Beberapa menit berlalu dan keadaan mereka masih sama seperti sebelumnya―sang istri yang memeluk suaminya erat di pangkuannya dan sang suami yang hanya terkekeh melihat istrinya seperti ini.
"Bagaimana ia bisa seperti ini?"
"Saat kamu pergi, ia mengejar mu ke jalanan, saat kamu menaiki bus, ia tetap mengejar mu."
Jina menenggelamkan kepalanya di dada Soobin, ia tau betul apa yang akan terjadi selanjutnya. Mendengarnya saja tidak sanggup, apalagi membayangkannya.
"Lalu ada mobil dengan pengendara yang mabuk berada di belakang kalian, ia menabrak HwaSoo." jelas suaminya.
"Warga memanggil polisi juga ambulan dan mereka baru menelpon ku tadi pagi." finalnya.
"Apa ia akan baik-baik saja? Semua salahku.. apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya sang istri dan suaminya hanya diam.
"Kali ini, selesaikan masalahmu sendiri. Aku sudah tidak sanggup mengatakan kebohongan lagi ke anak kita, sudah terlalu banyak ia mendengarnya dariku."
"Dan aku menambahkannya kemarin.." lirih Jina tapi Soobin hanya diam.
"Aku berjanji kepadanya kalau aku tidak akan pergi dan ia tidak perlu takut karena aku akan selalu ada di sampingnya."
"Tapi semalam.."
Jina semakin memeluk Soobin erat, mata nya semakin membengkak karena air mata yang terus menerus keluar. Tangannya meremat baju suaminya.
"Apa ia akan membenciku? Aku bahkan tidak berani menatap matanya lagi sekarang.." lanjutnya.
"Sayang, menangis tidak akan menyelesaikan masalahmu. Jika ia sudah bangun nanti, minta maaf kepadanya, oke?"
"Tapi aku sudah banyak minta maaf dan ia selalu memaafkannya.. aku tidak bisa―"
"Apa kita pernah mengajarkannya untuk menjadi keras kepala dan pemarah?"
Jina tertegun. Ia menelan ludahnya kasar kemudian menggeleng kepalanya. Soobin tersenyum melihat istrinya kembali dan seperti ini.
"Kalau kamu, apa kamu tidak marah denganku?" tanya istrinya dan ia kembali tersenyum.
"Aku sempat berpikir kalau kamu yang menyebabkan semua ini dan aku marah karena kamu membuat anak kita mengalami kecelakaan ini." ucapannya lagi-lagi membuat sang istri terdiam.
"Tapi aku teringat, aku tidak boleh egois. Aku juga tau kalau kamu mengalami hal-hal yang menyebabkan dirimu jatuh beberapa tahun ini." kecupannya mendarat di pucuk kepala istrinya.
"Tidak hanya kamu, aku ataupun HwaSoo. Banyak orang yang mengalami hal-hal buruk dan kita tidak boleh berpikir hanya kita yang mengalaminya." kecupannya menurun ke hidung.
"Tentang pemikiran ku yang perlakuan mu menyebabkan anak kita seperti ini, aku sempat memikirkannya dan aku salah." kecupannya menurun ke kedua pipi istrinya.
"Aku juga yang menjadi penyebabnya. Aku kurang perhatian terhadapnya dan aku tidak benar dalam menjaganya. Seharusnya aku lebih hati-hati dengan anakku sendiri―"
"―tapi aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri dan menelantarkannya begitu saja. Membiarkannya bermain dengan seekor anjing dan sebuah mainan balok."
Kemudian bibir mereka berdua bertemu, lagi-lagi menyalurkan penyesalan juga permintaan maaf satu sama lain. Soobin mendominasi ciuman mereka seperti biasanya, tidak ingin kalah dengan suaminya, Jina melingkarkan tangannya di leher sang suami dan mendorongnya untuk memperdalam ciuman mereka.
"Kita minta maaf bersama nanti hm?"
• • •
"Eunghh.. eomma.."
