Dua siswa-siswi sekolah islam SMA Sabilul Huda itu selesai melaksanakan sholat. Reza dan Alvani segera pergi menemui kedua temannya, Fattah dan Sahid yang sejak tadi menunggunya.
Saat matahari terus menyembunyikan sinarnya, keempat siswa-siswi SMA Sabilul Huda itu justru akan mulai menjalankan satu misi untuk menemukan Jamilah.
"Udah jam lima, udah pada izin orang tua belum?" tanya Fattah.
"Gua mah udah!" ujar Reza.
Sahid pun mengatakan hal sama seperti Reza.
"Kalau orang tua aku tahunya nginap di rumah Jamilah sampai hari minggu. Jadi aku nggak perlu izin," tutur Alvani.
"Ya udah, sekarang gimana?" tanya Sahid.
"Lu tahu nomor ponsel Jamilah, kan? Atau akun media sosial dia?" tanya Fattah pada Alvani.
"Cuma ada nomor telefon sama whatsapp," ungkap Alvani.
"Reza, lu yang paling paham masalah begini. Tolong lacakin hape Jamilah, kira-kira posisinya di mana?" tanya Fattah.
Reza mengangguk, pertanda ia sanggup menerima tugas dari Fattah. Alvani pun memberikan ponselnya pada Reza.
Setelah beberapa saat Reza berusaha mencari keberadaan ponsel Jamilah, akhirnya ia menemukannya.
"Woy ini titik ponsel Jamilah masih berangkat. Kemungkinan si penculik belum sampai ke lokasinya," tutur Reza.
"Ke mana arahnya?" tanya Fattah.
"Ke kota," sahut Reza.
"Ayo atuh kita ke sana. Nanti keburu maghrib," ujar Sahid.
"Aku mau ikut," ungkap Alvani.
"Van, elo kan cewek! Biar kita bertiga aja," ujar Reza.
"Alvani dibutuhin juga, buat nemenin Jamilah kalau ketemu," ucap Sahid.
"Bener juga. Tapi mau naik apa? Motornya cuma ada dua. Lu mau dibonceng gue atau Reza?" tanya Fattah.
Alvani menggeleng menampakan wajah sedihnya karena takut tak bisa pergi.
"Lu naik taksi online aja," ungkap Fattah.
"Mahal atuh!" celetuk Alvani.
"Gue yang bayarin! Titik turunnya di SMA Negeri 1 Kota aja, gue tunggu di sana," ungkap Fattah.
Setelah mengalami berbagai polemik, akhirnya Fattah dan teman-temannya berangkat untuk mencari Jamilah.
***Dalam kecepatan yang amat kencang Fattah mengendarai motor. Sedangkan Sahid yang duduk di belakang terus berdoa agar diberikan keselamatan.
"Tah, ulah gancang-gancang teuing atuh mawa motorna!" ujar Sahid.
"Gue nggak denger lu ngomong apa!" ucap Fattah setengah berteriak.
Dari belakang terdengar suara klakson dari motor yang Reza kendarai. Sahid memukul-mukul pundak Fattah, memberi isyarat agar memperlambat kecepatan.
Reza mengejar motor Fattah dan bersejajar. "Aya naon, Za" tanya Sahid.
"Titiknya udah nggak berangkat lagi dari tadi. Berhenti dulu," ujar Reza.
Fattah pun menghentikan motornya. Pemuda itu melepas helm biru yang melekat pada kepalanya.
"Berhenti di mana?" tanya Fattah.
"Nih!" Reza menunjukan layar ponselnya pada Fattah.
"Lapangan Gasibu!" lirih Fattah membaca keterangan petunjuk arah pada ponsel Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Подростковая литература"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...