Terbongkar✓

8.6K 664 17
                                    

"Dokter!" Fano menyetop Pandu yang sedang berjalan dilobi.

"Iya?" Pandu menghentikan langkahnya lalu menatap Fano.

"Oh...Kamu?"

"Dokter benar benar tidak tau Radit ada dimana?" Tanpa basi basi Fano menanyakan tujuannya

"Tidak!"

"Mau membantu saya? buat nyari Radit?"

"Tidak!" balas Pandu cepat lalu segera berbalik dan berjalan menjauhi Fano.

"Radit bukan adik saya!" teriak Fano ia sudah tidak peduli dengan tatapan sebal orang orang karena suara berisiknya. Pandu membalikan badannya lalu berjalan kearah Fano.

"Mari bicara diluar."

******

Cafetaria

"Ayo silahkan." instruksi Pandu raut mukanya sudah sangat serius.

"Radit...dia..."

"Radit marah nggak ya? kalau gue nyeritain ini?" batin Fano.

"Saya nggak mau rugi! jadi mari buat persetujuan." Fano menatap Pandu intens karena sebelum menceritakan masa lalu saudaranya dia harus benar benar tau ada dimana Radit itu.

"Persetujuan?"

"Iya! beritahu saya lokasi Radit."

"Sudah saya bilang saya tidak tau!"

"Kalau begitu bantu saya!"

"Maaf saya tidak bisa." ucap Pandu sambil berdiri lalu berbalik untuk berjalan menjauh dari Fano sebelum anak itu bertanya lebih banyak, ia memilih untuk menekan rasa penasarannya daripada harus membongkar rahasia Radit.

"Tolong saya! saya ingin bertemu Radit." Fano menunduk meminta belas kasihan Pandu dengan suara yang parau.

Pandu menghiraukan Fano lalu tetap berjalan meninggalkan cafetaria ia memang tak tega melihat Fano seperti itu tapi pilihan yang tepat untuk saat ini adalah memberi jarak antara Radit dan Fano serta Ayahnya pikir Pandu.

"Radit kamu mau beli kado apa untuk Ayah kamu?" tanya Wijaya.

"Gak tau."

"Kok gak tau."

"Karena saya bingung, dari dulu Papa gak pernah memakai ataupun buka kado yang saya beri jadi saya gak tau."

Wijaya sedikit teriris hatinya ia tidak bisa membayangkan orang yang menolak hadiah dari orang sebaik anak dihadapannya ini.

"Tapi itu bukan karena Papa jahat Papa hanya sibuk." tambahnya disertai dengan senyuman khas nya.

"Kalau gitu beliin Papa kamu jam tangan aja Dit."

"Jangan!!" sergah Radit.

"Itu terlalu biasa."

"Kalau begitu cari yang mahal dong."

"Saya takut uang saya gak cukup."

"Kan ada om."

im hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang