16

2.7K 340 62
                                    

Suara pintu yang terbuka mengalihkan atensi Jeon.

Soobin muncul dari balik pintu dengan sebuah nampan di tangan. Ia menutup pintu tanpa suara, takut mengganggu Kai yang masih terlelap. Setelah meletakkan nampak berisikan obat dan segelas air di atas meja, Soobin melirik Jeon yang berdiri di dekat jendela.

Jeon terbangun tiga jam yang lalu, dan langsung mencari keberadaan Soobin untuk melaporkan sebatas yang ia ingat. Tentang bagaimana ia mengejar beberapa orang yang menculik Kai.

Jeon berhasil melumpuhkan satu diantara mereka, namun karena kelalaiannya yang sibuk memperhatikan Kai yang sudah tak sadarkan diri di dalam kereta, bagian belakang kepala Jeon dihantam kuat. Ia hanya ingat samar-samar tentang Kai yang menangis sembari membuka ikatan tangan dan kakinya di sebuah ruang bawah tanah yang remang dan berdebu. Setelahnya Jeon tidak ingat apapun lagi.

"Bagaimana lukamu?"

Jeon tersenyum kecil—nyaris tidak terlihat. "Aku baik-baik saja."

Bagaimana mungkin baik-baik saja, sementara Soobin tahu tubuh Jeon babak belur—Hoseok yang mengatakannya. Ada banyak sekali bagian tubuh Jeon yang terluka saat ia ditemukan. Pakaian hitamnya basah oleh darahnya sendiri.

"Kai hanya terluka di pelipis, kalau kau penasaran."

Raut wajah Jeon terlihat melembut. Setelah menemui Soobin, tentu saja Jeon mencari keberadaan Kai yang menurut para pelayan ada di kamarnya, belum terbangun.

"Syukurlah."

Soobin menepuk bahu Jeon. "Terima kasih sudah melindungi Kai, Jeon."

Jeon menunduk, "Tidak. Justru aku yang gagal melindungi Kai."

Soobin menarik tangannya yang ada di bahu Jeon, menyelipkannya di saku celana. Soobin menghela napas, membuang pandangan keluar jendela. Andai ia lebih ketat dalam menjaga Kai, hal ini pasti tidak akan terjadi.

"...bin..."

Soobin menoleh ke arah ranjang, melihat pergerakan disana. Raut wajah Soobin menegang, Jeon pun terlihat sama. Terkejut. Dengan langkah lebar Soobin menghampiri ranjang, diikuti Jeon.

Ia tidak salah dengar. Kai memanggil namanya barusan. Kai bangun!

"Panggil dokter!"

Sepeninggalan Jeon, Soobin mendudukkan dirinya di tepi ranjang, meraih jemari Kai dalam genggamannya. Mata yang tadinya tidak fokus kini menatap netra Soobin. Ada raut lega yang terpancar di sana.

"Soobin."

"Iya, Kai. Aku disini, sayang."

Soobin menundukkan tubuhnya, mencium dahi Kai sayang. Setelahnya ia menciumi kedua kelopak mata Kai bergantian. Saat kedua kelopak mata itu terbuka lagi, Kai mulai menangis.

"A-aku takut."

Jemari Kai yang ada di dalam genggaman Soobin bergetar. Air matanya keluar tanpa bisa dicegah. Soobin mendekap Kai, berusaha menenangkannya. Ada banyak ketakutan yang terpancar di mata Kai. Hal itu membangkitkan amarah Soobin tentang apa yang terjadi pada Kai.

"Ssshh. Tidak apa-apa. Aku disini, sayang. Jangan menangis."

Soobin menunggu hingga tangisan Kai reda. Ia biarkan Kai memeluk tubuhnya meski posisi duduknya yang tak nyaman. Setelah Kai sudah agak tenang, Soobin menegakkan kembali tubuhnya. Ia mengatur bantal-bantal di belakang punggung Kai agar laki-laki itu bisa duduk dengan nyaman. Sedari tadi, Kai tidak melepaskan tangan Soobin, menggenggamnya erat-erat seolah Soobin bisa saja menghilang kalau gengaman itu ia lepas.

"Mau minum?"

Kai mengangguk. Soobin mengambil segelas air yang sebelumnya ia letakkan di atas meja. Dengan sabar Soobin membantu Kai memegangi gelas sementara Kai terlihat sangat kehausan—air di gelas itu tandas seketika. Soobin tersenyum puas. Ia meletakkan kembali gelas kosong itu di atas meja.

MIDDLEMIST | SooKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang