Dia Kembali

4.2K 70 0
                                    

Summer

"Harus banget malam ini ya?" tanyaku sambil sibuk merapikan koper Matthew. Malam ini tiba - tiba dia ingin pergi ke Jepang. Menyebalkan!

"Mau bagaimana lagi sayang. Ini penting karena Esekawa adalah rekanku. Bahaya apabila aku kehilangan hubungan kerja sama beliau," jawab Matthew. Jawaban Matthew membuatku cemberut.

Matthew menghela napas panjang dan memelukku dari belakang.
"Jangan marah dong. Aku akan kembali kok," ucap Matthew.

Aku pun berbalik badan dan memeluk tubuh besarnya. Lalu, air mata satu persatu jatuh ke pipiku. Hormon sialan!

"Selalu gitu deh," keluhku. Hal itu membuat pelukan Matthew semakin erat.

"Maaf ya," ucap Matthew singkat.

Ia melepas pelukanku lalu mengecup keningku sambil mengelus perutku. Lalu ia mengusap air mataku dan mencium bibirnya. Betapa romantis dirinya.

"Sudah ya. Aku pergi dulu," kata Matthew sambil mengangkat kopernya. Aku mengangguk dan membiarkan Matthew pergi.

Matthew

Aku telah sampai di bandara dan menaiki jet pribadiku. Setelah masuk dan duduk tenang di pesawat jet, aku segera membuka laptop dan mengurus dokumen yang dikirimkan stafku.

Jika kalian bertanya siapa itu Esekawa, maka jawabannnya adalah seorang yakuza. Yakuza merupakan istilah Jepang untuk kelompok mafia.

Aku sendiri tidak hanya bekerja sama dengan kelompok yakuza Esekawa. Ada lagi kelompok yakuza bernama Hadasiwa. Kami merupakan kelompok besar mafia yang cukup dikenal mafia lain.

Mafia tidak saling mengganggu. Namun apabila seorang membuat masalah, pastilah seluruh anggota mafia orang itu ikut kena. Karena pemimpinnya tidak bertanggung jawab atas anggota itu.

Yakuza yang dipimpin Esekawa menjual senjata ilegal dan juga perumahan elit Tokyo Suburb. Sementara yakuza Hadasiwa menjual kosmetik wanita. Maka dari itu kami dapat bekerja sama.

Sekarang, aku telah sampai di kediaman Esekawa. Sebuah gedung kantor besar dengan perumahan elit di sampingnya. Aku dan sekretarisku segera masuk ke dalam gedung kantor itu.

Tepat di gedung itu, kami disambut oleh anggota Esekawa. Kami pun diantar ke ruang Esekawa untuk segera menghadiri rapat.

Di ruang kantor itu, semua remang - remang. Cahaya sebuah lampu adalah satu - satunya penerangan di sini. Di tempat duduk mengarah ke pintu, duduklah seorang pria paruh baya dengan rambut putih yang hampir menutupi seluruh kepalanya. Nama dari pria itu adalah Esekawa Mashiro, sang bos yakuza kelompok Esekawa yang tidak diketahui pemerintah mengenai bisnis senjata ilegalnya.

"Silahkan duduk, Rauss," kata Esekawa saat melihatku di pintu. Aku pun duduk di sofa dekat mejanya. Pelayan Esekawa pun menyajikan kopi kepadaku.

"Jadi, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan," ucap Esekawa sambil berjalan duduk di sofa depanku.

"Saya harap itu penting," ucapku sebelum menyesap kopi.

"Hoho. Ini berkaitan dengan orang ini," kata Esekawa sambil menaruh sebuah foto di meja depan kami duduk.

Aku berhenti menyesap kopi lalu mengambil foto itu. Seketika, seluruh wajahku pucat atas keterkejutanku.

"Orang itu masih marah dengan dosa yang kau lakukan, Rauss. Entah apa maunya namun aku tidak ingin terlibat," ucap Esekawa.

"Dia sudah menghilang 12 tahun yang lalu. Kenapa dia tiba - tiba di Jepang?" ucapku.

"Bah! Kau kira dendam itu mudah hilang, Rauss? Omong kosong dari zaman mana itu? Haisekawa Shota kalau kau lupa namanya, selama ini dia menyamar menjadi Masahiro Hideo," ucap Esekawa lalu setelah itu ia tertawa.

"Lalu, kau hanya ingin memperingatkan tentang ini?" tanyaku.

"Tidak. Aku ingin keluarga ini aman. Karena kami memiliki relasi denganmu bukan berarti kami ikut terlibat. Kau punya hubuhngan militer kan? Nah, cobalah kau panggil mereka dan suruh mereka menjaga keluarga kami," kata Esekawa.

"Baik. Sesuai ucapanmu, keluargamu tidak akan terlibat," ucapku.

Kami berjabat tangan lalu aku dan sekretarisku pergi dari ruangan Esekawa. Saatnya tugas dimulai.

"Ridho," kataku memanggil salah satu sekretarisku.

"Ya tuan?" tanya sekretarisku.

"Segera atur jadwal pertemuanku dengan jenderal Issho. Kalau bisa besok pada jam delapan pagi," perintahku.

"Baik tuan," jawab Ridho lalu mengutak - atik gadgetnya.

"Estel," kataku memanggil salah satu sekretarisku.

"Ya tuan?" jawab sekretarisku.

"Kau tugaskan Mio untuk mencari data mengenai Haisekawa Shota. Beri foto ini pada Mio," kataku sambil menyerahkan sebuah foto pada Estel.

"Baik tuan," kata Estel sambil mengambil foto Haisekawa dan mengutak - atik gadgetnya.

Huft.... Aku akan sangat sibuk di Jepang. Entah kapan aku bisa menemui Summer lagi. Ah ya! Aku akan menelepon Summer.

Aku pun mencari tempat sepi lalu mengetik nomor Summer. Nada sambung terdengar hingga akhirnya Summer menjawab.

"Bagaimana?" tanya Summer tanpa aba - aba.

"Aku baik - baik saja, Sun. Aku -" sebelum sempat kulanjutkan ucapanku, Summer langsung memotongku.

"Kapan pulang?" tanya Summer lagi.

"Aku tidak tahu sayang," jawabku.

"Bisa mengira nggak sih?!" kata Summer dengan nada marah. Aku menghela napas.

"Lusa mungkin," jawabku.

"Lusa ya lusa!" kata Summer marah.

"Baik sayang. Aku usahakan ya," kataku.

Summer pun menutup teleponku. Aku memasukkan ponselku dan menghela napas. Akan ada banyak hal yang harus kulakukan.




You, Me, and Baby (Complete)Where stories live. Discover now