•Initiating : 02

288 18 0
                                    

[ALTERLION TIL: 02]



"Kok, bisa sampai jatoh? Lagian Lo ngapain baca buku sambil jalan, sih?!"

Feilya tersenyum menatap kakak kelasnya yang tengah melilitkan perban di kepalanya. Andai, perempuan itu tahu, kalau adiknya sendiri yang membuat luka luka itu.

"Tapi ... Hoodie ini boleh saya pakai?"

Rheanna menatap Hoodie Alterlion yang kini melekat pada tubuh Feilya. Lalu mengangguk. "Boleh kok, punya gue ini. Yang gak boleh tuh, yang onoh!"

Dagu Rheanna menunjuk ke brankar di belakang Feilya. Fei menatap ke sana, ada sebuah hoodie seperti yang Feilya pakai. "Apa bedanya? Bukannya yang Kak Rea ini yang jadi kebanggaan Geng Alterlion?"

Rheanna menarik kursi dan duduk menghadap Feilya. Berniat mengobati luka di kaki Feilya. Rheanna bukan petugas PMR, dia hanya menggantikan temannya saja yang sedang ada urusan.

"Loh, emangnya Lo belum tahu?"

Feilya mengerejap, "Tentang, apa?"

Rheanna mendongak, lalu melanjutkan memberikan obat merah pada lutut Feilya. "Gue bukan ketua Alterlion lagi, karena satu dan dua hal yang bikin gue pusing keliling keliling. Sampai akhirnya, kemarin gue serahin posisi itu sama Regar."

"Satu dan dua hal yang ngebuat kak Rea, gak masuk sekolah selama dua minggu juga?" Rheanna mengangguk.

Pintu UKS terbuka bersamaan dengan selesainya Rheanna mengobati Feilya. Feilya terkaku melihat laki-laki yang masih menjadi idamannya berdiri diambang pintu, Regar. Lelaki itu juga terhenti sejenak lalu, tatapannya tertuju pada Hoodie yang dipakai Feilya.

"Ngapain Lo? Sakit?"

Regar mensterilkan rahangnya yang sempat mengeras melihat Hoodie Alterlion dipakai oleh seorang Upik Abu SMA Langit. Dia merasa terhina.

Regar menggeleng.

"Fei, Lo tunggu sini ya? Gue beli bubur dulu. Gue tau Lo belum makan," Rheanna melirik Regar, "Lo! Jaga dia. Luka dikit, gue tebas pala Lo!"

Lantas Rheanna pergi ke kantin, meninggalkan Feilya dan Regar dalam keadaan hening.

Gerakan Regar amat cepat, ia menarik kedua bahu Feilya lalu disandarkan ke dinding. Obat-obatan yang berada di nakas terjatuh karena tersenggol, membuat ruangan itu terlihat berantakan.

"Apa-apaan Lo pake baju gue?!!"

Feilya menggeleng, tangannya terus berusaha melepas cengkraman Regar. Kepalanya kembali terasa sakit karena terbentur tembok.

"Ini bukan punya kamu--"

Regar mendekatkan wajahnya. Karena ujung hidung keduanya hampir saling bersentuhan, segara, Feilya membuang muka. Nafas Regar akhirnya menyentuh leher jenjangnya.

"Lo mau main-main sama--"

"Regar!!" Keduanya menoleh ke ambang pintu, Rheanna menutup mulutnya dengan satu tangan, karena tangan lainnya memegang bungkusan.

Regar menjauh dari Feilya. Sesuatu dalam dirinya bergetar, seakan takut? Mungkin. Jika, Rheanna tahu ia menyiksa adik kelas kesayangannya itu, dalam hitungan detik Regar bisa langsung dikebumikan.

"Na--"

"Dia lagi sakit, Regar! Lo kalau mau berbuat tak senonoh 'ntaran aja lah. Lagian, tumben Lo suka cewek?"

"Gue masih normal, Rheanna!" Regar mengeram.

"Asikk... Lo beneran suka sama Feilya? Aslian, gue dukung." Rheanna menepuk-nepuk bahu lebar Regar, yang segera ditepis oleh lelaki itu.

"Gak gitu, Kak." Rheanna tersenyum jahil, Feilya terlihat imut karena berada di balik punggung tegap Regar.

"Emang yah, waktu gue kelas sebelas juga gue masih malu-malu kucing gitu ... gak bisa tahan irama jantung yang gak stabil."

Kedua tangannya saling menggenggam, lalu ditaruh di samping pipi dengan kepala yang dimiringkan. Entah apa yang sedang Rheanna imajinasi kan. Feilya dan Regar hanya sanggup menatapnya.

Senyum Rheanna perlahan memudar, matanya terbuka, ia menyentuh kepalanya yang terasa sakit.

"Aakh!!" Rheanna terduduk setelah berteriak.

"Anna!?"

"Kak Rea!"

Regar dan Feilya menghampirinya dengan khawatir. Regar terus menanyakan keadaan Rheanna, gadis itu menunduk membuat rambutnya yang keriting gantung menutupi wajahnya.

"Rheanna? Lo kenapa sih?!"

"Bawa ke ranjang dulu," saran Fei.

"Lo diem!"

Feilya mengerejap begitu mendapat tatapan dan suara keras Regar. Cowok itu benar-benar tengah kalut, Rheanna terus saja berdiam diri.

Tak lama, Rheanna mendongak menatap Regar dengan berlinang air mata.

"Kenapa?" Suara Regar amat rendah.

Bibir Rheanna melengkung seperti bulan sabit terbalik. Sebelum akhirnya tangisnya tambah histeris.

"Gue kangen, Sean!! Pingin temu! Huaa ... Hiks."

Regar merubah raut wajahnya datar. Benar-benar menyesal mengkhawatirkan gadis di depannya ini. Sia-sia sisa menit hidupnya.

"Susul ke Jakarta, sana!" Regar beranjak, digantikan Feilya yang merangkul Rheanna. Rheanna mendongak begitu mendengar Regar berbicara.

"Boleh?"

"Gak lah, anjing! Lo bego banget sih, Na. Sean itu udah punya seseorang, entah pacar, tunangan, atau Istri? Lo nyerah aja, sih. Bikin Lo capek batin, Na."

Rheanna menahan kekesalannya hingga wajahnya memerah.

"Kalau gak bolehin, kenapa ngomong? Belum pasti cewek yang datang ke pesta sama dia itu punya hubungan khusus. Jadi jangan ngadi ngadi. Batin gue aman, selama lo biarin gue kejar dia."

"Serah Lo!" Regar berlalu dan menutup pintu kencang.

"Kak Rea, istirahat dulu aja." Fei memapah Rheanna ke brankar.

•Alterlion•

Suasana kelas 11-IPA 3 itu amat ramai. Dary yang bernyanyi dengan sapu yang dijadikan mic, sambil berjalan dari atas meja ke meja para gadis. Beberapa gadis menjerit kaget, ada yang mencoba menghentikan tingkah absrud lelaki itu tapi tentu tidak berhasil.

Jangan lupakan Rasen yang asik berjoget bersama beberapa gadis demi konten TokTik di meja guru, kabarnya Rasen menjadi artis disana dengan puluhan perempuan penyuka CoGan--cowok ganteng.

Satu lagi anggota Alterlion yang berada di kelas paling berisik ini. Regar Alterlion. Pulang dari Usaha Kesehatan, lelaki itu langsung menyendiri di pojok kelas. Tidak ada kata yang terucap. Rasanya hanya bagian pojok saja yang suram.

Regar mengendus kasar, begitu seseorang dengan keras menepuk bahunya.

Brakk

"Apaan sih, anj--?!!" Regar memukul meja membuat sekelas hening. Setiap pandangan tertuju padanya.

Marley yang tadi menepuk bahu Regar ikut membeku. Tidak lama, cowok berambut gondrong itu berdehem dan menaruh Hoodie berwarna hitam di atas tas Regar yang sebelumnya dijadikan bantal.

Regar menggeryit, "punya siapa?"

"Punya Lo, gue tadi abis dari UKS. Gue pikir Lo tadi ke sana ngambil Hoodie, ternyata nggak. Lo kemana emang?"

Regar memajangkan Hoodie hitam itu di depan wajahnya. Tepat sekali, itu miliknya. Pikirannya terarah pada Hoodie yang dipakai Feilya. Rasa panas menjalar di pipinya, sadar jika ia salah sangka.

Regar kembali menenggelamkan wajah. Marley mengangkat bahu, lalu pergi kembali ke kelas asalnya. Regar menendang nendang kursi di depannya dari bawah meja, melampiaskan rasa malunya.

Pasti Feilya menganggapnya bodoh, jelas Hoodie yang dipakai Fei itu pasti milik Rheanna.

𝐀𝐋𝐓𝐄𝐑𝐋𝐈𝐎𝐍 : 𝘛𝘩𝘦 𝘐𝘯𝘪𝘵𝘪𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘓𝘦𝘢𝘥𝘦𝘳 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang