Sekolah Islam SMA Sabilul Huda ini memiliki program Pekan Literasi untuk meningkatkan minat baca dan mengenalkan sastra pada siswa. Dalam satu minggu ada satu hari jadwal pekan literasi bergilir. Setiap tiga kelas akan belajar di perpustakaan untuk membaca buku dan membuat sebuah resensi.
Hari ini adalah jadwal kelas sebelas IPA satu, dua dan tiga. Penanggung jawab program Pekan Literasi tahun ini adalah Alvin.
"Ini kali pertama saya masuk ke kelas sebelas, ya! Mungkin, sebagian sudah ada yang mengenal saya, karena ikut OSN kemarin, atau eksul Rohis. Saya Alvin, kalian boleh panggil saya Pak Alvin. Tapi, jika di luar jam sekolah, kalian boleh panggil saya Kak Alvin." Guru muda itu menghela napas.
"Baik, di sini, saya menggantikan Ibu Mujiah yang sebelumnya bertanggung jawab atas program Pekan Literasi ini. Seharusnya saya mulai mengajar di bulan Februari, tapi karena kemarin sibuk mempersiapkan Olimpiade, jadi baru ada kesempatan sekarang."
Guru muda itu berjalan mengelilingi para siswa. "Di sini ada yang cita-citanya jadi penulis? Coba angkat tangannya?"
Beberapa siswa, termasuk Jamilah pun mengangkat tangannya.
"Ma syaa Allah, impian yang sangat bagus, Jamilah!" Alvin kembali berdiri ke depan. "Anak-anakku, kalian harus tahu, bahwa sebelum kita menjadi penulis, kita harus gemar membaca terlebih dahulu. Nah, untuk itu, sekolah kita memiliki program Pekan Literasi ini agar menumbuhkan minat baca para siswa-siswinya. Ada yang ingin ditanyakan?"
Seorang pemuda mengangkat tangannya.
"Iya, Sahid. Silakan, apa yang ingin ditanyakan?" ujar Alvin.
"Pak, apa buku bacaannya harus sesuai tema yang ditentukan, seperti pekan literasi bersama Bu Mujiah? Atau sekarang kita bebas memilih buku mana saja."
"Terima kasih atas pertanyaannya, Sahid." Wajah guru muda itu pun mulai beralih ke seluruh muridnya.
"Jadi, temanya masih ditentukan dari guru penanggung jawab. Tujuannya untuk mengenalkan kalian pada sastra dan semua jenis buku. Kalau temanya bebas semau kalian, maka kemungkinan besar kalian hanya akan membaca buku yang disukainya saja. Tapi, kalau kami yang menentukan, suka tidak suka, ya harus dibaca." Alvin menghela napas. "Sampai di sini paham?" imbuhnya pada pada para siswa.
Seluruh siswa kelas sebelas IPA yang hadir di ruangan tersebut pun serentak mengangguk dan menjawab iya.
"Baik, kita lanjutkan, ya. Tema buku yang harus kita baca hari ini adalah non fiksi. Kalian bisa baca buku apa saja di sini, pengembangan diri, tips belajar, tentang kesehatan atau seputar ilmu Islam. Selagi itu bukan cerita fiksi maka diperbolehkan!" Alvin mepemparkan senyum pada para siswa.
"Seperti biasanya, saya berwaktu tiga puluh menit untuk membacanya dan jangan lupa! Buat resensi buku yang sudah kalian baca."
Alvin pun duduk di kursi yang sudah tersedia beberapa detik lalu kembali berdiri.
"Maaf, saya tinggal dulu, ya. Silakan kalian berkarya!" tutur Alvin dan berlalu meninggalkan para siswa.
Program pekan literasi ini berjalan selama satu jam pelajaran atau setara dengan lima puluh menit. Seluruh siswa diberi waktu selama lima menit untuk mencari bahan buku bacaan, tiga puluh menit untuk membaca dan lima belas menit untuk menuliskan resensi hasil bacaannya.Sejak tahu di mana tempat duduk gadis pujaannya, Fattah terus memperhatikan Jamilah yang sedang mengobrol dengan siswa lain.
"Mau baca buku apa?" tanya Reza seraya menepuk pundak Fattah.
"Buku apa ajalah! Emangnya harus dibaca semua? Waktu tiga puluh menit itu nggak akan cukup!"
"Teu kitu, Tah. Jadi, kita teh baca sampai tiga puluh menit wae. Nah, misal selama tiga puluh menit itu kita baca baru sampai bab tujuh, maka buat resensi dari bab satu sampai tujuh aja. Teu kudu kabehanana," tutur Sahid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...