9

3.8K 392 86
                                    

"Baru pertama kali ke istana, huh?"

Raut wajah Kai menggambarkan dengan jelas bagaimana laki-laki yang sebentar lagi menyandang Count itu terperangah melihat bangunan megah di depannya. Istana Crown.

Kai bahkan mengabaikan ucapan menjengkelkan Soobin dan memilih untuk memperhatikan istana dari balik jendela kereta.

Ada tiga buah gerbang yang menutupi istana. Jarak antara satu gerbang dengan gerbang lainnya adalah lima menit perjalanan dengan kereta kuda berkecepatan sedang. Bayangkan betapa luasnya. Itu baru gerbang saja, belum lagi jarak antara gerbang ke tiga dengan bangunan utama istana. Wajah Kai nyaris menempel di kaca jendela saat melihat pemandangan halaman depan istana yang sangat menakjubkan. Benar-benar memperlihatkan betapa makmurnya kerajaan ini.

Tak lama turun dari kereta kuda, Kai dan Soobin disambut oleh seorang penjaga yang mengantarkan mereka ke Hall utama istana. Sepanjang perjalanan membelah koridor istana, Kai melihat banyak sekali lukisan potret Raja dari masa ke masa yang besarnya seukuran dinding.

Di ujung koridor ada pintu yang tingginya nyaris mencapai langit-langit menyambut mereka. Dua penjaga ditemoatkan di sisi kanan dan kiri pintu. Mereka tampak seperti patung, hanya menatap lurus ke depan.

Barulah Kai merasa gugup. Ia akan berjumpa langsung dengan Raja yang menganugerahinya gelar bangsawan Count. Kai tampak berusaha mengatur napasnya.

"Tenang. Raja tidak akan memenggal lehermu."

Kai menatap Soobin tajam. Ucapannya barusan tidak membantu sama sekali. Setelah menyiapkan hatinya, Kai menoleh ke arah penjaga yang tadi membawa mereka, mengangguk pelan.

Pintu tinggi itu pun perlahan terbuka. Kai melangkah masuk, diikuti Soobin di sampingnya.

Karpet merah yang Kai pijak terasa lembut meski terhalang sepatu. Di ruangan hall yang besar itu hanya ada beberapa orang. Penganugerahan gelar biasanya memang hanya disaksikan oleh beberapa orang penting saja, bukan jenis kegiatan yang memerlukan undangan banyak orang.

Syukurlah, ungkap Kai dalam hati. Ia tidak perlu berhadapan dengan banyak orang.

Kai sampai di ujung karpet merah. Lima meter di hadapannya ada sebuah singgasana di atas undangan anak tangga, terlihat megah dan mewah. Singgasana itu kosong. Saat Kai menoleh ke kiri, ia melihat Soobin berdiri sejajar dengan orang-orang yang ada di sana. Soobin tersenyum ke arahnya, berusaha menyalurkan rasa tenang.

Selain Soobin, tidak ada orang yang Kai kenal. Hanya ada delapan orang di ruangan itu, terhitung Kai dan Soobin.

Tak lama, pintu lain yang ada di sisi kanan singgasana terbuka. Seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan jubah kebesaran dengan lambang kerajaan di punggung berjalan masuk. Walau paruh baya, penampilannya tidak bisa diremehkan. Aura kuat khas pemimpin yang ada pada orang itu membuat siapapun yang melihatnya langsung merasa segan.

Sontak seluruh orang di ruangan itu membungkuk, termasuk Kai. Saat Raja sudah duduk di singgasananya, barulah orang-orang kembali menegakkan badan.

"Kai Kamal Huening?"

Kai mendongak, menatap Raja. "Ya, Yang Mulia."

"Sayang sekali, kau harus kehilangan kedua orang tuamu. Aku turut berduka cita."

Wajah dan nada suara Raja tampak datar, tidak menampilkan ekspresi apapun. Turut berduka cita, namun seminggu setelah kematian orang tuaku mereka malah berusaha menarik paksa kekayaan Huening.

Kai mengeraskan rahangnya, tiba-tiba merasa muak.

"Terima kasih atas perhatian Anda, Yang Mulia."

MIDDLEMIST | SooKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang