengan baik."
"Apalagi saat mendengar HwaSoo di bully kemarin, hahh.. kesalahanku sudah sempurna, kan?" bibirnya mencium kepala istrinya kemudian beralih ke pipi anaknya.
"Maafkan aku."
Soobin tertegun mendengarnya, kemudian tersenyum. Tangannya menarik dagu istrinya kemudian ia cium bibir manis sang istri―kedua nya saling menyalurkan penyesalan, maaf, dan kasih sayang. Terutama dengan Jina yang menangis karena memikirkan kesalahannya selama ini.
"Maafkan aku juga." ujar sang suami kemudian mengusap lembut air mata istrinya yang turun di pipi.
"Maafkan aku tidak bisa melindunginya." Jina membenarkan posisi tidur anaknya lalu memeluk suaminya dengan kepala nya di dada sang suami.
Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari sang istri, mengudang sedikit tawa untuk Soobin lalu memeluk keluarga nya erat.
"Maafkan aku tidak bisa melindungi kalian."
• • •
Malam menyelimuti dunia begitu pula rumah keluarga kecilnya. Istrinya ia gendong menuju kamar mereka dan anaknya di gendong oleh sekretarisnya menuju kamar.
Setelah memastikan mereka benar-benar tertidur, Soobin duduk di dapur dengan segelas air putihnya. Tatapannya datar dan kosong tetapi berbeda dengan pikirannya. Kepala nya memikirkan bagaimana keluarganya ke depan nanti.
Apa istrinya akan kembali meninggalkannya?
Apa anaknya akan mengalami hal yang lebih buruk dari sebelumnya?
Apa keluarganya akan hancur?
Kepalanya kembali memikirkan hal negatif. Gelas yang berisi air putih yang dari tadi ia pegang kini ia minum kemudian kepalanya kembali berpikir.
"Hei.." sebuah suara mengganggu nya, suara lembut yang selalu membuatnya tenang.
"Kenapa di sini? Tidak mengantuk?" tanya istrinya kemudian duduk di pangkuannya, menyandarkan kepalanya di dada sang suami.
Sedangkan Soobin tidak menjawab, tangannya mengusap perlahan kepala sang istri kemudian mengecup pucuk kepalanya lembut.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Jina tapi tidak ada jawaban dari suaminya.
"Katakan saja padaku, aku akan mendengarkannya." bujuknya lagi.
Sang suami hanya tersenyum kemudian mencium bibirnya sekilas lalu menatap matanya dalam. Kedua tangannya memegang pinggangnya kemudian menariknya―mengikis jarak antara mereka.
"Aku tidak memikirkan apa-apa, sungguh."
"Bohong."
"Jika kamu memikirkan sesuatu, ada dua hal yang terjadi padamu." ujar sang istri.
"Apa itu?"
"Pertama, kamu akan lebih manja dari sebelumnya dan ingin mendekat padaku terus."
Soobin terkekeh kecil kemudian mencium hidung istrinya dan beralih ke kedua pipinya.
"Yang kedua?"
"Kamu akan berdiam diri di satu ruangan, tidak ingin mengatakan apapun ke siapapun dan berbohong. Biasanya kamu melakukan itu ketika memikirkan― tunggu."
Soobin mengerutkan dahinya dan belum mengatakan apa-apa. Tadi istrinya mengatakan akan mendengarkan ucapannya tapi sekarang semuanya terbalik.
"Kenapa?" tanya nya inisiatif.
"Jangan bilang kamu memikirkan kami, keluargamu?!" Jina terlihat khawatir dan itu membuat hati sang suami menghangat ketika istrinya mengkhawatirkannya.
"Jadi, aku akan diam sendiri di sebuah ruangan dan tidak memberi tau apapun kepada siapapun dan berbohong, itu ketika aku memikirkan keluargaku?" tanya nya dan dijawab dengan anggukan dari istrinya.
"Apa lagi yang kamu pikirkan? Katakan!"
"Tidak ada sayang." ucapnya berbohong lalu mengecup kening istrinya.
"Ayo tidur, ini sudah malam." ajaknya tapi Jina tidak bergerak dari pangkuannya.
"Janji dulu akan mengatakannya besok pagi." Soobin menghela nafasnya kemudian mengangguk.
"Janji."
TBC.
sweet bgt ulala :)
berarti sebentar lagi...
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴀɢᴀᴘᴇ ; sᴏᴏʙɪɴ ✔
Fanfiction[𝐬𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 3 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐜𝐞𝐨 𝐠𝐢𝐥𝐚] • • • | 𝐚 • 𝐠𝐚 • 𝐩𝐞 | /𝒏./ 1.𝐓𝐡𝐞 𝐡𝐢𝐠𝐡𝐞𝐬𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐦 𝐨𝐟 𝐥𝐨𝐯𝐞. 𝐒𝐞𝐥𝐟𝐥𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐚𝐜𝐫𝐢𝐟𝐢𝐜𝐢𝐚𝐥, 𝐚𝐧𝐝 𝐮𝐧𝐜𝐨𝐧𝐝𝐢𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐥𝐨𝐯𝐞; 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐬𝐭𝐬 𝐧𝐨 𝐦𝐚𝐭𝐭𝐞𝐫 𝐭𝐡...