Disappear✓

7.6K 648 8
                                    

"Pak Wijaya?!" kaget Fano dan Adam bersamaan. Lalu mereka berdua saling pandang.

"Kamu kenal?" "Papa kenal?" tanya mereka kompak sekali lagi.

"Wah wah kalian kompak sekali ya? benar benar pasangan ayah dan anak yang klop." ucap Wijaya sambil bertepuk tangan dengan pelan.

Orang yang tadi duduk seenaknya adalah Wijaya Petra Ardeon.

"Kalian lagi makan malam? mau bareng sama saya? saya juga lagi makan bareng sama anak saya?"

"Papa!" panggil Arva keras tak memperdulikan pandangan sekitarnya yang merasa terganggu.

"Kayaknya ini acara Ayah dan anak ya? kalau gitu saya pamit." Wijaya berjalan kearah Arva yang kelihatan jengkel karena telah menunggu dari tadi.

"Gimana kamu bisa kenal sama dia?" tanya Adam.

"I...itu..ya karena sesuatu Papa sendiri?" tanya Fano mengalihkan pembicaraan.

"Dia temen bisnis Papa."

"Ooh." Akhirnya mereka melanjutkan memesan makanan yang sempat tertunda.

*****

Keesokan harinya setelah pulang sekolah Fano datang kembali ke Rumah Sakit namun ia kaget karena ruangan Radit sudah bersih dan tidak ada Radit disana,Fano segera berlari ke Repsesionist.

"Permisi." tanya Fano sopan.

"Iya ada yang bisa saya bantu?"

"Dimana ruangan pasien yang bernama Banyu Radit Alvian?"

"Sebentar ya...saya cek dulu."

"Iya."

"Banyu Radit Alvian?" tanya Repsesionist.

"Iya benar!"

"Dia sudah keluar dari Rumah Sakit tadi pagi."

"Apa?!" Fano sangat kaget Radit pergi bahkan tidak mengabari dirinya,sekarang ia harus mencari Radit kemana.

"Terimakasih."

"Iya sama sama."

Fano keluar Rumah Sakit dengan lesu.

"Padahal gue baru pengen belajar jadi kakak yang baik buat lo...sekarang lo dimana Dit."

****

"Dik angkat karung berasnya kesana ya!"

"Baik buk." Disini lah Radit berada. ditoko beras hanya disini tempat dia bisa bekerja tanpa memperdulikan status bahwa dia masih pelajar Radit sudah membolos 2 hari ia juga keluar diam diam dari Rumah Sakit.
diam diam dalam arti tidak diketahui oleh Dokter Pandu.

"Huft udah selesai." Kata Radit sambil me-lap keringat didahinya. Radit bekerja karena ia tidak ingin merepotkan Dokter Pandu sebenarnya Radit masih sangat pusing ia sudah bolak balik ke kamar mandi daritadi karena mimisan dan juga muntah muntah.

"Radit? ini upah kamu hari ini berkat kamu semuanya cepat selesai besok datang lagi ya."

"Kalau saya datangnya agak sore gimana?"

"Sore?"

"Besok saya sekolah."

"Ooh kamu besok udah mulai sekolah? kalau gitu maaf ya Radit ibu gak bisa kalau makek tenaga kerja sore ramainya kan siang sama pagi."

"Ka..kalau gitu pas saya libur saya boleh datang?"

"Tentu aja! saya senang karena kamu termasuk pekerja yang rajin."

"Terimakasih bu." jawab Radit senang.

"Sama sama." ibu itu membalas tersenyum.

Radit berjalan pelan menuju rumahnya ia takut karena sudah lama tidak pulang kerumah apa yang akan dilakukan sang ayah? mungkin Radit akan bersyukur jika yang dikatakan Fano benar jika Adam sudah berubah. Tapi bagaimana jika perubahan itu tidak berlaku untuk Radit?

Cklek

"Sudah pulang Fan—anak sial?!"

Adam yang tadinya tersenyum langsung memudarkan senyumannya sekarang ia berjalan kearah Radit.
Radit hanya bisa menundukan kepalannya dan menelan ludah nya kasar.

PLAK!

"MASIH INGAT SAMA RUMAH INI?! DARIMANA AJA KAMU SELAMA INI?!"

"Ma..maf Pa.."

"sudah lama kamu gak dikasih pelajaran sini kamu!"

Radit hanya pasrah saat dibawa Adam ke kamar mandi demi apapun Radit sangat trauma dengan tempat itu.

"Bi Imah!! ambilkan sapu."

"Ta..ta..pi Tuan.."

"Cepat ambil!!" Bi Imah segera berlari mengambil sapu dan memberikan kepada Adam.

Adam menarik Radit ke kamar mandi lalu mengguyur badan kurus anak itu dengan air dingin tak sampai disitu Adam memukuli badan Radit dengan sapu yang diambil oleh Bi Imah. Karena melindungi kepala tangan Radit menjadi banyak yang lebam.

Bugh!

Bugh!

Plak!

Plak!

Radit hanya pasrah dia tidak melawan sedikitpun Adam menendang perut Radit membuat Radit menggigit bibirnya menahan sakit padahal terdapat luka disana yang belum kering.

"Sekali lagi kamu gak ingat sama hutang budimu!! kamu bakal tau akibatnya!" setelah mengatakan itu Adam pergi meninggalkan Radit yang terus memegangi perutnya.

"Den!!" Bi Imah datang dengan tangisannya dia sangat khawatir,ia melihat tangan Radit yang sangat parah tangisannya kembali pecah namun ia tahan agar tak mengeluarkan suara.

"Gak apa apa Bi jangan khawatir Radit baik baik aja kok." seulas senyum Radit berikan meskipun sedari tadi ia kesakitan.

"Ayo Bi Imah obati."

"Jangan Bi nanti Papa marah Bi imah kerja aja ya? Radit mau kekamar dulu."

Radit berjalan pelan menuju lantai atas ingin sekali Radit menangis dan mengatakan kepada semua orang jika ini sangat sakit namun anak itu hanya bisa menutup mulutnya rapat rapat.

Radit terus berjalan dengan pelan sepanjang jalan anak itu memegangi perutnya yang terasa sangat perih karena luka jahitannya belum sepenuhnya kering.

Saat sudah berada dikamar Radit langsung mengganti baju agar tak masuk angin lalu merebahkan badannya dikasur tipis yang biasa ia pakai.

"Ma. Tunggu Radit ya?"

Radit menangis mengeluarkan semua kesedihannya ia sangat sedih ia benar benar sangat tersiksa.

*****

Fano berjalan kerumahnya dengan lesu karena lelah ia langsung menuju kamarnya menghiraukan ayahnya yang sedang menonton TV.

"Fano kenapa telat?"

"Ekskul Pa."

"Ayo kita makan dulu."

"Nggak Pa Fano nggak laper."

Fano segera naik kekamarnya saat ia hendak masuk kekamar ia sedikit penasaran dengan kamar Radit karena sepanjang jalan hingga kekamar Radit basah.

Kriet

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang