14. 1 Gosip Yang Berhembus

34.3K 4.4K 430
                                    

Sengaja update tengah malam, biar kayak Cinderella <( ̄︶ ̄)>

"Lo mau ngapain?" Bimo mencegatku saat akan masuk ke dalam ruang dosen.

"Daftar sempro dong!!!" Kukibarkan kertas konfirmasi sempro di depan wajahnya.

"Dih, sombong amat!"

"Minggir deh! Nanti Pak Galih keburu hilang." Aku mengibaskan tangan untuk mengusir Bimo.

"Pak Galih masih di aula fakultas kali."

"Hah?" Aku cengo. "Padahal gue sudah buat janji. Tega amat." Lemas. Aku memilih duduk di bangku depan ruang dosen.

"Skripsi lo akhirnya lancar juga?" Bimo menatapku dengan curiga.

"Kenapa? Takut kebalap?"

"Nggak level balapan sama lo. Nggak sekasta kita."

"Sembarangan!!!" ucapku emosi. Bimo tertawa-tawa.

"Lo coklat amat setelah balik liburan." Dito yang datang membawa tumpukan kertas membuatku curiga kalau dia jangan-jangan sudah hampir selesai skripsian.

"Lo mau apa? Jangan bilang mau sidang?!" tuduhku was-was.

"Suudzon nih. Mau langsung pemberkasan wisuda gue." Dito ngakak melihat wajahku yang langsung kecut.

"Lo tega amat kalau sampai lari sendirian. Katanya bestfriend?!" keluhku.

"Bestfriend dari Hongkong kalau lagi skripsian. Sikut-sikutan. Kuota wisuda terbatas." Aku semakin kecut. Hilal semproku memang telah tampak, tapi masalah hatinya Pak Galih membuatku jumpalitan. Kalau dia tiba-tiba moody dan hilang warasnya, kan berabe. Mana bau-baunya amis banget. Aku nggak yakin bakal kalem disisa waktu skripsian ini.

"Kalian mau bimbingan?" Pak Galih tiba-tiba datang. Dia melirik kami sebentar sebelum sibuk dengan ponselnya.

"Konfirmasi sempro saya, Pak," ucapku sambil berdiri mendekatinya.

"Oh," Dia beralih menatapku. "Sudah diurus suratnya?"

"Sudah dong. Tinggal tanda tangan saja," ujarku dengan sumringah.

"Siniin berkasnya!" Aku menyerahkan berkas semproku pada Pak Galih. Dia mengeluarkan pulpen yang diselipkan di kantung kemejanya dan menandatangani surat izin semproku dengan cepat. "Satu hari sebelum sempromu, tolong saya diingatkan!"

"Baik, Pak."

"Kamu mau ngapain, To?"

"Revisi hasil sempro kemarin, sekalian mau mengajukan bab empat, Pak."

Aku melirik Dito sengit. "Lo kok nggak ada perasaannya sama gue? Main lari aja. Mau wisuda sendiri? Kagak setia kawan amat lo."

Dito nggak terima. "Makanya jangan lemot-lemot!"

"Astaga!!! Lonya saja yang kecepatan," balasku kesal.

"Kalau kamu niat juga selesai, Ren." Pak Galih melirikku sembari memeriksa hasil revisian si Dito.

"Saya niat lho, Pak, cuma faktor eksternalnya saja nih yang sulit." Pak Galih mengangkat sedikit alisnya, lantas kembali fokus pada tulisan Dito.

"Revisian sempronya cukup, tapi bab empatmu belum sistematis. Coba perhatikan reduksi datanya, To. Masih ada yang belum substansial itu." Pak Galih mencorat-coret bab empat si Dito dengan mantap. Mampus lo!!!

"Revisi selanjutnya less paper saja, To. Kamu bisa kirim skripsianmu lewat email." Pak Galih mengembalikan kertas skripsian Dito.

"Baik, Pak."

Pesona Rasa (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang