23. Pulang Sekolah

745 83 8
                                    


Setelah semua puncak amarah Fattah meletus di hadapan teman-temannya, ia beranjak pergi ke masjid sekolah. Kedua sahabatnya, Sahid serta Reza pun mengikuti Fattah dari belakang.

"Tah, tunggu!" ujar Reza mengejar Fattah.

"Jalan wehlah, paling geh ka masjid," ucap Sahid.

Sampai di tempat, Sahid mendekati Fattah yang sedang merentangankan tubuhnya pada permukaan lantai masjid yang sepi. Napas Fattah tak beraturan, keringatnya perlahan menetes.

"Tah, istighfar," ucap Sahid.

Fattah terdiam dengan tatapan kosongnya.

"Hijrah itu berat, Tah. Aku yakin kamu pasti bisa menjalaninya," ujar Sahid.

"Hid, gue nggak ada maksud mau permainin hijrah ini. Demi Allah gue serius mau hijrah. Tapi, rasanya sakit dengar Jamilah dipermaluin gitu sama si Cinta!" ungkap Fattah yang masih berbaring.

"Iya, walau itu bukan aku, insya Allah aku ngerti maksud kamu. Sekarang, lupain kejadian tadi, minta maaf sama Allah dan mulai fokus pada kehidupan kamu ke depan. Jangan pernah lakukan hal seperti itu lagi," ucap Sahid.

"Insya Allah, Hid. Iya, gue janji!" ungkap Fattah dan segera bangkit dari tidurnya.

"Alaaaah! Lo itu udah dua kali janji begini, kalau di ulang lagi denda ya lima ratus ribu!" ujar Reza.

"Denda sejuta juga gue berani!" ungkap Fattah.

"Nggak usah denda-dendaan, niat hijrah karena Allah!" ucap Sahid.

"Iya, gue ngerti! Intinya gue bener-bener masih butuh bimbingan dan belajar lagi mengenai istiqomah dalam hijrah ini," ungkap Fattah.

"Ngomong-ngomong, yang kamu bilang tadi di kantin tentang Cinta itu benar enggak?" tanya Sahid.

"Benar, Hid. Waktu itu gue ngobrol langsung sama Alvani bareng Kosim. Kita juga ada rencana untuk ngasih tahun ke guru BK. Tadinya gue nggak ada rencana mau permaluin Cinta di kantin. Tapi karena kelakuan dia sendiri, gue geram!" tutur Fattah.

"Udah tahu si Cinta kayak gini, apa kamu masih suka sama Cinta?" Sahid bertanya pada Reza.

"Sedikitlah!" sahut Reza.

"Mending lu sama Masithoh aja sana!" ujar Fattah.

Ketiga sahabat itu pun terkekeh bersama.
***

Di toilet sekolah khusus putri, Cinta menangis tersedu-sedu menghubungi kakaknya.

"Pokoknya gue nggak mau tahu, Kak! Lu harus bisa kasih pelajaran sama dia! Gara-gara dia adik lu dipermaluin!" tutur Cinta pada sang kakak.

"Sabar, Dek. Besok atau lusa Kakak ke Bandung nanti, sekalian bawa temen-temen juga. Kita susun rencana kalau udah ketemu aja di sana," jelas pemuda dalam telefon.

Alvani tak sengaja mendengarkan percakapan Cinta. Gadis itu segera lari menemui Jamilah di kelasnya.

"Jah, kayaknya Cinta mau balas dendam sama Fattah!" ujar Alvani panik.

"Kenapa balas dendam?" Jamilah heran.

"Aku tadi denger dia telefonan sama orang, manggilnya kakak. Terus bilang suru kasih pelajaran soalnya dia udah malu. Aku nggak tahu maksudnya," ujar Alvani.

"Udah, Van, nggak usah bahas itu. Takutnya kalau kita salah jadi fitnah. Oh iya, abi sama umi ke Yaman. Mau nggak seminggu ini nginep di rumah aku? Nanti aku yang bilang ke ibumu," tutur Jamilah.

"Nanti aku izin sendiri aja ke ibu, kalau ke rumah kamu pasti dibolehin," ujar Alvani.
***

Dua-tiga hari berlalu, Jamilah ditemani Alvani selama Zanwar dan Zakiyah pergi ke Yaman. Kamis ini sudah berjalan setengah hari, waktunya siswa-siswi SMA Sabilul Huda pulang.

Sekolah SMA Za-Za [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang