Sick✓

16.9K 1K 21
                                    

Kringg kringg

Suara alarm dihp membangunkan Radit menyadari bahwa ia tidur dilantai tak beralaskan membuat pinggangnya terasa sakit.

Kemarin malam sepertinya anak itu tertidur di lantai depan pintu, tak bangkit untuk menuju kasur.

Kepalanya juga terasa pusing karena dia tidur tanpa menggunakan bantal. Meskipun kakinya masih terasa perih dan pegal Radit tetap mencoba berdiri dan berusaha bersikap biasa saja.

Ia segera bangun dan bersiap untuk mandi.
Hanya butuh 10 menit bagi Radit untuk siap sekarang masih pukul 05.00 Radit segera melangkahkan kakinya turun ia harus menjual koran pagi ini.

Kakinya yang masih perih tak mematahkan semangatnya.

Anak itu berhenti di depan kamar sang ayah, pintu kamar lelaki berumur 30 tahun itu sedikit terbuka, memberikan akses bagi Radit untuk memandangi wajah ayahnya yang damai. Ia melihat sang Ayah tertidur dengan posisi duduk di kursi kerjanya.

"Ayah pasti lembur lagi..." Gumam anak itu pelan.

Sebenarnya ia takut tapi ia memberanikan diri untuk masuk dan menyelimuti Adam agar tak kedinginan. Melihat wajah damai sang ayah membuat Radit tersenyum anak itu lalu melangkahkan kakinya pelan keluar kamar.

"Den Radit?" sapa seorang wanita paruh baya yang kerap disapa Bi Imah.

"Eh! bi Imah."

"Mau kemana den? ini masih pagi banget loh, kok udah siap pakek seragam gitu?"

"Radit mau jual koran bi."

Hati Bi Imah menjadi sakit mendengar jawaban Radit ia memang tau masalah dikeluarga tempat ia bekerja ini dan satu satunya orang yang tau jika Radit bekerja. Tak terasa cairan bening keluar dari manik matanya.

"Den bi Imah buatin sarapan ya?dari kemarin malem belum makan kan?"

"Enggak usah bi nanti Papah sama Kakak bangun. Radit nanti sarapan disekolah aja." jawab Radit lembut pada wanita yang sudah ia anggap ibu ini.

"Roti aja mau ya?atau segelas susu?wajah den Radit pucet banget soalnya mau ya?" bujuk Bi Imah tak menyerah.

"Ya udah deh bi roti aja ya."

Bi Imah dengan semangat langsung menyiapkan roti dengan selai dan menutupinya dengan sehelai roti lagi.

"Ini den. Gak mau pakek jaket?diluar dingin loh."

"Makasih ya bi. Gak usah nanti juga hangat kok, Radit berangkat dulu ya." Radit tersenyum ia segera menyalami Bi Imah dan keluar dari rumah.

Wanita itu kembali menangis melihat sosok yang semakin kurus itu dan terus tersenyum seakan tak ada beban membuat hatinya terasa perih.

Disisi lain Radit menggosok gosokan tangannya agar tak merasa dingin.

"Harusnya gue nurutin kata katanya Bi Imah aja ya makek jaket."

"Radit? seperti biasa ya tepat waktu." Siska, perempuan pemilik usaha koran itu tersenyum simpul mendapati karyawan part time nya ini selalu datang tepat waktu.

"Iya Bu." jawab Radit tersenyum.

"Ini ya korannya. Sepedanya didepan garasi sana nanti kalo sudah selesai sepedanya taruh disana lagi aja ibu mau pergi jadi nanti langsung berangkat sekolah aja gak papa."

"Iya bu. Radit berangkat ya."

Siska menganggukan kepala, mengamati Radit yang mempersiapkan dirinya untuk segera berangkat melaksanakan pekerjaan.

Radit menganggukan kepalanya pelan, isyarat bahwa dia akan berangkat. Sekali lagi wanita itu tersenyum sebelum akhirnya punggung Radit berjalan semakin jauh.

"Anak muda jaman sekarang rajin rajin ya..."

.....


30 menit sudah Radit mengayuh sepedanya dan mengantarkan koran kini ia harus berangkat ia lalu memarkirkan sepeda didepan garasi Bu Siska dan segera berjalan menuju sekolahan.

Sepi.

1 kata yang menggambarkan kelasnya saat ini, sekarang memang masih jam 06.00 jadi Radit tak terkejut jika kelasnya masih kosong.

Ia segera duduk dibangkunya dan menelungkupkan kepalanya ditangan.
Tak sadar bahwa lama lama dia terbawa mimpi.

.....

"Dit!! woy Radit!"

"Masih nafas nggak?"

"Anjir lu."

"Hehehe bangunin gih 5 menit lagi masuk."

"Iya ini juga lagi usaha bacod amat sih."

"Yee situ ngegas."

"Woy!! BANYU RADIT ALVIAN." teriaknya tepat ditelinga Radit.

"Hah?!!" Radit tersentak kaget. Ia melemparkan tatapan bengis pada pelaku yang membuatnya terpaksa bangun.

"HAHAHA." tawa mereka berdua.

"Kalian berdua ya! pernah gue lempar pakek panci belum si?!"

"Zean dulu tuh yang nyuruh gue teriak teriak kaya toa."

"lo dulu ya nyet! Dasar petir."

"Nama gue PUTRA bukan petir!!"

"Kan ada Guntur Gunturnya."

"Terserah." Radit hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah 2 sahabatnya Zean Daffa Samudra dan Guntur Gelegar Putra.

"Woy Dit pucet amat dah kaya vampire." kata Putra.

"Lebay lo."

"Jam pertama olahaga kan ya? lo kuat Dit?" kini Zean yang bersuara.

"Apaan si orang gue aja nggak sakit."

Bel berbunyi. Seorang guru olahraga masuk dan memberi instruksi seperti biasa menyuruh para muridnya untuk berganti pakaian dan ke lapangan setelahnya.

lapangan

"Oke anak anak hari ini olahraga kita sepak bola. Putri nanti dilapangan sebelah barat sedangkan putra disebelah timur ya! mengerti?!"

"Mengerti!"jawab mereka semua dengan kompak.

"Seperti biasa kalian lari kelililing lapangan 3 kali untuk putra dan 2 kali untuk putri setelah itu pemanasan dipandu absen nomer 2 mengerti?!"

"Mengerti!" jawab mereka kompak untuk kedua kalinya.
Kini mereka semua berlari berlomba lomba untuk bisa sampai duluan.

Sedangkan Radit? masih tertinggal dibelakang. Padahal Zean dan Putra sedang lari secepat cepatnya seperti orang kerasukan, entah kenapa kepalanya sangat pusing padahal ia sudah sarapan dan cuaca pagi ini juga tidak terlalu panas.

Kaki Radit juga terasa semakin berat, penglihatannya sedikit buram tak terasa cairan warna merah mengalir dihidungnya. Radit buru buru mengusap hidung agar tak ada yang tau namun sialnya darah tetap keluar dari hidung mancungnya.

"Dit lama amat dah! gue udah lari keliling 2 kali nih...Radit!! lo mimisan!" cecar Zean

"Gak papa paling gue cuman kecapean."

"Kalian kenapa lama banget sii?!"

"Radit?! lo kenapa?!" tanya Putra heboh yang sudah mulai sadar dengan situasi.

"Udah gue bilang gue gak pa-"

Bruk

"RADIT!!!"

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang