Fattah melihat temannya sudah terlelap. Sedangkan satu teman lainnya sedang sibuk menghafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an."Hid," ujar Fattah.
Sahid menutup Al-Qur'an yang ada di tangannya. "Iya, Tah. Kenapa?" sahutnya pelan.
"Ke ruang tengah, kuy!" ajak Fattah.
"Mau ngapain?" tanya Sahid.
"Gue pengen ngobrol aja," ungkap Fattah.
Fattah dan Sahid pun berpindah tempat. Di ruang tengah, tuan rumah itu duduk di salah satu kursi santainya. Sedangkan Sahid duduk di sofa yang menghadap ke televisi.
"Kunaon, Tah?" tanya Sahid.
"Gue mau ngobrol di sana, takut ganggu si Reza. Kedua, gue juga nggak mau obrolan ini kedenger dia. Takut-takut pas dia kebangun, tapi masih pura-pura tidur," tutur Fattah.
"Emang, mau ngomong apa?" tanya Sahid.
"Lu udah hafal berapa ayat?" tanya Fattah.
"Alhamdulillah udah mau jalan lima juz, Tah. Kamu sendiri?" balas Sahid.
"Gila! Lu dalam waktu dua minggu, hafal lima juz?" tanya Fattah.
"Lah, bukan! Lima juz itu, hafalan yang terkumpul selama setahun lebih, Tah. Kalau dua minggu ini, baru empat lembar setengah," ungkap Sahid.
"Oh, lu kenapa mau ngehafal diluar tugas dari rohis?" tanya Fattah.
"Yah, soalnya buat bekal saya, kalau....." belum selesai Sahid menjawab.
Fattah mencela. "Kalau meninggal, biar bisa kasih mahkota ke ayah dan ibu di akhirat nanti! Iya, kan?"
"Lah, itu kamu tahu! Tapi, tahu dari mana?" tanya Sahid.
"Kakak gue haifidzoh, udah bosen denger jawaban kayak gitu. Sampai hafal diluar kepala, nih!" ungkap Fattah.
"Nggak yakin kalau kakak kamu hafidzoh!" Sahid terkekeh tak percaya.
"Kenapa? Karena lihat tingkah gue yang kayak gini? Dengerin, yang nakal dan nggak bener itu gue! Jadi, nggak ada sangkut pautnya sama keluarga gue! Kalau kakak, ibu, ayah, mereka itu semuanya orang baik! Gue aja yang nggak baik!" tutur Fattah.
"Maaf, Tah. Aku bercanda, kok. Ma syaa Allah kalau memang kakak kamu hafidzoh. Oh iya, ngomong-ngomong hafidzoh, yah. Anak pemilik yayasan di sekolah kita juga hafidzoh tahuuu! Masyaa Allah cantiiiik banget! Tapi sayang, udah bersuami. Nikah muda tauu!" ujar Sahid.
"Ohh.. Baguslah. Emang lu tahu dari mana?" tanya Fattah.
"Waktu pas acara milad sekolah, beliau hadir. Terus nggak tahu gimana ceritanya, si Alvani dapat media sosial anaknya itu. Namanya lupa, siapa yah! Tapi, aku masih nyimpan foto keluarga pemilik yayasan kita. Bentar di cari dulu." Sahid sibuk mencari foto di galeri ponselnya.
Jantung Fattah berdegup tak beraturan. Ia khawatir identitas sebenarnya akan diketahui oleh Sahid.
"Nah, ini dia. Coba, lihat, deh. Cantik, yah?" ungkap Sahid menunjukan foto keluarga pemilik yayasan sekolah, yang tak lain adalah keluarga Fattah.
"Nah, kalau ini, katanya adiknya. Ganteng juga, ya, Tah. Kayak kamu!" celetuk Sahid. "Eh, bentar," imbuh Sahid memandang wajah Fattah dan gambar di ponselnya.
"Tah, sumpah, ini mirip banget yah anaknya pemilik yayasan kita, sama kamu!" ujar Sahid.
"Muka gue aja kali yang pasaran! Udah, gue mau bahas yang lain," ujar Fattah mencoba nengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...