22. Ke Yaman

867 86 14
                                    


Sudah dua minggu Jamilah tak mau berangkat ke sekolah, walaupun demikian ia tetap belajar di rumahnya. Gadis pujaan Fattah ini masih menunggu jawaban dari orang tuanya terkait permintaan untuk pindah sekolah.

Minggu malam ini Jamilah duduk di meja belajar, membaca buku bacaan tentang motivasi islam. Terdengar suara ketukan pintu di kamar Jamilah.

"Assalamu'alaikum, Jah." Zanwar mengucap salam.

Jamilah menyadari bahwa itu adalah suara abinya. Ia menghentikan bacaannya dan mempersilakan Zanwar untuk masuk ke dalam.

Setelah pintu terbuka, Zanwar memasuki kamar putri sematawayangnya. "Nuju naon, Jah?" tanya sang abi.

"Baca-baca buku aja, Bi," sahut Jamilah.

Zanwar duduk di tempat tidur Jamilah dan berhadapan dengan sang putri. "Umi bilang katanya Jah minta pindah sekolah?"

"Iya," balas Jamilah.

"Kenapa memangnya?" tanya Zanwar.

"Abi udah tahu masalahnya, kan? Sejak kejadian adanya video itu di ponsel Jamilah, teman-teman di sekolah sering mengejek dan memandang sinis. Jamilah lelah dengan semua itu, Bi," tutur Jamilah.

"Berarti, itu sebuah masalah?" tanya Zanwar.

"Iya atuh, Bii. Itu masalah untuk Jamilah."

"Jaaah, kalau pindah sekolah, itu namanya lari dari masalah. Sedangkan, masalah itu harus dihadapi. Abi lihat Jamilah itu gadis yang kuat dan tegar. Kenapa masalah seperti ini saja bisa membuat terpuruk? Terpenting kan orang-orang yang Jamilah sayang itu percaya, bahwa itu bukan Jamilah yang melakukannya." Zanwar berhenti sejenak.

Jamilah terus mendengarkan penuturan dari sang abi.

"Saran Abi, sekarang mulai lawan masalah itu. Jangan pedulikan orang-orang yang membeci Jamilah. Jangan sibuk memikirkan omongan dan sikap mereka, hidup kita terlalu berharga dan tidak pantas jika harus memperdulikan hal yang tidak penting. Jamilah harus bisa hadapi masalah ini. Ketika menikah nanti, Jamilah akan dihadapkan dengan masalah rumah tangga yang jauh lebih berat dari ini. Anggap saja ini sebuah latihan untuk menghadapi masalah-masalah hidup yang jauh lebih berat ke depannya," tutur Zanwar.

"Tapi, Bii. Jah udah dua minggu nggak berangkat tanpa keterangan," ujar Jamilah.

"Abii dan umi setiap hari memberi kabar pada guru di sekolah, kalau kamu sakit dan trauma, belum bisa hadir ke sekolah. Besok berangkat saja ke sekolah ya, nggak usah pindah. Nanggung, Jah. Semester ganjil ini sudah hampir selesai. Semester genap tidak akan lama, kan?" ungkap Zanwar.

"Iya, Bii. Semester genap cuma beberapa bulan," sahut Jamilah.

"Kalau udah ujian nasional, Abii janji akan mempertemukan kamu dengan calon suamimu. Rencananya, besok Abi sama umi mau ke Yaman," tutur Zanwar.

"Hah? Mau ngapain, Bi? Kenapa mendadak?" tanya Jamilah.

"Nggak mendadak, Jah. Dua minggu lalu Abi diundang sama rekan yang jadi dosen di Universitas Al-Ahgaff. Rencananya sekalian mau survei kampus dan jurusan di sana untuk kuliah kamu nanti," ungkap Zanwar.

"Nanti Jah sendirian di rumah? Berapa lama di Yaman?" tanya Jamilah.

"Kalau mau, nanti umi bilang ke Alvani dan keluarganya untuk temani kamu di rumah. Seminggu di sana," ujar Zanwar.

"Iya nanti Jamilah sendiri aja yang bilang sama Alvani di sekolah. Bi, sebenarnya Jamilah pengin kuliah di Madinah. Tapi kalau kata Abi di Yaman, ya ngges weh, Bi, teu nanaonlah," ungkap Jamilah.

"Berdoa aja sama Allah, apapun yang terjadi itu sudah kehendak Allah dan pasti itu yang terbaik," ucap Zanwar.

"Iya, Bii," sahut Jamilah.

Sekolah SMA Za-Za [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang