Bandung di sore hari sangatlah sejuk, terutama di daerah yang tak jauh dari Gunung Tangkuban Perahu. Sepulang sekolah, Jamilah mengganti bajunya dan bergegas ke dapur untuk mengambil semangkuk bubur ayam yang sudah disiapkan uminya.
Dalam pikiran Jamilah terus terbayang perkatan Alvin mengenai proses seleksi OSN yang begitu ketat, sehingga harus berusaha dengan maksimal. Gadis yang baru saja pulang dari sekolah itu menyanpap makanan favoritnya dengan lahap. Bagi Jamilah, untuk belajar dan berhasil memenangkan Olimpiade tersebut butuh tenaga ekstra. Sehingga ia barus memperhatikan pola makannya sebelum akhirnya mulai bergelut dengan buku-buku pejaran.
Zakiyah, umi dari Jamilah pun datang menghampiri anak gadisnya. "Jah, tumben. Pulang sekolah teh nggak nyariin Umi."
Jamilah menelan makanan yang ada di mulutnya dan meneguk air. Ia mengusap bibirnya yang basah dengan mangset hitam yang melekat di pergelangan tangannya. "Hm... Maaf, Umi. Pertama, Jah lapar, terakhir emam teh pas waktu duhur. Kedua, Jah buru-buru pengin cepat belajar lagi."
"Mau ada ulangan?"
"Enggak, Umi. Insya Allah, Jah mau ikut Olimpiade Sains Nasional. Jah mau ikut OSN Biologi," ungkap Jamilah. "Umi, kalau abi ada di mana?" imbuhnya.
"Abi, ada di ruang baca. Ke sana aja. Eh, emang mau ngapain?"
"Mau minta doa dan restu, supaya Jah lancar ikut OSN."
Gadis berparas cantik dengan balutan kerudung berwarna hitam itu pun mencuci kembali mangkuk kotornya dan meletakan di atas rak tempat piring bersih. Lalu, ia pergi menemui Zanwar, abinya.
"Assalamu'alaikum, Abi," ucap Jamilah di depan pintu ruang baca.
Zanwar meletakkan kitab yang ada di tangannya pada meja. "Wa'alaikumussalam," jawabnya.
Jamilah pun masuk, gadis itu menunduk dan berdiri di hadapan Zanwar. "Abi, Jah mau minta izin. Jah mau ikut OSN Biologi, boleh?" tanya Jamilah."Sini." Zanwar memberi isyarat pada Jamilah, agar putrinya duduk di dekatnya. "Boleh, atuh. Tapi, ingat! Jangan berharap pada juri atau pun guru untuk meraih kesuksesan. Berharaplah pada Allah, dan ingat....!" Zanwar terdiam sejenak.
"Bahwa takdir Allah, itulah yang terbaik. Apa pun yang terjadi, semua itu sudah kehendak Allah." Jamilah meneruskan ucapan Zanwar.
Zanwar tersenyum, ia mengusap kepala putrinya. "Ma syaa Allah, anak Abi sudah besar, ya. Waktu itu tidak terasa, Jah. Abi rasa baru kemarin kamu menangis di tangan Abi saat diazankan. Ternyata, tahun depan, kamu sudah kelas tiga SMA. Tandanya, jika masih diberikan nikmat umur, Abi akan melihat tanggung jawab Abi berpindah tangan pada lelaki yang kelak jadi suamimu."
"Ih, Abiii! Jah jadi terharu," ungkap Jamilah yang manja.
Setelah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya, Jamilah belajar lebih giat lagi. Bukan hanya ingin menjadi juara, Ketua Rohis putri SMA Sabilul Huda ini pun ingin mengharumkan nama sekolahnya.
***
Terhitung sejak Alvin memberikan arahan pada para calon peserta OSN, Jamilah dan siswa lainnya yang berminat untuk mengikuti Olimpiade tersebut mulai fokus mempelajari bidang yang diminatinya.Gadis yang bercita-cita menjadi dokter itu tak pernah mengenal kata lelah untuk terus mempelajari ilmu Biologi. Sesekali perempuan berkerudung panjang itu pergi ke toko buku bersama sahabatnya demi mendapatkan bahan untuk belajarnya. Sedangkan Fattah, pemuda itu terlihat begitu santai untuk mempersiapkan Olimpiade Sains Sekolah atau tahap seleksi pertama menuju OSN.
Dua puluh hari pun berlalu, kini tiba saatnya para siswa bertarung secara sehat menghadapi Olimpoade Sains Sekolah. Jamilah dan Alvani bersama lima peserta lainnya mulai menerima lembar soal Biologi di ruang kelas yang sudah disiapkan. Ketua Rohis putri itu tak lupa membaca doa sebelum mulai menjawab pertanyaan. Jamilah menghadapi OSS ini dengan tenang dan sangat hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...