Yes✓

8.8K 824 11
                                    

"Lo siapa?"tanya Zean tanpa basa basi.

"Cepetan gue kaya mau ngompol ni anjir."

"Gue..."

"Kalian ngapain disini? ini udah bel cepetan masuk kelas! kamu Fano!kamu ngapain didepan kelas lain gini cepat masuk kelas kamu!"

"Ck! iya pak." Fano kembali menatap Zean dan Putra bergantian, ada kalimat yang ia ingin utarakan. Namun momen yang tidak tepat ini menggagalkan semuanya.

"Kapan bel nya sih?" tanya Zean lirih pada dirinya sendiri namun guru yang berada di depannya tetap mendengar.

"Sejak kamu masih janin!"

"Ye—si bapak."

"Aduh pak saya izin ke toilet ya."

"Ya udah sana! giliran bel aja izin ke toilet."

"Saya udah kebelet semenjak saya bayi pak!" jawab Putra sambil berlari sedangkan Zean masuk kelas sambil cekikikan.

"Anak muda zaman sekarang nggak ada yang waras."

......

"Den? den Radit??"

"...."

"Den? tadi tuan ngasih saya kunci tapi bi Imah nggak boleh bukain pintu buat den Radit, tapi karena tuan lagi gak ada bi Imah bawain makanan."

"Jangan bi, Radit nggak papa. Bentar lagi papa pasti pulang terus nge-bolehin bi Imah buat bukain pintu ini. Radit kuat kok kalau urusan nggak makan bi Imah tenang aja." dengan sekuat tenaga Radit mengatakannya dadanya terasa sangat sesak berbicara saja membuat energinya terkuras banyak.

"Tapi den? den Radit kan dari kemarin malem nggak makan."

"kemarin siang Radit makan banyak kok bi tenang aja." jawab Radit berbohong.

"Bi Imah lagi ngapain disitu?" suara sarkas itu mengagetkan bi Imah dan Radit, Adam pulang lebih awal dari jam biasanya.

"Eh! Tuan."

"Sini kuncinya! bi Imah kedapur aja sana! masak yang banyak hari ini keluarga bakal kumpul."

"I–iya tuan."

Cklek

Radit yang merasa pintu terbuka sedikit terdorong kedepan karena ia bersandar dipintu.

"Inget! hari ini ada perkumpulan keluarga disini, kamu masuk kamar sana terus nggak usah keluar!"

"Iya Pa." Adam langsung keluar tanpa memperdulikan Radit yang sudah pucat pasi.

"Caranya gue kekamar gimana ya?badan gue kok nggak mau digerakin gini."

Dengan sekuat tenaga Radit berdiri dan mulai berjalan perlahan lahan ke kamarnya.

Sekujur badan dan kepala Radit terasa sangat sakit. Entah apakah ia bisa menaiki tangga tanpa terjatuh nanti.

"Ayo!" seseorang berjongkok didepan Radit menawari punggungnya.

"Kakak?! maksudnya Fano, kenapa udah pulang?"

"Cepetan naik! keburu Papa liat! kata Papa ada acara penting jadi gue diijinin pulang cepetan dah,"

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang