Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa sudah berbulan bulan Langgeng tak menemui Ziya dan anak anaknya. Sesekali ada seseorang yang mengantarkan titipan uang dari Langgeng namun itu juga tidak bisa mencukupi semua kebutuhan mereka. Ziya membuka usaha konveksi untuk kelangsungan hidupnya dan kedua buah hatinya dia tak ingin berpangku tangan pada Rosa ibunya. Bagaimanapun juga dia harus meneruskan hidupnya dengan ada atau tidaknya Langgeng disisinya. Langgeng dan Risa mungkin akan berangkat ibadah haji dalam waktu dekat. Entahlah tidak ada kabar lagi, anak anak juga tidak begitu merepotkan seakan paham akan situasi orang tua mereka saat ini.
Sore hari yang syahdu di temani rintik rintik hujan, Ziya menyuapi Juan di teras rumah, pandangannya beralih pada sebuah mobil yang berhenti di depan pagar rumahnya. Dari dalam mobil keluar seseorang yang lama tak menginjakkan kaki di rumahnya, dia berjalan masuk ke pekarangan rumah Ziya menggandeng seorang wanita parubaya di ikuti 2 orang pria di belakangnya. Dialah Langgeng, nenek Ayu dan 2 adik Langgeng yaitu Faisal dan Hariz.
"Assalamu'alaikum" ucap keluarga Langgeng serempak
"Wa'alaikum salam" jawab Ziya kemudian mencium punggung tangan Ayu.
"Ayo langsung duduk di dalam saja" Ziya mempersilahkan mereka masuk dan duduk di ruang tamu.
Kemudian Rosa keluar di ikuti Nara di belakangnya. Setelah bersalaman mereka duduk melingkar di sofa ruang tamu. Ziya mencoba bersikap normal, dia tidak tau maksud kedatangan Langgeng kali ini, dia hanya takut berpisah dengan buah hatinya.
"Ziya bagaimana keadaan mu nak?" suara Ayu memecah keheningan.
"Alhamdulillah saya dan anak anak sehat bu." jawab Ziya dengan senyum di wajahnya.
"Syukurlah. Rosa apa kamu juga sehat?" tanya Ayu pada Rosa.
"Alhamdulillah Ayu, aku sehat walaupun kadang pusing menyerang tapi tak berlangsung lama. Kamu sendiri sehat Yu?"
"Alhamdulillah aku juga sehat Rosa."
Setelah itu hening tak ada yang membuka suara.
Kemudian Nara masuk ke dalam kamarnya dan keluar membawa rapat di dekapannya.
"Ayah nilai Nara banyak yang seratus, Nara peringkat pertama di kelas Yah, sekarang aku kelas 3." Nara menyerahkan rapotnya pada Ayahnya. Langgeng membuka rapot anaknya dan benar nilai Nara memuaskan sekali juga tertera di sana peringkat pertama. Langgeng tersenyum bangga pada putri nya.
"Ayah tanda tangan rapot Nara ya, biar gak mama aja yang tanda tangan rapot Nara." Langgeng mengangguk, dia menerima bulpoin dari Nara dan menandatangani rapot Nara.
"Kamu anak kebanggaan Ayah, terus berprestasi sayang, Ayah selalu bangga sama kamu." di cium kening Nara, kemudian ia dudukkan nara di pangkuannya.
"Saya datang kesini ingin pamit bahwa seminggu lagi saya akan berangkat haji". Ucap Langgeng
"Berangkat jam berapa nak?" tanya Rosa
"Jam 9 malam dari rumah bu, ke asrama dulu, nanti terbang ke Saudi Arabia jam 7 pagi." jawab Langgeng
"Hati-hati nak, jaga kesehatan doa ibu menyertai mu". Balas Rosa
"Iya bu terimakasih, saya juga titip anak-anak".
Pembicaraan mereka terus berlangsung sampai tak terasa hari sudah malam. Langgeng dan keluarga pamit pulang, Ziya sedari tadi diam, hanya menjawab singkat saat di tanya, tidak ada pembicaraan antara dia dan Langgeng,Saat bersalaman Ziya hanya menunduk.
"Aku titip anak-anak" Langgeng pamit sambil mengelus puncak kepala Ziya.
Setelah itu dia menggandeng Tangan Nara berjalan menuju pagar, sesampainya di mobil di peluk erat, kemudian di cium seluruh wajah putrinya itu.
"Tetap jadi kebanggaan Ayah" Kemudian dia masuk ke mobil.
Nara berdiri di depan pagar terus melihat mobil yang terus bergerak menjauh. Dia ingin mencegah Ayahnya pergi tapi sepertinya itu tidak mungkin.-------------
Tak terasa 6 minggu berlalu itu artinya Langgeng dan Risa sudah pulang ibadah haji. Pagi ini Ziya di dapur bwrsama Rosa untuk menyiapkan sarapan
"Bu, sebaiknya aku ajak anak-anak ketemu ayahnya atau nggak ya bu?"
"Hlo ya di ajan nduk, nggak boleh menjauhkan hubungan ayah dan anak bagaimanapun Langgeng tetap ayahnya." jelas Rosa
"Tapi aku takut bu, nggak tau kenapa tapi saat ini hatiku cemas sekali".
"Istighfar yang banyak biar hatimu tenang.
"Mama ada tamu temannya Om Hariz"
Dari depan Nara berlari memanggil Ziya.
"Teman om Hariz? Siapa namanya?"
"Nggak tau ma, Nara sudah persilahkan duduk di ruang tamu kok."
Nara, Ziya dan Rosa ke ruang tamu dan benar di sana sudah duduk seorang pemuda yang di kenal Ziya sebagai teman dan tetangga Hariz.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam, ada apa dek kok pagi sekali?"
"Ada yang ingin saya sampaikan mbak. Berita mengenai mas Langgeng."
"Oh iya, apa mas Langgeng sudah pulang dek?"
"Sudah mbak 3hari yang lalu, eeemmmm mbak saya mau sampaikan berita tapi mbak yang tabah ya." raut muka pemudah itu agak gugup
"Ada apa dek?" tanya Ziya mulai penasaran
"Mas Langgeng kemarin siang kecelakaan mbak."
"Apa?" Ziya kaget tak percaya begitupun juga Rosa.
"Ya Allah kenapa itu bisa terjadi?" Tanya Rosa yang sudah meneteskan air mata, Ziya shock tal sanggup berkata kata.
"Kemarin siang pamit beli sate, sudah di cegah tapi tetap nggak mau pengen beli sendiri, dalam perjalanan pulang saat mau belok ke swalayan motornya di tabrak dari belakang, kepalanya membentur trotoar dan yang nabrak melarikan diri." Jelas pemuda itu panjang lebar.
"Bagaimana sekarang keadaannya?"
Tanya Ziya dengan nada yang begitu cemas.
"Saat ini eeemmm sudah di makamkan mbak."
Matanya membelalak tak percaya, tangisnya pecah di peluk Nara di sampingnya yang sudah menangis. Rosa ke dalam menggendong Juan dari kamar dimana bocah itu masih terlelap. Rosa menangis memandang cucu nya yang kini telah menjadi yatim di usia 4 tahun. Berarti saat Langgeng pamit dan menitipkan anak-anak bukan hanya saat di tinggal ibadah saja,tapi untuk selamanya. Takdir tuhan memang misterius, tak ada yang bisa mencegah bila iti sudah kehendaknya.
innalillahiwainnailaihi roji'un darinya kita berasal dan hanya padanya lah kita kembali.Bentar lagi mulai babak baru kehidupan Nara setelah Ayahnya pergi
Siapkan hati ya part selanjutnya mulai tekanan batinJangan lupa vote dan komen ya
Kasih tanda jika ada typo

KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Hitam
SaggisticaKinara Khanza Azzahra Anak yang terlahir sempurna secara fisik dan mental,tapi kehadirannya seakan tak di harapkan,tak di anggap oleh sebegian pihak. Ayah nya meninggal saat usianya 8 tahun menambah derita batin bagi dia,ibu dan adiknya. Di usia yan...