End✓

13.6K 706 30
                                    

Pemakaman Radit membuat suasana menjadi begitu mendung. Terlihat Zean dan Putra yang terus menangis, menatap makam sahabatnya.

"Udah nggak sakit ya Dit? Titip salam untuk Tuhan ya..." Ucap Zean dengan suara parau. Sedangkan Putra terus terisak berjongkok disebelah Zean.

Damar dan Pandu ikut menabur bunga diatas tempat peristirahatan terakhir anak ceria itu. Damar terus melap air matanya yang mengalir deras.

"Terimakasih sudah mau menjadi murid bapak, sayang ya...kamu gak bisa nepatin janji untuk datang kerumah bapak." Ucap Damar kembali melap air matanya.

"Selamat jalan anak baik..." Kini pandu yang berbicara, mengelus nisan Radit dengan lembut menatap nama yang tertera disana.

"Om nggak akan pernah lupakan kamu."

Hari itu semilir angin yang sejuk  e tak bisa mengalahkan kesedihan yang dirasakan mereka. Fano terisak anak itu terus menangis tak berani berjalan mendekat kearah makam saudaranya.

Adam masih diam menatap nisan anak yang selama beberapa tahun ini tinggal bersamanya dia diam namun air mata terus mengalir dari matanya.

Wijaya berdiri  lalu menepuk pundak Adam, mata sembabnya menatap makam anak yang baru beberapa hari menghabiskan waktu dengannya.

"Dia udah pergi..." lirih Adam dia sesenggukan.

"Radit udah pergi...." suaranya berubah parau ia kembali menangis hebat.

"Ini salah saya....saya bukan orang baik....kenapa anak sebaik Radit harus pergi secepat ini..." Adam terus berbicara meskipun dia sesenggukan.

"Dia sayang sama kamu dia pasti gak mau lihat kamu sedih seperti ini Tuhan sangat adil...Ia ingin kita merasakan kasih sayang dari anak ini." kata Wijaya dia berusaha menguatkan orang lain padahal hatinya sendiri hancur.  Penantian selama bertahun tahun runtuh seketika karena kepergian Radit.

Wijaya pergi meninggalkan Adam dia masuk kedalam mobil disana terlihat Arva yang sudah siap mengemudi didalam mobil itulah Wijaya menumpahkan semuanya dia menangis menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

"Pa?" panggil Arva.

"Papa kehilangan lagi Ar...Papa kehilangan orang yang Papa sayang sekali lagi." ucapnya.

Wijaya menangis dia mengambil buku hitam yang ditemukan di ranjang Radit hanya ini kenangan anak itu.

Lalu dia kembali membacanya.

14 Februari.

Aku sudah bisa menulis,berbicara,dan berjalan rasanya aku senang sekali Ayah dan Kakak ku sangat baik mereka sangat menyayangiku aku bahagia Disni.

16 Februari.

Sudah satu hari aku tidak menulis karena kepalaku terasa sakit sekali,bagaimana kira kira keadaan Papa ku? apa dia baik baik saja?.

17 Februari.

Aku sudah tidak mimisan rasanya sangat senang,aku jadi tidak terlalu repot. hari ini sangat membosankan aku sendirian dikamar melihat langit yang tiba tiba mendung.

20 Februari.

Sepertinya lama sekali aku tidak menulis belakangan ini kepalaku terasa sangat sakit.aku kira setelah operasi aku tidak akan merasakan sakit kepala ternyata sama saja.

21 Februari.

Hari ini entah kenapa aku merasa sedih aku merindukan Papa dan Kakaku,apa mereka masih membenciku?

22 Februari.

Mimpi ku akan segera terwujud,aku akan tenang.

23 Februari.

Selamat tinggal Ayah,aku menyayangimu,jika Ayah membacanya aku pasti sedang tersenyum diatas sana.terimakasih sudah mau hadir dihidupku meskipun kita hanya bertemu sesaat.Dimas menyayangi mu ayah.

Wijaya kembali menangis dia sudah beberapa kali membaca isi buku itu namun setiap ia membaca maka dia akan menangis Arva menatap Ayahnya sendu ia juga merasa sangat terpukul tapi sekarang yang ia harus lakukan adalah menyemangati Ayahnya.

Arva melajukan mobilnya menjauhi pemakaman.

*****

Adam sampai dirumahnya disebelahnya ada Fano yang memegang Adam agar tak terjatuh.

"Papa bisa jalan sendiri Fan." Adam berjalan naik dia menuju kamar Radit hatinya terkejut saat baru menyadari jika kamar Radit sangat tak layak namun tetap bersih.

Adam berjalan kearah lemari Radit, lalu mengambil kaos milik anak itu,didalam lemari hanya ada 5 kaos bahkan yang memiliki warna hampir memudar dan 1 jaket lusuh tidak ada baju bagus, Adam menyesal telah melenelantarkan Radit.

Dia duduk di ranjang kasar itu lalu memeluk kaos Radit,Adam kembali menangis.

Adam mengambil foto yang berada disaku Jas nya, foto mereka saat berada dipantai tetesan air mata terus turun hatinya kembali tersayat ketika melihat senyuman Radit didalam foto itu, anak ceria yang sudah pergi untuk selamanya.

Rasa bersalah juga semakin menumpuk ketika Adam tau bahwa pendonor ginjalnya adalah Radit,seseorang yang selama ini tidak pernah ia harapkan.

"M-maafin...p-papa..hiks hiks hiks" Adam menelungkupkan wajahnya,lalu kembali memeluk kaos Radit dengan erat.

"Radit....jangan tinggalin Papa..." suaranya sangat pilu,Fano berdiri dibalik pintu kamar dan terduduk lemas didepan pintu. Fano menelungkupkan kepalanya.

Fano juga menangis.

20 tahun kemudian....

Seorang Dokter  berusia sekitar 38 tahun keluar dari dalam Rumah Sakit dengan jas kedokteran.

Dia menyapa setiap pasien yang dia temui dijalan dan melanjutkan perjalanan menuju taman dibelakang Rumah Sakit dan duduk disalah satu bangku pria itu tersenyum sambil mengusap bangku disebelahnya. Setelah itu ia menatap langit dan memejamkan matanya tidak ada yang berubah ditempat itu meskipun sudah 20 tahun berlalu.

"Terimakasih Dit sekarang gue bakal bantuin orang orang yang mempunyai penyakit seperti Lo...makasih Dit." batin pemuda tersebut lalu air mata menetes dari matanya.

"Dokter Fano!!" teriakan itu membuat pemuda tersebut membalikan badannya dan mengusap air matanya.

"Saya cari kemana mana ada operasi hari ini."

"Baik!" pemuda itu adalah Fano, laki laki yang kini sudah menjadi Dokter yang memiliki impian agar bisa membantu semua orang yang memiliki penyakit seperti Radit,dia berjalan mengikuti perawat yang baru saja memanggilnya.

"Sekali lagi terimakasih Radit." batin Fano lalu tersenyum.

-END-

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang