(COMPLETED)
Semarang dan orang-orang yang menguras perasaan.
• vriendschap (Belanda)
(n) per•sa•ha•bat•an
Started : Dec 2018
Finished : Dec 2019
cover background cr babyseni
edited by gizagee
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Maret, 2019
"Reya, ini makanannya udah siap nak, makan dulu yuk" Gadis yang sedang terlihat sibuk dengan beberapa barang di kamarnya berhenti sejenak dari kegiatannya, lalu beranjak ke meja makan karena panggilan Mamanya.
"Wah, nasi bakar!"
"Makan dulu ya sebelum berangkat? Mama masakin kamu nasi bakar, takutnya selama di Kerinci kamu gak bisa makan ini"
Hari ini adalah jadwal keberangkatan Reya ke daerah tempatnya penelitian. Semua barang untuk keperluan dua bulan selama disana sudah siap dari tadi pagi. Siang ini sebelum ke bandara, Mama Reya memasak beberapa makanan favorit anaknya untuk disantap karena sudah pasti nanti selama disana Reya tidak bisa memakannya.
Terkait keperluan Reya di Kerinci seperti kos sementara serta keperluan lain sudah di bantu oleh Dimitri -kakak senior Reya yang berasal dari daerah itu. Pria itu bahkan menawarkan untuk menjemput Reya ketika ia sudah sampai di bandara Depati Parbo Kerinci.
Disela-sela makan, Mama Reya tampak memperhatikan anaknya dengan perasaan khawatir. "Reya, kamu bisa jaga diri kan disana?" Reya mendongak, "Mama tenang aja ya? Aku kesana kan buat penelitian, Mama doain aja semuanya lancar biar pulangnya bisa di percepat."
Rasa khawatir Mama Reya tentu saja beralasan, karena memang daerah penelitian Reya sangat jauh dari Semarang, ia cemas memikirkan bagaimana jika terjadi sesuatu selama Reya disana, mereka tidak mempunyai keluarga atau saudara yang bisa di percaya untuk membantu menjaga Reya.
"Pokoknya kalau ada apa-apa Reya cepet kasih tau Mama ya?" Reya hanya mengangguk patuh.
Senang sekali rasanya melihat Mama sudah kembali seperti dulu, kehangatan seorang ibu bisa ia dapatkan lagi setelah bertahun-tahun wanita itu bersikap dingin kepada Reya pasca kematian Ayahnya. Kesepian yang sudah menjadi teman selama ini perlahan terkikis karena perhatian dari sang Mama.
Tiga puluh menit berlalu, Reya selesai makan serta mencuci piring. Ia kembali ke kamar untuk mengecek ulang mungkin saja ada yang tertinggal.
Tepat jam tiga sore, Reya sudah berada di bandara bersama Mamanya. Pesawat yang akan di naiki Reya mulai take off jam setengah lima sore.
"Kamu gak bilang sama Cakra atau Varo kalau kamu mau berangkat?" Reya tertegun, kemudian tersenyum dan menggeleng lemah. "Ntar pas udah nyampe aja aku kabarin mereka Ma." Ujar Reya berbohong.
Reya tidak memiliki niat sama sekali untuk memberitahu atau mengabari ketika sudah sampai nanti. Sejak kejadian di kontrakan Cakra, Varo benar-benar tidak pernah menghubungi Reya. Reya pun juga menjaga jarak dengan Cakra karena rasanya Reya harus melakukan itu.
Lelaki itu sempat ke rumah Reya keesokan harinya untuk mengantar tas Reya yang ketinggalan. Suasana canggung sempat menyelimuti keduanya, mungkin memang saat itu keadaan sangat kacau dan pikiran yang tidak bisa jernih. Bahkan Cakra meminta maaf atas kelancangannya hari itu dan Reya meminta untuk tidak membahasnya lagi.