Sabtu malam ini, Sahid dan Reza masih menginap di rumah Fattah. Semua itu atas permintaan Fattah, karena tidak ingin berduaan dengan Masitho dalam satu rumah."Haai teman-teman... Makasih yah, kalian udah selalu stand by di chanel Hidup Cinta. Sekarang, gue mau bagi-bagi hadiah buat kalian yang terpilih. Syaratnya, tulis di kolom komentar, gimana cara nembak cowok yang paling ganteng di sekolahan!" Terdengar suara pada video dalam ponsel yang Reza pegang.
"Nonton begituan! Nggak ada faedahnya sama sekali, Sundul!" ujar Fattah.
"Faedahnya, gua bisa lihat wajah Cinta yang cantik ini," ungkap Reza.
"Sumpah mendingan lu baca aja Al-Qur'an. Kayak si Sahid, tuh! Biar bener dikitlah otak lu," ujar Fattah.
Reza semakin keras mendengarkan video blog di chanel milik Cinta. Hal tersebeut membuat Fattah kesal. Pemilik rumah itu pergi keluar kamar dan duduk di ruang tengah.
Masitho yang sedang asyik menonton televisi, terpaksa mematikannya, karena ada Fattah.
"Bikinin gue coklat hangat, Masitho! Terus habis itu, lu masuk aja ke kamar!" seru Fattah.
Sejak pulang kajian, wajah Fattah menjadi murung. Entah apa yang sedang ia pikirkan, terlihat perbedaan yang sangat jelas dalam bahasa tubuhnya.
Fattah membaringkan tubuhnya di atas sofa, pandangannya lurus ke atas.
"Jadi, mulai sekarang, kita harus rubah niat hijrah kita, yang sebelumnya demi si doi. Maka sekarang, harus ikhlas karena Sang Ilahi!" Terbayang sepintas ucapan seorang ustadz saat kajian."Ini, A. Coklat hangatnya. Masitho juga bikin bubur ayam buat A Fattah sama teman-temannya. Itu ada di meja makan," ujar Masitho.
"Iya, makasih! Nanti gue makan, lu bilang aja ke Reza sama Sahid sana!" ucap Fattah.
Setelah Masitho sudah tak terlihat dari tempat Fattah berbaring, pemuda itu kembali melamun.
"Mendingan kamu taubat Fattah! Kamu memang pintar! Tapi sayang, akhlak kamu sungguh memalukan. Terus, ini bukan tempat kamu!" Tergambar jelas ingatan Fattah tentang ucapan Jamilah saat di depan halaman masjid sekolah.
"Ya Allaah! Jamilah benar-benar cantik. Sholehah! Gue harus gimana?" tanya Fattah pada diri sendiri.
Terdengar suara gemuru petir dan hujan yang terus bergemericik di luar sana. Bandung yang sejuk bertambah dingin setelah hujan yang tak juga redah sudah satu jam lebih.
"Hujan deras seperti ini adalah waktu yang diijabah saat kita berdoa. Sekarang, Fattah bisa minta apa saja sama Allah."
"Fattah mau minta sama Allah. Supaya Fattah kuat menjalani kehidupan walau tanpa ibu, Yah."
Terbayang ingatan Fattah tentang ayah dan dirinya saat beberapa jam setelah sang ibu dikuburkan.
Terdengar suara azan maghrib yang dikumandangankan. Fattah bergegas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat.
***"Ya Allah, maafkan hamba, selama ini enggan untuk berdua dengan-Mu. Hambah rasa, diri ini sudah sangat hina. Sehingga tak pantas untuk meminta kepada-Mu. Ya Allah ya tuhanku, hari ini, aku, Muhammad Fattah bin Fattuhrohman Zain, ingin hijrah hanya karena-Mu. Maafkan, jika niat hijrah ini pernah keliru karena makhluk. Tuntun hambah ya Allah, permudahkanlah segala urusan hambah. Kuatkan hati hambah ya Allah," ucap Fattah menengadakan kedua tangannya.
"Ya Allah, hamba merasa telah mencintai seorang gadis sholihah bernama Jamilah. Izinkan hamba untuk mencintainya dalam setiap doa. Bantu hamba untuk ikhlas, jika memang tak berjodoh dengannya. Hamba sangat menyayangi ciptaanMu ya Allah," tutur Fattah selepas sholat dalam doanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Ficção Adolescente"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...