Part 10

159 4 0
                                    

Untung pensi kemarin di adakan hari jum'at jadi setelah itu sekolah libur selama dua hari, aku bisa menyiapkan mental saat masuk sekolah senin besok. Segala kemungkinan bisa terjadi, pastinya gosip ku dan kak Andra sedang trending topik sekrang. Aku begegas ke rumah Gia dengan mengendarai sepeda kesayanganku.

Dari kejauhan aku lihat motor Dimas terparkir di halaman rumah Gia. Moment yang pas sekali aku juga ingin sekali menarik telinganya. Kumasukkan sepedaku di halaman rumah Gia, aku melangkah pelan tanpa suara sayup sayup kudengar di tertawa terpingkal pingkal.
"aku liat ya wajah Nara sumpah merah banget, kayak nahan pup" dia kembali bergelegak
Aku menempelkan jari telunjuk di bibirku saat Gia melihat kedatanganku. Dia paham aku ingin memberi pelajaran pada pacar nya itu.

Dan hap aku jambak rambutnya dari belakang dia mengaduh kesakitan.
"eeemmm rasain ni, belom tau rasanya nahan pup kayak gimana kan ni kayak gini kapok  nggak lo."aku semakin gemas menjambak rambutnya.
"ampun ampun iya gue kapok." Gia tertawa melihat kekasihnya aku aniaya.
Aku lepaskan rambutnya karna sudah tak tega melihat wajahnya yang memelas kesakitan.
Dia pindah duduk sebelah Gia mengadu kesakitan.
Aku menginjak kakinya dengan kesal
"kemarin rencana kalian berempat kan?"
"iya iya itu ide kita"jawab nya sambil mengelus punggung kaki yang ku injak tadi.
"Tomi yang kasih ide nyomblangin kalian, Yuda yang kasih ide lu naik panggung bawa bunga mawar buat Andra, Doni yang cari cara gimana lu mau kasih bunga itu" jelasnya panjang lebar.
"Terus lu ngapain?"
"Gue yang bawain bunga, itu metik bunga emak gue,kayak maling tau ngambilnya, kalau ketahuan bisa di kutuk jadi batu gue"
"enteng amat, nggak menguras pikiran" Gia mulai mengompori.
"Beb itu aku mikir semalaman gimana cara ambil tu bunga, kamu tau sendiri Beb gimana mama kalau sudah menyangkut taman bunganya" jelasnya dengan nada memelas.
"alah lu emang males mikir kan" tuduhku dengan nada kesal
"Enak aja gue yang milih lagu yang bikin lu mewek biar kalah sama Doni dan gue juga yang bujuk Claudia biar dia pura-pura sakit dengan imbalan ngasih nomer kak Agung, gue banyak andil di sini tau nggak" jawabnya dengan bangga tanpa memperhatikan expresiku yang penuh amarah.

Saat aku ingin kembali menyerang Dimas ada suara motor sepertinya lebih dari satu. Dimas keluar aku dan Gia mengikuti di belakang. Kulihat Sasa boncengan dengan Yuda, kak Tomi boncengan dengan Doni, dan di belakangnya motor yang tak asing bagiku, ketika sang penunggang kuda besi itu membuka helm nya nyaliku menciut, ku lirik Dimas dia menggeleng cepat tanda dia tak tau apa-apa.

Aku tarik Gia ke ruang tamu.
"Gi aku gimana Gi, aku malu ketemu kak Andra Gi" ucapku dengan nada khawatir.
"Udah biasa aja, kalau dia nggak bahas soal kemarin diam aja, anggap cuma mimpi, biarkan semua mengalir, jangan jalan di tempat"
Aku memandang Gia dia menganggukkan kepala untuk meyakinkanku.
"Oke aku coba" jawabku dengan nada pasrah.
"Beb kita langsung berangkat ayo" ajak Dimas  yang sedang memakai helm nya.
"Eh mau kemana? Aku di usir ni?" mereka mau kluar tanpa aku dasar tak setia kawan.
"Kamu ikut aja Ra,  cowok-cowok mau futsal deket es oyen langganan kita, nanti sekalian beli" ajal Gia dengan antusias.
"Oke dech aku ikut,tapi aku pulang dulu ambil jaket"
"nggak usah palek jaketku aja nanti lama"Gia menyodorkan jaket kulit nya padaku, tumben ini kan jaket kesayangannya. Oh ternyata dia pakek jaket cople sama Dimas. Aku pakai jaketnya berjalan menuju halaman.
"Gi mana kuncinya aku yang nyetir" ku arakhan tangan ku ke Gia,Dimas menepisnya dengan menepuk telapak tanganku.
"Enak aja, Gia sama gue. Lu udah 5 hari boncengan sama Gia, sekarang giliran gue" ucapnya sambil melangkah menuju motornya, di ikuti Gia di belakangnya. Gia nyengir sambil melambaikan tangan.
"Terus aku sama siapa?" Tanyaku memelas.
Kak Tomi berdehem kemudian melirik kak Andra di sisi kanan nya.
Huuh apa ini rencana dari mereka juga atau sekedar kebetulan.
"Ayo naik Kinara nanti keburu hujan, udah mendung ne" ucap kak Tomi sambil menyalakan motornya.

Aku segera naik motor kak Andra,  kami melesat menuju tempat futsal. Dia berhenti di minimarket tapi yang lain tak ada yang berhenti. Aku turun dan mengikutinya masuk ke minimarket, dia membeli banyak air mineral dan juga cemilang, mungkin untuk temannya juga. Dia masukkan kantong belanja ke tas ransel nya. Kemudian menyalakan motor aku bergegas naik sambil berpegangan pada pundaknya. Tapi aku bingung tas ransel nya ada di depan aku pegangan di mana. Seakan tau kebingunganku dia menarik kedua tanganku dan memasukkan ke saku jaket di sisi kanan dan kiri.
"Biar nggak dingin bentar lagi hujan"
Dan benar saja titik titik air mulai berjatuhan, dia melajukan motor dengan cepat,aku sandarkan kepalaku di punggungnya menghindar rintik hujan menerpa wajahku.

Aku teringat dimana aku pernah mengalami kejadian seperti ini dengan mas Rizal, dimana dia menjemput setelah latihan band. Dia ingin mengajakku ke Alun-alun yang menempuh 1 jam perjalanan. Di tengah jalan tiba tiba gerimis, aku menyandarkan kepalaku di punggung nya agar tak terkena air hujan,dia menggenggam tangan kiriku dengan tangan kirinya. Dulu itu terasa romantis, aku merasakannya dengan bahagia, tapi sekarang hanya kenangan saja.

Ku pejamkan mata setetes air mataku jatuh, kenapa harus jatuh lagi. Cukup, satu tetes saja ini yang terakhir aku harus kuat, aku hanya terbiasa dengan kehadirannya. Ini tidak akan lama kau hanya butuh sedikit waktu Nara setelah itu kau akan terbiasa tanpanya. Lihat teman temanmu yang berusaha menghibur dan mencoba menghadirkan sosok pengganti untuk menyembuhkan lukamu Nara, terima semua dengan lapang dada. Ikhlas kan Rizal Genggam jika dia juga menggenggam, lepaskan jika dia ingin terlepas. Batinku menyemangati diriku sendiri.

Kutarik nafas dalam untuk menenangkan hatiku aroma minth menyeruak di indra penciumanku, oh Tuhan,aromanya sungguh sejuk dan menenangkan, rasanya nyaman sekali.

"Adek juga mau bobok sambil peluk kayak gitu bang" aku mengernyit kan dahi, suara itu seperti- aku membuka mata,Doni dan kak Tomi?
Aku menegakkan kepalaku, OMG aku tercyduk dengan posisi seakan akan aku memeluk kak Andra dari belakang, dan tidur bersandar di punggungnya. Aku bergegas turun dan berlari ke dalam ku dengar mereka tertawa menggoda entah padaku atau kak Andra aku tak mau menegok ke belakang aku malu sekali. Ini semua gara-gara mikir mas Rizal.

Di dalam kulihat Lina,Rara,Sasa dan Gia duduk di bangku penonton, aku menghampiri mereka. Ku lepas jaket kulit yang ku pakai dan meletakkan di bangku.
"Ayo yang ngoyen mana duitnya, aku yang berangkat" ucapku sambil menodongkan tangan ke mereka.
"Ra ini ujan beli es pilek nanti" Rara menolak ajakanku.
"cuma rintik rintik bentar lagi juga panas"sangga ku.
Mereka memberiku uang masing masing sepuluh ribu, ku masukkan ke saku celana dan melangkah keluar tanpa memakai jaket.
"Ra pakai motor siapa" tanya Lina
"Jalan kaki deket juga tempatnya." jawabku sambil terus berjalan keluar
"Pakai motorku Ra" teriak Lina.
"Nggak usah jalan kaki biar sehat" balasku dengan triakan juga.

Sepuluh menit berjalan akhirnya sampai juga.
"Pak bungkus oyen 5 ya"
"Iya Non"
Aku duduk di dalam kedai menunggu pesananku, ku keluatkan hp aku ingin membuka ig ku.
"bungkus oyen 3 pak. Ku hentikan gerakan jariku, suara itu-ku menoleh ke kanan dan benar itu suara mas Rizal dia nampak terkejut kemudian melangkah duduk di depanku, dia di depanku hanya terhalang oleh meja.

Aku menunduk, ku tau dia memandangku dengan sendu.
"Maafkan aku Ra" ku angkat kepalaku, ku lihat dia ada gurat penyesalan yang nampak di wajah nya. Aku menguatkan diri untuk terlihat tegar.
"Sejak kapan, siapa yang jadi orang ke 3 disini?" tanyaku dengan nada tegas.
"Aku kenal Dewi sudah lama, dia adik atasanku, tiga bulan lalu aku merengut kesuciannya kami terbawa suasana saat liburan perusahaan ke Bali,dia ikut kakaknya. Dan setelah itu kami sering melakukannya. Kami bertunangan satu bulan yang lalu, dan sekarang aku sedah menikahinya. Dia sedang mengandung anakku"
Ku lihat wajahnya ada setitik penyesalan, tapi gurat bahagia terpancar jelas di sana. Ah aku paham naluri pria dewasa. Dia sudah berfikir ke arah sana sedangkan aku masih mikir rumus fisika dan teman temannya. Dia pria dewasa yang matang, sedangkan aku hanya bocah, menikah denganku sama saja momong ponakannya. Sadar diri Nara dia sekarang sudah bahagia, kau pun juga harus bahagia jangan seperti punuk yang merindukan bulan. Gumamku dalam hati. Setelah itu hening.

"ini es nya neng" suara penjual oyen memecah keheningan aku bemberikan uang pas.
"matur nuhun neng" aku mengangguk sebagai jawaban.
Aku kembali memandang mas Rizal, mungkin ini terakhir kalinya aku memandang nya dalam jarak sedekat ini. Jangan kan memandangnya rinduku saja sudah terlarang untuknya.
"Selamat mas, semoga bahagia" kemudian aku beranjak pergi sambil menenteng kantong plastik. Tak ku sangka aku setegar ini, aku tak meneteskan airmata setitikpun.

Aku berjalan menuju gedung futsal,lega setelah mendengar penjelasannya tak ada beban yang menyesakkan dada. Mungkin hanya ini yang aku butuhkan sebuah penjelasan, atau mungkin raut kebahagiaan mas Rizal yang membuatku rela tanpa beban, jangan jangan karena kehadiran kak Andra?
Ah kau berfikir terlalu jauh Nara.

Mawar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang