Pemuda itu menyeret kakak kelasnya. Air langit yang sejak tadi mengguyur tidak menghentikan tinju dan tendangan yang bergantian dilayangkan. Seragam sekolah pun mulai basah setelah tersentuh hujan yang deras. Tetesan darah di mana-mana, lebam bekas pukulan menghiasi wajah kedua pemuda itu. Tak seorang pun dari mereka berniat mengalah, meskipun keduanya sudah sama-sama nyaris tak berdaya.
"Rasakan ini, bangsat!" pekik pemuda yang satu seraya menyarangkan pukulan pemungkas ke wajah lawannya.
Tong sampah yang berada di lapangan sekolah terhempas jauh akibat tendangan, tiba-tiba saja terdengar suara hebat seperti benturan kaca dari bangunan yang tak jauh dari lokasi perkelahian. Salah satu di antara mereka kini nyaris tak berdaya.
"Mau apa lu kalau udah kayak gini, hah!" pekik pemuda yang memenangkan perkelahian tersebut.
Tak banyak siswa dan guru yang keluar di waktu hujan tersebut. Salah seorang siswa perempuan yang mendengar suara benturan kaca itu keluar kelas. Setelah melihat ada perkelahian, ia bergegas melaporkan kepada para guru dan staf sekolah untuk menghentikan perkelahian tersebut
Para guru yang mengetahui hal tersebut segera memisahkan kedua pemuda yang masih berdiam diri di sisi lapangan, mereka menyaksikan ada darah yang bercucuran dari kepala salah satu siswanya. Satu di antara siswa tersebut dilarikan ke rumah sakit dan lainnya diamankan pihak sekolah ke kantor polisi setempat.
***
Derasnya hujan siang ini tak menghalangi Zain menemui Fattah, anaknya yang sedang berada di kantor polisi.
Setelah selesai urusan di rumah sakit, perwakilan guru kembali ke sekolah. Sedangkan orang tua siswa yang sebagai korban, pergi ke kantor polisi menemui Fattah yang telah membuat anaknya terbaring di rumah sakit untuk meminta pertanggung jawaban.
Zain bertemu dengan wali murid bernama Hermanto yang anaknya menjadi korban oleh Fattah. Duda dua anak itu meminta maaf pada Hermanto atas perbuatan Fattah yang diluar batas wajar. Awalnya Hermanto bersikeras ingin memasukan Fattah dalam penjara. Namun, setelah Zain berbagi kisah tentang sikap Fattah yang berubah sejak ditinggal ibunya, Hermanto merasa berempati dan dapat memaklumi karena menempatkan diri sebagai seorang ayah.
"Ya sudah, Pak, sebagai seorang ayah saya sangat mengerti keadaan Bapak, karena saya juga seorang duda. Memang mengurus anak laki-laki itu lebih sulit dan tertantang. Anak saya pun sebenarnya sering melakukan hal yang sama seperti anak bapak lakukan, tapi tidak pernah separah ini," ujar pria bernama Hermanto.
"Ma syaa Allah, terima kasih banyak, Pak. Saya akan selalu ingat kebaikan bapak!" ungkap Zain.
Zain pun bertanggung jawab untuk membayar semua biaya rumah sakit dan meminta Hermanto untuk mencabut tuntutannya pada polisi.
Kepala sekolah telah menghubungi Zain agar menemuinya setelah selesai urusan di kantor polisi.
Setelah Zain bertanggung jawab serta memberikan jaminan pada polisi agar putra bungsunya tidak ditahan, ia membawa Fattah kembali ke sekolah. Sampainya di sekolah, Zain dan Fattah pun berhadapan langsung dengan kepala sekolah di salah satu ruangan tertutup.
"Maaf, Pak. Saya akui, bahkan para guru di sekolah Cakrawala juga sependapat, bahwa Fattah anak bapak ini sangatlah pandai dalam bidang akademik, terlebih mata pelajaran IPA. Namun, mengingat perilakunya yang semakin hari seperti tak terkendali, kami memutuskan agar bapak segera membuat surat pengunduran diri Fattah dari sekolah ini," tutur kepala sekolah.
Fattah terbelalak saat mendengar penjelasan dari kepala sekolahnya.
"Apa tidak ada cara yang lebih baik lagi, selain mengeluarkan Fattah, Pak?" tanya Zain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...