Penyatuan bibir mereka masih berlanjut, dengan sesekali mengambil nafas kemudian kembali melakukannya. Juga tangan Jina yang masih setia di leher suaminya dan Soobin yang semakin merapatkan tubuhnya dengan sang istri.
Nafas kedua nya memberat, mengundang kesan panas―kontras dengan hujan gerimis di luar.
Tangan sang istri meremat baju suaminya, sesekali menepuk pundaknya menandakan ia harus mengambil nafas sebelum melanjutkannya.
Soobin menarik kepala nya, melihat Jina yang kini sedang bernafas selega mungkin. Senyumnya mengembang kala mata mereka bertemu, saling menatap satu sama lain tanpa menghiraukan pria yang baru saja datang dengan kantung belanjaannya dan membuka matanya lebar.
"Oh astaga." ucapnya.
Mereka langsung melihat ke samping, Hoseok hampir menjatuhkan kantung belanjaan berisi buah-buahannya. Dengan cepat mereka duduk bersampingan dan melihat ke arah yang lain.
"K-kapan kamu datang?" tanya sang wanita gugup. Kemudian menggaruk tengkuknya sedikit yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.
"Aku speechless, sungguh." Hoseok masih menunjukkan wajah shock nya, lalu beralih melihat Soobin tajam.
"Yak! Aku memberikan kunci rumahku kepadamu bukan untuk melakukan ini!" kesal nya.
"Ah―maaf.." Soobin mengusap tengkuknya perlahan kemudian melihat ke arah istrinya yang kini sibuk merapihkan laptop juga kertas-kertasnya.
"Aku h-harus menyelesaikan ini."
Jina segera naik ke atas, meninggalkan dua pria yang terperangkap dalam suasana canggung. Hoseok menaruh belanjaannya lalu duduk di sebelah yang lebih muda.
"Sudah puas sekarang?" tanya yang lebih tua kepada nya, ia hanya mengangguk pasrah.
"Namun aku belum sempat bertanya hal lain kepadanya―sial." Hoseok hanya terkekeh, kemudian menepuk pundak Soobin.
"Coba masuk ke kamarnya, bicarakan lagi dengannya baik-baik."
Sang suami mengangguk, ia segera melangkahkan kakinya menuju kamar istrinya. Saat di depan pintu ia sedikit ragu, haruskah ia masuk? Bagaimana jika Jina kembali menangis atau menyuruhnya keluar?
Pikiran dan hati nya kembali bertengkar. Soobin menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan, beberapa kali ia lakukan itu untuk membuat pikirannya tenang. Setelahnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar istrinya.
tokk tokk
"Siapa?" yang dari dalam menjawab, membuat hati Soobin berdegup kencang.
Ia tidak tau harus menjawab apa, haruskah ia mengatakan nama lengkapnya? Nama panggilannya? Atau dengan suamimu ? Biasanya ia langsung menjawab tapi entah mengapa kali ini terdengar sangat canggung.
"S-soo―suami.. hahh―" menghela nafasnya sendiri ketika ia terdengar gugup.
Sedangkan di dalam, Jina membeku di atas kasurnya. Ia mendengar kata suami dari luar, yang berarti Soobin belum pulang dan berusaha masuk ke dalam kamarnya. Namun apa yang harus ia lakukan?
Menerima nya masuk atau menolak nya?
Ia memutuskan untuk turun dari kasur, mendekatkan tubuhnya dekat pintu kamar agar ia dapat dengan mudah berbicara kepada sang suami
"A-ada apa?"
"Aku ingin membicarakan sesuatu. Boleh aku masuk?"
"B-bo―"
"T-tapi jika k-kamu ingin waktu sendiri, aku.. bisa menunggu disini." ucapan Jina dipotong oleh sang suami, membuatnya semakin tidak enak kala ia mendengar helaan nafas pasrah dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴀɢᴀᴘᴇ ; sᴏᴏʙɪɴ ✔
Fanfiction[𝐬𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 3 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐜𝐞𝐨 𝐠𝐢𝐥𝐚] • • • | 𝐚 • 𝐠𝐚 • 𝐩𝐞 | /𝒏./ 1.𝐓𝐡𝐞 𝐡𝐢𝐠𝐡𝐞𝐬𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐦 𝐨𝐟 𝐥𝐨𝐯𝐞. 𝐒𝐞𝐥𝐟𝐥𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐚𝐜𝐫𝐢𝐟𝐢𝐜𝐢𝐚𝐥, 𝐚𝐧𝐝 𝐮𝐧𝐜𝐨𝐧𝐝𝐢𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐥𝐨𝐯𝐞; 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐬𝐭𝐬 𝐧𝐨 𝐦𝐚𝐭𝐭𝐞𝐫 𝐭𝐡...