HwaSoo menggerakkan kepalanya ke samping kanan dan kiri, tangannya meremat seprai kasur nya, dahi nya berkerut dan kakinya bergerak tidak beraturan―membuat Jina dan Soobin yang tertidur di kedua pinggir kasur sang anak segera bangun dan menenangkan anaknya.
"Eomma.. jangan pergi.." gumam HwaSoo dengan nafas terengah.
Jina menggenggam tangan anaknya kemudian ia usap perlahan, tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk mengusap lembut kening anaknya guna memberikan ketenangan terhadapnya.
"Tidak sayang, eomma tidak pergi.. lihat, eomma disini.. eomma bersama HwaSoo.." lirihnya kemudian mengecup kening sang anak lembut.
Tak lama kemudian kedua mata anaknya terbuka. Cahaya memasuki mata nya dan ia harus mengedipkan nya berkali-kali agar dapat melihat dengan jelas. Tangannya membalas genggaman sang ibu.
"Eomma?" panggil nya dan Jina mengangguk sambil mencoba untuk menyembunyikan tangisnya.
"Eomma tidak akan pergi lagi kan? Hiks―eomma akan bersama HwaSoo kan? HwaSoo janji akan jadi anak baik.. hiks―HwaSoo akan lakukan apa saja asal eomma tidak pergi.." ucapnya lalu berusaha memeluk ibu nya.
"Iya sayang, eomma tidak akan pergi.." balas Jina dan memeluk anaknya erat―walaupun harus sedikit hati-hati karena takut terkena luka di kepala nya.
Sedangkan Soobin hanya tersenyum melihatnya. Bahkan anaknya tidak menyapa nya saat pertama membuka matanya, ia langsung memanggil ibu nya―ia tau, HwaSoo sangat merindukan sang ibu dan ia paham akan itu.
Tak lama kemudian dokter masuk, mengecek semua keadaan anak mereka dan mengatakan kalau HwaSoo sudah boleh pulang beberapa hari lagi tapi saat di rumah ia tidak boleh masuk sekolah selama beberapa minggu untuk kesehatannya.
Setelah dokter keluar, mereka semua kembali menatap satu sama lain dan tersenyum.
"Maafkan eomma ya sayang? Eomma tidak akan kemana-mana lagi.. eomma akan selalu bersama HwaSoo sampai HwaSoo sukses nanti." ucap sang ibu.
"Maafkan appa juga karena tidak bisa menjagamu dengan baik, appa akan berusaha untuk pulang lebih awal agar bisa bermain denganmu." ucap ayah nya kemudian mengusap tangannya perlahan―mengundang senyum bagi HwaSoo.
"Benar tidak akan ada yang pergi lagi, kan? HwaSoo takut.." ujar anaknya lirih.
Soobin dan Jina tersenyum satu sama lain kemudian terkekeh pelan lalu melihat anaknya yang menunggu sebuah jawaban.
"Tidak akan."
TBC.
TXT COVER BOY IN LUV GANAS BANGET ASTAGAAAAAAA (ಥ⌣ಥ)
Yeonjun: aku mau jadi oppa mu
me:
ok receh bay
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴀɢᴀᴘᴇ ; sᴏᴏʙɪɴ ✔
Fanfiction[𝐬𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 3 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐜𝐞𝐨 𝐠𝐢𝐥𝐚] • • • | 𝐚 • 𝐠𝐚 • 𝐩𝐞 | /𝒏./ 1.𝐓𝐡𝐞 𝐡𝐢𝐠𝐡𝐞𝐬𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐦 𝐨𝐟 𝐥𝐨𝐯𝐞. 𝐒𝐞𝐥𝐟𝐥𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐚𝐜𝐫𝐢𝐟𝐢𝐜𝐢𝐚𝐥, 𝐚𝐧𝐝 𝐮𝐧𝐜𝐨𝐧𝐝𝐢𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐥𝐨𝐯𝐞; 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐬𝐭𝐬 𝐧𝐨 𝐦𝐚𝐭𝐭𝐞𝐫 𝐭𝐡...