6.2 Kalau Bukan Aku, Lalu Siapa Lagi?

32.6K 4.3K 343
                                    

"Lo ngaku deh sama gue, lo pura-pura pingsan 'kan kemarin?" Dito dan Bimo baru saja datang saat jam besuk siang dan langsung melemparkan fitnah yang teramat keji.

"Makanya, lo, lo pada kalau ada teman yang kesusahan itu ditolong dong!!!" sinisku. Bimo dan Dito cuma ngakak.

"Lo cari kesempatan banget deh, Ren. Mentang-mentang Pak Galih ganteng." Wah, benar-benar ini si Bimo.

"Lo mending minggat aja deh." Aku kesal.

"Gimana rasanya digendong Pak Galih? Gemes-gemes gitu 'kan pasti?" Dito menambahi.

"Greget!!! Lo kepingin 'kan?"

"Kok lo tahu?" Kami ngakak berjamaah.

"Kampus gimana nih?" tanyau was-was setelah tawa kami mereda.

"Panas banget. Lo kena hujat habis-habisan sama fans garis kerasnya Pak Galih," lapor Dito.

Tuh kan, tuh kan. Cari mati memang.

"Gue sakit, woy!!! Sakit!!!" protesku.

"Ah, gue tahu kok kalau lo jago akting," goda Bimo.

"Astaga, ini infus apa kabar sih?" Kuangkat tanganku yang terpasang infus.

"Properti syuting." Seloroh Dito. "Tapi, lo ada-ada saja deh. Sampai pingsan-pingsan segala."

"Kan strategi, supaya cepat dapat acc," jawabku ngawur.

"Tuh kan, tuh kan, memang aji mumpung si Kampret." Bimo menunjuk wajahku penuh tuduhan.

"Lo sungguh nggak punya otak. Ngetrik Pak Galih pakai cara beginian jelas akan berakhir sia-sia."

Aku manyun. "TAHU!!!"

"Tapi, Ren, tadi Pak Galih sempat nanyain lo waktu gue bimbingan." Dito duduk santai di ranjangku. "Gue curiga dia ada main hati sama lo."

"Main hati apanya??? Main nyiksa iya." Aku nggak terima.

"Lo memang nggak ada terima kasihnya. Sudah ditolong ini lho. Digendong segala. Mana badan lo berat banget. Encok pasti Pak Galih," ledek Bimo.

"Wah, bahas aja terus!!! Lama-lama gue sumpahin kagak wiuda-wisuda lo."

"JAHAAAT!!!" Bimo menatapku penuh dendam. Aku tertawa.

"Lo yang jagain siapa dah?" tanya Dito.

"Mas Dharma."

"Lo lengket amat sama prof. Dharma." Bimo menatapku penasaran.

"Namanya juga keluarga." Aku menyodorkan botol air mineral yang masih tersegel pada Bimo. "Tolong bukain!"

Bimo menerima botol air mineral itu sambil bertanya, "Caca nggak rewel emang kalau Prof. Dharma jagain lo?"

"Dia lebih rewel, karena nggak dapat izin buat jagain gue." Kuterima botol yang sudah dibuka oleh Bimo. "Thanks."

"Caca cantik, ya?" Dito tiba-tiba nyeletuk. Aku langsung waspada.

"Apaan nih?" tanyaku nggak santai.

Dito cuma cengengesan. "Caca cantik banget."

"Ah elah, kalau itu gue juga tahu. Tapi, maksud lo apaan nih?" Aku menatapnya penuh intimidasi.

"Lo sensi amat dah." Bimo bertopang dagu. "Caca emang cantik banget kaleee. Bentukan bapak, ibunya saja kayak gitu."

"Bentukan tantenya lebih yahud," selaku nggak tahu diri. Bimo langsung menonyor kepalaku tanpa perasaan. "Gue lagi sakit woy!!!" protesku.

Pesona Rasa (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang