Part 4

246 6 0
                                    

Hari ini adalah keputusan yang akan di berikan Ziya pada Langgeng  mereka duduk di sofa kamar, Nara dan Juan tidur siang di kamar mereka masing masing.
"Ini sudah 2 minggu, apa keputusan mu Ziya?"
"Sejak kamu berangkat waktu itu, setiap hari aku malakukan sholat istikharoh mas, tapi sekalipun aku tidak pernah mendapat petunjuk untuk melepas Juan, berulang kali aku mencoba ikhlas, tapi selalu ada yang mengganjal hingga membuat itu terasa berat". Ziya mengambil nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Maaf aku tidak bisa mas". Ucapnya sambil meneteskan air mata
"Jika Juan hanya kamu bawa tanpa adopsi aku masih bisa,tapi jika adopsi aku tidak bisa,aku akan kehilangan hak atas Juan".
"Jadi kamu takut kehilangan hak atas Juan?" Langgeng bertanya dengan nada yang agak ketus.
"Apa yang kamu takutkan jika hak mu pada juan sudah tidak ada?"
"Apa kamu takut Risa melukai Juan?"
"Apa kamu tidak percaya padaku dan Risa?"
"Atau kamu takut tidak mendapatkan bagian hartaku jika Juan bersama Risa?"
Ziya tercengang dengan pertanyaan Juan. Dia tidak percaya Langgeng mengatahal hal tersebut.
"Tidak sedikitpun aku berfikir seperti itu, apa kamu tau tentang naluri seorang ibu? Itu yang aku rasakan mas, hanya itu tidak ada yang lain."
Ziya menjawab dengan menahan isakan,dada nya terasa sesak.
"Apakah itu sudah keputusan final dari kamu?"
Tidak ada suara hanya anggukan Ziya sebagai jawabannya.
"Baiklah, bersiap nanti sore keluargaku akan datang kesini".
Setelah itu Langgeng keluar meninggalkan Ziya yang sedang terisak, tak ada keinginan untuknya menenangkan Ziya. Dia melangkah ke kamar Nara,ada hal yang ingin dia sampaikan pada putrinya.

Saat membuka pintu Nara sedang bermain boneka di atas tempat tidurnya.
"Nara, sini dulu nak ayah mau bicara". Langgeng menepuk pahanya mengisaratkan agar Nara duduk di pangkuannya. Di peluknya putri semata wayangnya itu di atas pangkuannya.
"Nara, setelah ini ayah tidak akan ke rumah, nanti kalau Nara kangen telfon ayah saja."
Langgeng menangis dengan memeluk putrinya,sedangkan sang putri hanya diam, otak polosnya belum bisa mencerna apa yang ayahnya katakan.

Setelah sholat magrib, keluarga Langgeng tiba di rumah Ziya, nenek Ayu juga ikut datang. Di ruang tamu sudah berkumpul keluarga Ziya dan Langgeng. Terjadi perdebatan diantara kedua keluarga, keluarga Langgeng yang terus membujuk Ziya sedangkan Ziya tetap pada pendiriannya. Langgeng mengakhiri perdebatan tersebut.
"Sudah jika itu keputusan nya jangan di paksa"
"Ziya aku tidak akan datang kesini jika kamu tidak memberikan Juan, kalaupun aku datang, hanya untuk anak-anak, bukan untukmu lagi"
"Jika kamu tetap pada keputusanmu, mungkin sebaiknya kita berpisah, dan aku tidak akan menjadi wali bagi Nara jika dia menikah."
Air mata Ziya pecah membasahi pipi, di peluknya erat Juan yang terlelap di pangkuannya, bocah kecil itu tak tau akan kekacauan orang tuanya.

"Sejak awal aku selalu menyiapkan hati jika suatu saat kamu meninggalkan aku mas, tapi aku tak menyangka kamu meninggalkanku dengan cara seperti ini". Batin Ziya dalam hati

Tanpa mereka sadari bocah polos yang berada di tengah-tengah mereka menahan isakan, air matanya bercucuran dari tadi, hati nya sakit melihat orangtuanya seperti itu. Bagaimana tak hancur, jika orang tuanya bertengkar hingga terucap perpisahan di depan matanya.
Di usia yang akan menginjak 8 tahun Nara di berikan pemandangan yang yak seharusnya dia lihat. Sekarang jiwa nya terguncang, pikirannya tak karuan memikirkan hal yang tak seharusnya dia pikirkan. Di detik itu juga patah sudah impian dan harapannya.

Menyesakkan hati ya...
Seharusnya kan Nara tidak berada di tengah situasi seperti itu ya

Jangan lupa vote dan komen ya
Kasih tanda jika ada typo ya gaes...

Mawar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang