Back Home

1.9K 47 0
                                    

Summer

Sinar matahari menerangi mataku di sela - sela tirai. Aku mengucek mata dan berusaha memperbaiki arah penglihatanku. Aku pun bangun dan langsung berdiri. Banyak pekerjaan yang harus kulakukan.

Aku heran dengan orang yang menyukai pagi. Bagiku, pagi merupakan awal dari hari yang melelahkan. Dimana banyak pekerjaan yang belum terselesaikan juga hal buruk yang mungkin saja terjadi. Huh! Apa bagusnya pagi?

Namun ada hal yang membuatku senang di hari ini. Suamiku akan pulang ke rumah hari ini. Tapi aku harap aku benar. Karena ketika aku menanyakannya di telepon kemarin jawabannya adalah "kuusahakan". Jadi untuk memastikan, aku pun menelepon Matthew.

Nada dering terus terdengar hingga akhirnya telepon itu dijawab.

"Halo?" tanya orang dalam telepon itu. Tentu saja orang itu Matthew.

"Kau pulang hari ini kan?" tanyaku.

"Iya sayang. Aku pulang hari ini. Kira - kira aku sampai rumah sekitar sore nanti. Aku lagi perjalanan ke bandara," jawab Matthew.

"Oh ya! Kalau pulang nanti mau makan malam apa?" tanyaku. 

"Uhm.... Makannan favoritku," jawab Matthew.

"Oke," kataku lalu menutup telepon. 

Dengan semangat aku menggunakan celemek dan mulai membuka kulkas. Aku akan sarapan, menyelesaikan pekerjaanku, lalu menyiapkan makan malam. Aku akan membuat makannan favorit suamiku.

Matthew

Aku menggeleng sambil menatap ponselku. Akhir - akhir ini, istriku selalu seperti ini setiap saat aku pergi. Aku tahu maksudnya pasti baik, namun ini merupakan kebiasaan baru. Yah, mungkin karena dirinya sedang hamil.

Saat aku hendak memasukkan ponselku ke jaket, kedua sekretarisku nampak tersenyum jahil menatapku. Aku jadi sedikit risih melihat mereka berdua.

"Ada apa?" tanyaku pada akhirnya.

"Sepertinya anda berubah sejak istri anda mengandung. Anda yang biasanya bisa seminggu lebih berada di Jepang, sekarang hanya tiga hari saja," kata Ridho.

"Kau kan tahu istriku sedang mengandung. Apalagi di bulan awal seperti ini. Aku harus lebih menjaganya," balasku.

"Yah.... Ridho juga seperti itu saat aku hamil anak kami, Inggi. Dia selalu ingin kerja di rumah saja dan membuat ayahmu kesal. Ayahmu yang masih jadi bos kami waktu itu sampai mengirim pembantu untuk merawatku. Aku jadi agak kesal," timpal Estel. Aku tertawa keras mendengarnya sementara wajah Ridho memerah mendengarnya.

"Lalu bagaimana Inggi sekarang?" tanyaku.

"Dia sibuk sekali. Aku jadi khawatir karena dirinya tidak menghubungi akhir - akhir ini. Yah.... Baru minggu kemarin ia menelepon dan masih banyak tugas kuliah di Amerika sana. Huft.... Kapan dia pulang coba? Tidak merindukan kami apa?" kata Ridho dengan wajah cemberut. Aku dan Estel tertawa mendengarnya.

"Aku jamin tuan dan nyonya Rauss pasti akan merasakannya," kata Ridho.

"Kalaupun iya, hal itu masih lama. Bayiku saja baru lahir sekitar enam bulan kemudian," balasku.

Kami berbincang santai di mobil sampai akhirnya masuk ke dalam pesawat. Lalu setelah sampai Jakarta, kami pun berbincang kembali di jalan ke rumah. Kami akhirnya sampai ke Banten dan pulang ke rumah masing - masing.

Saat aku sampai tepat di depan pintu rumahku, aku langsung mengetuk pintu. Summer membuka pintu lalu langsung memelukku tanpa isyarat. Aku balas memeluknya erat dan beberapa kali mengecup keningnya.

"I'm home honey," kataku lembut.

"Welcome home!" jawab Summer.

Cukup lama kami berpelukan sampai akhirnya kami melepas pelukan. Aku menatap lama manik mata Summer yang indah. Matanya berwarna coklat terang itu benar - benar menghipnotisku. Sampai akhirnya, Summer angkat bicara dan memecah keheningan di antara kami.

"Kamu bisa nggak untuk sementara waktu nggak ke luar negeri dulu. Apalagi dengan keadaanku yang seperti ini," kata Summer.

"Maaf. Aku bisa menemanimu dan menolak segala ajakan atau suruhan ke luar negeri untuk sementara untuk menjagamu. Namun aku tidak bisa apabila persoalannya penting dan mendesak," kataku.

Tiba - tiba, Summer berlari ke dalam sambil memegang perut dan mulutnya. Aku kenal dengan gerak - gerik itu. Aku pun membawa koperku masuk ke dalam dan melepas sepatuku lalu mengejar Summer.

Summer

Aku mengeluarkan isi makan siangku ke closet. Lagi - lagi aku mual dan memuntahkan makananku. Aku sudah lelah dengan semua ini. Aku benci menjadi seperti orang sakit dan terlihat berantakan seperti ini.

Tiba - tiba, seseorang menarik lembut rambut pirangku dan mengikatnya. Aku tahu pasti orang ini adalah Matthew. Setelah mengikat rambutku, ia mengusap pelan punggungku.

Setelah selesai kukeluarkan isi perutku, aku menyiram closet dan menyuruh Matthew menunggu di depan kamar mandi. Kepalaku yang masih pusing dan aku berusaha berjalan untuk mencuci tangan dan mulutku.

Setelah itu, aku keluar dengan wajah pucat dari kamar mandi. Matthew yang berada di depan kamar mandi melihat wajahku yang pucat. Ia menyandarkan punggungku ke dada bidangnya. Sementara aku memegang dahiku.

"Kamu kenapa Summer?" tanya Matthew. Jelas aku tidak bisa melihat wajahnya lagi dengan baik. Penglihatanku jadi buram.

"Pusing....," erangku.

Matthew menyadari apa yang terjadi padaku. Ia mengangkat tubuhku lalu membaringkannya di kasur kamar kami. 

"Aku akan membuat teh manis hangat. Aku ingin kamu meminumnya sampai habis agar kamu nggak rendah gula," kata Matthew lalu pergi keluar kamar.

Aku kembali memegang dahiku. Perlahan, aku masuk ke alam mimpi.

Matthew

Aku menyiapkan segala bahan di dapur untuk membuat teh. Aku memanaskan air dan menyiapkan mug yang sedikit besar untuk memuat banyak air. Setelah air sudah panas, aku menuangkannya ke mug dan mencelupkan bungkus teh. Lalu aku memasukkan gula yang cukup banyak ke dalamnya. 

Setelah teh jadi, aku membawanya ke kamar dan juga sebuah madu manis untuk dimakan Summer.

Saat aku sampai di kamar, aku melihat Summer tertidur pulas di kasur kami. Aku menghela napas lalu menaruh teh dan madu ke meja di samping kasur kami. Lalu aku memanggil Summer untuk bangun.

"Summer," kataku pelan. Namun Summer tetap pada posisinya, tidur nyenyak.

"Summer," panggilku lagi sambil mengguncang pelan tubuh Summer.

Akhirnya Summer bangun. Dia langsung duduk dan bersandar ke belakang. Aku pun memberikan teh yang kubuat. Setelah meminum teh, aku menyuapi Summer dengan madu manis. Summer memakannya pelan.

"Enak...," kata Summer sambil tersenyum. 

"Benarkah? Kalau begitu aku akan rajin membuat teh untukmu. Hitung - hitung agar kau tak rendah gula. Tapi jangan terlalu sering. Nanti kubelikan juga makannan yang bagus untuk ibu hamil. Apa itu namanya ya? Kelapa muda?" kataku mengawang - awang. Tapi perkataanku sukses membuat Summer tertawa.

"Terima kasih," kata Summer.

Aku membelai rambut Summer lalu mencium bibirnya lama. Saat kami akhirnya melepas ciuman kami, aku mengelus pipi Summer dan menatap mata coklatnya.

"Akan kulakukan apa saja untuk kebaikanmu dan bayiku. Anggap saja aku sedang menunaikan tugas menjadi suami dan ayah yang baik," kataku.


You, Me, and Baby (Complete)Where stories live. Discover now