Lie✓

7.7K 677 12
                                    

Sepulang sekolah seperti janji Radit ia akan menonton turnament basket kakaknya Radit tak sendiri dia ditemani Putra dan Zean yang selalu menempel seperti perangko dari tadi disebelahnya.

Mereka duduk ditribun yang berada diatas jadi pandangan mereka lebih jelas. Radit melihat sekeliling untuk mencari Ayahnya.
Adam sedang meberikan semangat pada Fano itu membuat Radit terharu dia merasa hangat dengan kedekatan kedua orang itu.

"Eh itu kan orang yang pas itu nyegat kita berdua ya?"kata Putra.

"Eh iya bener."balas Zean.

"Siapa?" tanya Radit.

"Itu lo yang lagi ngobrol sama bapak bapak."

"Fano?"batin Radit.

Pembicaraan mereka terhenti karena suara peluit dari wasit menandakan permainan akan segera dimulai.
Semua penonton menyemangati kubu mereka masing masing bahkan sampai ada yang membawa sepanduk untuk menyemangati tim idola mereka.

Tiba tiba kepala Radit sangat sakit membuat kedua tangannya reflek memegangi kepalanya.

Tes...

Darah keluar dari hidung Radit beberapa hari ini ia terlalu sering mimisan membuat dirinya kesusahan sendiri seperti biasa kakinya akan kesemutan lalu akan sulit digerakan.

Radit tidak tahan dia benar benar ingin berbaring ia tidak bisa memegangi kepalanya terus menerus karena ia tidak akan bisa melihat semangat kakaknya dilapangan.

"Dit! Lo gak apa apa?" tanya Zean yang duduk disebelah Radit disusul dengan Putra yang duduk disebelah Zean ikut menengok karena penasaran.

Mereka terkejut melihat Radit mimisan.

"Gak apa apa gue kayak nya kecapekan gara gara liburan kalian gak usah khawatir."

Radit menyeka darah dihidungnya dengan sisa tisu yang ia punya ia tersenyum kepada kedua sahabatnya yang menatap Radit sedih.

"Tatapan kalian kenapa si? merinding gue."

"Balik aja yuk Dit lo tidur aja dirumah." tawar Putra.

"Sekarang lebih penting."

"Apanya yang penting disini si Dit?!" kesal Putra.

"Karena 2 alesan gue hidup ada disini."

"Omongan lo aneh banget." kesal Putra.

"hahahahhah." Radit hanya tertawa garing.

"Ini mungkin menggelikan tapi Ze gue boleh bersandar dipundak lo? gue pusing."

Zean mengangguk semangat sebenarnya masih tetap pusing kepalanya berdenyut sangat keras meninggalkan rasa nyeri dikepala.

Namun ketika melihat semangat Fano dan senyum Adam, Radit kembali tersenyum dan menyemangati dirinya sendiri bahwa dia pasti bisa melalui beberapa menit ini.

Tanpa sadar 30 menit berlalu tim Fano menang telak dengan skor 5-3 semua pemain saling berjabat tangan. Riuh penonton semakin terdengar keras ketika mengetahui tim pilihan mereka menang.

Radit melepaskan senderan kepalannya saat melihat beberapa penonton satu demi satu pergi keluar tribun, disisi lain Fano celingak celinguk mencari seseorang.

"Kamu nyari siapa?" Tanya Adam keheranan.

Fano tak menjawab dia terus mencari 'orang itu' hingga ketika dia melihat Radit senyum nya mengembang, anak itu melambaikan tangannya membuat Adam, Putra dan Zean melihat Radit.

"Dia kenal lo?" tanya Putra.

"Hmm."

"Kok bisa?"

"Cerita nya panjang...Akh!!" seperti ada suara dan dentuman keras mengenai kepala Radit membuat dirinya hampir saja terjatuh karena kesakitan.

"Dit! lo kenapa?!"

"Dit!!" tanya Zean dan Putra bergantian.

"Gak apa apa." alibi Radit.

"Ayo!" Putra menawarkan punggungnya ketika menyadari bahwa tubuh Radit hampir terjatuh.

"Udah 3 kali gue ditawarin buat digendong kaya gitu."

"Lo bisa minta kapanpun kok Dit." kata Zean menepuk sebelah pundak Radit.

"Thanks tapi gue bisa sendiri."

"Jangan bohong! lo gak bisa jalan kan?! kepala lo sakit kan?!" cecar Putra beberapa kali.

"Maksud lo Apa? "

"Kita sahabat lo! kita bakal bantuin lo kapanpun! lo bisa ngomong sama kita!" emosi Putra ketika menatap wajah pucat sahabatnya itu.

"Ra! calm down." Zean menenangkan Putra yang masih terlihat bersungut sungut lalu anak itu mengusap wajahnya kasar.

"WOY RADIT!" teriakan Fano membuat beberapa siswa melihat kearah mereka Fano berjalan menaiki tangga satu demi satu menuju saudaranya itu disusul dengan Adam dibelakang Fano. Tatapan Adam terlihat sangat tidak suka.

"Radit! Ayo! " Ucap Fano ketika dia sudah berdiri didepan Radit.

"Tunggu! lo siapa nya Radit?!" tanya Putra.

"Gue–" Ucapan Fano terpotong ketika Adam dengan kasar menarik pundaknya kebelakang.

"Dia cuman teman Radit! ayo Fano kita pulang." Adam datang dengan muka dinginnya memberikan tatapan benci pada Radit yang tidak berkutik ditempat. Fano hendak memberontak namun kata kata ayahnya membuat dirinya mengurungkan niatnya.

"Pulang atau Papa bakal hukum anak sial itu!" bisik Adam kepada Fano.

Fano dan Adam pergi meninggalkan Radit dan teman temannya kepala Radit terasa kosong kata kata Ayahnya barusan membuat hatinya sakit meskipun memang benar faktanya.

"Sorry." kata Radit.

"Gue emang pengecut gue gak berani bilang sama kalian karena gue pikir nggak perlu semua orang tau penderitaan gue maaf."

"Kita teman kan?" tanya Putra.

"Kenapa lo gak mau bagiin rasa sakit lo?! gue tau lo tersiksa Dit kita denger pembicaraan lo di Ruang Pak Damar tadi pagi kita sampai cari diinternet gejala penyakit lo! kita gak mau kehilangan temen kaya lo Dit." Putra balik badan lalu mengucek matanya.

"Aduh gue kelilipen!" alibi Putra ketika merasa ia akan menangis.

"Thanks." Radit tersenyum simpul.

"Gue benci senyum lo itu! seolah olah bilang kalau lo baik baik aja." kesal Putra.

"Ra! Sabar." Sekali lagi Zean menengahi perdebatan yang akan semakin panjang jika tidak dihentikan.

"Makasih. Gue janji setelah ini gak bakal ada yang gue tutupi dari kalian lagi." Ucap Radit sembari menyodorkan tangannya berniat melakukan Tos khas persahabatan mereka.

"OKEY! JANJI! " Ucap mereka bertiga.

Radit tersenyum lalu setelah itu pandangan nya menjadi kabur...

"Terimakasih teman teman...aku beruntung Tuhan memberikan ku sahabat seperti kalian aku akan terus tersenyum agar kalian tidak melihatku terluka."

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang