"Radit?!"
Fano segera membekap mulutnya sendiri ia mencari tempat yang pas untuk menguping setidaknya ia merasa lega karena orang yang selama ini dia cari baik baik saja.
Ketika hendak memposisikan telinga nya agar dapat mendengar, beberapa suster datang dan menyuruh Fano untuk minggir para suster tersebut masuk kedalam ruangan Radit.
Beberapa saat kemudian Pintu terbuka menampakan Wijaya,Dokter dan beberapa suster tersebut keluar sambil membawa bangsal Radit raut muka mereka terlihat panik,dan wajah Radit yang semakin pucat itu menambah kekhawatiran Fano beruntung Wijaya tak melihat Fano.
Mereka terus berjalan dan sampai pada ruangan tertutup dimana terlihat Wijaya yang dilarang masuk. Fano mendekati Wijaya yang sedang duduk dengan raut wajah resah.
"Pak Wijaya?" panggil Fano pelan.
Wijaya mendongakan kepalanya dia sedikit terkejut karena bertemu dengan Fano dirumah sakit.
"Ah! kamu...anaknya Adam?"
"Iya kita sudah 2 kali ketemu."
"Iya benar" jawab Wijaya sambil menundukkan kepalanya ada tetesan air yang terlihat jatuh saat dia menundukkan kepalanya lalu ia mengusapnya pelan dan kembali menatap Fano yang berdiri sambil memandangi pintu tempat Radit berada mata Fano terlihat berkaca kaca.
"Sini." Wijaya menepuk kursi disebelahnya bermaksud agar Fano duduk disebelahnya Fano mengangguk menurut.
"Radit selama ini sama om?" tanya Fano sendu.
"Gimana kabar Radit belakangan ini?" sambungnya.
"Sebelumnya baik." balas Wijaya singkat.
"Besok ulang tahun Ayah kamu ya?" tanya Wijaya.
"Kok om tau?" tanya Fano heran.
"Radit yang cerita dari kemarin yang dia ceritain cuman ayah kamu kayaknya dia sayang banget sama ayahnya dia bahkan selalu tanya kira kira ayah kamu lagi apa? apa dia sehat? padahal dirinya sendiri semakin bertambah hari semakin kurus...." Wijaya menjeda kalimatnya merasa bahwa jika ia lanjutkan air matanya akan kembali menetes, Wijaya menarik nafas dalam dalam sebelum melanjutkan kembali.
"...om jadi iri sebaik apa si ayah kamu sampai Radit sesayang itu meskipun kami rekan bisnis tapi om nggak tau kan kehidupan keluarganya ayah kamu orang yang sangat baik pastinya ya?"
Fano terdiam dia hanya tersenyum kecut ia tak berani menatap Wijaya, Fano bahkan bingung dengan Radit bagaimana bisa ia tetap menyayangi ayahnya yang bahkan sampai sekarang masih membenci Radit terkadang ia merasa Radit bukan manusia tapi seorang Malaikat.
"Kamu tau?" tanya Wijaya membuat Fano menoleh.
"Kalau Radit sakit?"
"Iya."
"Sakit yang parah."
"Iya."
"Kadang dia melamun saat menonton Tv saat malam hari ia kadang menangis meskipun gak bersuara tapi om sering liat dia nutup mukanya sendiri dia juga sering mimisan namun selalu ia tepis kalau dia baik baik saja kata Pandu dia punya kanker." Wijaya mengadahkan kepalanya menatap langit langit Rumah sakit.
"Tapi dia masih bisa senyum om salut sama adik kamu." ucap Wijaya kemudian ia menutup matanya lalu menangis dalam diam.
"Makasih om."
"Buat apa?"
"Berkat om Radit jadi bisa ngerasain kasih sayang seorang Ayah." Wijaya mengerutkan keningnya bingung.
Saat hendak bertanya seorang Dokter keluar dari ruangan putih tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
im hurt (COMPLETED)
Ficção Adolescente[Sudah Revisi] Yg penasaran langsung baca aja! # 1 pengorbanan -19032021 # 1 happiness -13052021 # 1 pelajaran hidup-11082021 # 1 die. -10092021