"Marisa, datang sama siapa?" Seorang wanita muda menanyai Caca dengan senyum penasaran saat kami sedang melakukan registrasi."Tata," jawabnya polos.
"Saya tantenya, Miss. Renata," kataku mengoreksi. Caca mangut-mangut. Anak ini sepertinya melupakan nama asliku. Sejak kecil, karena kesulitan memanggil Tante Renata, maka aku berinisiatif menyingkat panggilanku menjadi Tata. Lebih praktis, sekaligus kamuflase agar aku nggak dipanggil Tante. Kan, waktu Caca lahir umurku masih sepuluh tahun. Tengsinlah kalau harus dipanggil Tante.
"Oh, saya kira ibunya." Julid nih, julid. Aku tertawa saja.
Setelah selesai registrasi, Caca menyeretku menuju lapangan sekolah yang nggak karu-karuan gedenya. Kira-kira, kalau aku lari lima putaran di lapangan ini, badanku bisa seseksi Jelo nggak, ya?
"MARISA!!!" Seorang anak laki-laki berwajah indo memanggil Caca sambil melambaikan tangannya penuh antusias. Caca segera saja menyeretku kembali untuk mendekati anak lelaki itu. Tapi, tunggu deh... jeng...jeng... kenapa Pak Galih bisa ada di sini? Aku cengo. Bengong. Gagu. Mati rasa.
"Mariooooo!!!" Caca menggoyangkan lengan anak yang dia panggil Maro itu dengan bersemangat. Sementara aku kayak kehilangan nyawa. Dari sekian banyak tempat dan orang, kenapa ketemunya malah Pak Galih lagi, Pak Galih lagi. Nggak kreatif amat hidupku.
Sementara Caca asik mengobrol dengan Mario, aku menyapa Pak Galih dengan kikuk. "Pagi, Pak!"
"Pagi." Tuh kan, irit banget ngomongnya.
"Nemenin anak, Pak?"
"Kamu?" lha, dianya malah tanya balik.
"Nemenin ponakan nih," tunjukku pada Caca yang masih asyik mengobrol dengan Mario.
"Sama." Aku mengangguk saja. Inginnya menyeret Caca pergi. Menjauh dari jangkauan pandang Pak Galih, tapi, Caca malah terlihat antusias banget ngobrol sama Mario. Ca... Ca.... nggak tahu apa kalau tantemu ini sedang berdiri di depan pintu neraka?
"Tata, kenalan sama Mario dong!" Caca menarik-narik tanganku supaya mendapatkan perhatian.
"Hai, Mario!" Kuulurkan tangan kepada Mario sambil tersenyum lebar. Mario membalas uluran tanganku dengan senyum yang tidak kalah lebar. Pantesan si Caca lengketnya minta ampun sama dia, wong ganteng banget gini.
"Halo, Tante Renata!"
"Tata aja!" Mario mengangguk.
"Ini Omku, Tata." Mario berganti memperkenalkan Pak Galih padaku. Nggak usah dikenalin Mario, sepet banget nih.
"Hehehe... udah kenal." Aku cengengesan saat melihat Pak Galih yang masih datar saja. Mario dan Caca menatapku bingung. "Dosennya Tata ini," terangku. Mereka ber-oh ria.
"Mario nggak ada datang sama mama, papanya?" tanyaku kepo.
"Sama Mama, tapi nggak sama Papa. Soalnya Papa lagi kerja jauh, jadi diganti sama Om Galih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Rasa (OPEN PO)
ChickLitProses Penerbitan Aku undang kalian untuk melihat kehidupan Renata Dwita (22) yang berkutat antara skripsi, Caca (sang keponakan), Mas Dharma (duda ganteng sekaligus sang kakak ipar), dan Pak Galih (dosen pembimbing skripsi yang rewelnya nggak karu...